Ada seorang pemuda yang baru pertama kali bekerja sebagai penebang pohon. Pada hari pertamanya, sepuluh pohon telah berhasil ia tebang. Sang majikan begitu terkagum dan memuji dirinya. Pada hari berikutnya, dengan kerja keras ia mampu menebang enam pohon.
Hari-hari telah ia lewati dan pohon yang ia tebang selalu berkurang setiap harinya. Ia merasa kecewa karena telah kehilangan kekuatan dan kemampuannya sebagai penebang pohon yang hebat.
Saya telah gagal menjadi penebang pohon. Setiap hari selalu mengecewakan.
Hari-hari telah ia lewati dan pohon yang ia tebang selalu berkurang setiap harinya. Ia merasa kecewa karena telah kehilangan kekuatan dan kemampuannya sebagai penebang pohon yang hebat.
Saya telah gagal menjadi penebang pohon. Setiap hari selalu mengecewakan.
Majikan itu bertanya. Kapan terakhir kali kau mengasah kapakmu?
Aku tidak ada waktu untuk itu karena waktuku hanya untuk menebang pohon.
Saat pertama kali kau bekerja di sini, kapakmu begitu tajam setelah kau asah dan sekarang menjadi tumpul. Sesibuk apapun dirimu, asahlah kapakmu agar tidak mempengarhui kualitas kerjamu.
Imanpun perlu di asah setiap harinya agar tidak tumpul. Kesibukkan telah membuat kita lupa untuk bersekutu dengan Tuhan. Ketika kita melewatkan hari-hari kita sama halnya pelita kita akan semakin redup. Jagalah roh dan iman kita agar tetap menyala-nyala karena itulah yang menjadi pembeda antara anak-anak Allah dan anak-anak dunia.
Perasaan mereka telah, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.
(Efesus 4:19)