Menyandang status sebagai “Anak” (Anak Allah) tentulah membuat kita sebagai orang Kristen sangat bangga. Tak sedikit juga yang bahagia dan gembira dengan kedudukan tersebut. Hingga akhirnya pernah timbul suatu pernyataan atau satu pandangan bahwa kedudukan sebagai “Anak” adalah jaminan untuk memperoleh keselamatan. Apakah benar demikian?
Sekali anak tetaplah anak. Itu memang benar. Namun dengan status sebagai anak apakah kehidupan kita sebagai orang percaya akan mulus tanpa rintangan? Apakah dengan status anak kita akan selalu berjalan dalam koridor Allah.
Sejenak mari kita tengok kisah tentang bangsa Israel saat Allah memanggil keluar dari tanah Mesir. Allah memanggil bangsa Israel dengan sebutan anak (Hosea 11:1, Matius 2:15). Namun pada kenyataannya bangsa Israel tidak langsung masuk ke dalam tanah kanaan yang telah dijanjikan. Dibutuhkan waktu kurang lebih 40 tahun untuk masuk ke dalam tanah perjanjian. Selama masa itulah bangsa Israel berulang kali hidup berpaling dari Allah. Status anak yang disandang bangsa Israel tak menjamin untuk mereka memperoleh jalan tol masuk ke dalam Kanaan.
Pada masa perjanjian baru, Yesus memberikan perumpamaan tentang “Anak Yang Hilang”. Dengan status sebagai anak, justru si bungsu pergi “meninggalkan” bapanya yang mana di rumah bapa penuh dengan kelimpahan. Menjadi anak tidak menjamin kita tidak akan ter-hilang. Ini adalah salah satu point penting dari perumpamaan ini.
Lantas apakah dengan status anak, semuanya akan sia-sia dan tak berarti? Tentu saja tidaklah demikian. Yang kita perlu lakukan bukan hanya bangga dengan status kita sebagai anak, melainkan juga hidup seturut dengan kehendak Allah Bapa dan melakukan setiap ketetapan-Nya (Matius 7:21). Percayalah dengan berjalan di jalur yang Allah berikan, kita tidak akan pernah menjadi anaknya yang ter-hilang.
Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!
(Matius 3:8-9)