(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVII – Kamis, 30 Juli 2015)
“Demikianlah pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut lalu mengumpulkan berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.
Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”
Setelah Yesus selesai menceritakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ. (Mat 13:47-53)
Bacaan Pertama: Kel 40:16-21,34-38; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:3-6.8,11
“Perumpamaan tentang jala besar” (Mat 13:47-52) adalah yang terakhir dari serangkaian pengajaran oleh Yesus dengan menggunakan perumpamaan dalam Injil Matius. Perumpamaan ini serupa dengan “perumpamaan tentang lalang di antara gandum” (Mat 13:24-30; lihat penjelasannya dalam Mat 13:36-43).
Dalam perumpamaan ini Kerajaan Surga (Kerajaan Allah) diumpamakan sebagai sebuah jala besar yang penuh berisi dengan segala jenis ikan, ada yang dapat dimakan dan ada yang tidak dapat dimakan. Yang baik – artinya ikan yang dapat dimakan – disimpan. Sisanya, yang tidak baik – artinya yang tidak dapat dimakan – dibuang. Begitu pula halnya dengan Kerajaan Allah di atas bumi, baik dilihat sebagai Gereja secara keseluruhan, atau satu bagiannya yang kecil, misalnya sebuah paroki atau sebuah komunitas Kristiani, mengumpulkan segala jenis orang. Orang-orang itu dikumpulkan sampai datangnya hari penghakiman ketika “yang baik” akan dipisahkan dari “yang jahat” (Mat 13:49; bdk. Mat 25:31-46).
Sebagai individu-individu kita merupakan warga Kerajaan Surga. Kita adalah bagian dari Gereja, sebuah paroki, atau sebuah komunitas Kristiani. Sekarang masalahnya, kita berada di sebelah mana? Apakah kita merupakan anggota-anggota yang berarti, yang berguna? Tidak ada yang “setengah-setengah” dalam hal ini. Jadi, apakah kita merupakan orang-orang Kristiani yang berkomitmen atau orang-orang yang tidak berguna dalam Kerajaan.
Baik “perumpamaan tentang lalang di antara gandum” maupun “perumpamaan tentang jala besar” dengan cukup jelas mengajar kita bahwa tidak dapat dicapai kedamaian lengkap dalam hidup ini. Yesus mengatakan dengan sangat jelas bahwa kedamaian lengkap hanya mungkin terjadi pada hari penghakiman akhir. Namun Ia bersabda: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9). Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mencoba membawa lebih banyak orang kepada suatu komitmen yang sejati kepada Kristus, untuk menjadi anggota-anggota Kerajaan yang berarti.
Apakah kita memahami semua ini? Apabila jawab kita terhadap pertanyaan ini adalah “ya”, maka Yesus berkata bahwa kita akan mampu untuk merekonsiliasikan hal-hal yang lama dengan hal-hal yang baru. Kita akan mampu untuk melihat bahwa dalam Kerajaan Allah segalanya yang memiliki nilai sejati mempunyai tempat, apakah Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, apakah yang tradisional dalam Gereja atau wawasan-wawasan baru. Apakah pikiran dan hati kita terbuka kepada hal-hal yang berarti, entah di mana ditemukannya? Atau, kita cenderung untuk mendiskreditkan apa saja hanya karena hal itu merupakan sesuatu yang baru, atau hanya karena hal itu merupakan sesuatu yang lama/kuno?
Apakah kita memahami semua ini? Apabila jawab kita terhadap pertanyaan ini adalah “ya”, maka Yesus berkata bahwa kita akan mampu untuk merekonsiliasikan hal-hal yang lama dengan hal-hal yang baru. Kita akan mampu untuk melihat bahwa dalam Kerajaan Allah segalanya yang memiliki nilai sejati mempunyai tempat, apakah Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, apakah yang tradisional dalam Gereja atau wawasan-wawasan baru. Apakah pikiran dan hati kita terbuka kepada hal-hal yang berarti, entah di mana ditemukannya? Atau, kita cenderung untuk mendiskreditkan apa saja hanya karena hal itu merupakan sesuatu yang baru, atau hanya karena hal itu merupakan sesuatu yang lama/kuno?
DOA:
Ya Bapa, Allah Yang Mahapengasih, sampaikanlah kasih-Mu kepada semua anggota Kerajaan-Mu. Bahkan kepada para anggota yang Engkau pandang tidak berguna sekali pun, berikanlah juga kepada mereka rahmat agar dapat berubah.
Amin.