Semua bunga yang tersusun pada rak itu menjadi berantakan. Semua pot pecah dan bunganya menjadi rusak. Rumi sangat ketakutan namun tak bisa melakukan banyak hal selain menunggu ibunya pulang dan berkata jujur.
Ketika ibunya pulang, Rumi langsung mengatakan yang sejujurnya, Ibu, maafkan Rumi. Semua bunga di rak tersenggol dan bunga kesayangan ibu menjadi rusak.
Ibu tersenyum. Rumi terkejut, Mengapa ibu tidak marah?
Bunga-bunga itu memang kesayangan ibu. Bunga ibu tanam untuk memberikan keindahan dan bukan untuk marah.
Terkadang kita akan mengeluarkan emosi ketika kita dapati hal terbaik dalam diri kita terusik. Kita menjadi marah dan melukai banyak orang. Sadarkah kita bahwa kita dianugerahi anak-anak bukan untuk menjadi sasaran kemarahan? Demikian juga suami, istri dan sahabat.
Mereka ada bagi kita untuk membuat hidup kita bahagia sehingga tak layak bagi kita untuk menjadikannya pelampiasan emosi. Sayangi mereka sama seperti Tuhan menyayangi kita. Mereka adalah keindahan yang Tuhan beri.
Janganlah lekas-lekas marah dalam hati,
karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.
(Pengkhotbah 7:9)