Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

31 Oktober 2015

Hari Raya Semua Orang Kudus - Minggu, 01 November 2015

  
Kita merayakan kenangan para penghuni surga bukan hanya karena teladan mereka, melainkan lebih supaya persatuan dengan segenap Gereja dalam Roh diteguhkan (Lumen Gentium, 50)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
 
Antifon Pembuka

Marilah kita semua bergembira dalam Tuhan sambil merayakan hari pesta untuk menghormati semua Orang Kudus; pada hari raya ini para malaikat pun turut bergembira dan bersama-sama memuji Putra Allah.
  
Pada Misa Hari Raya Semua Orang Kudus ada Madah Kemuliaan dan Syahadat
   
Doa Pagi
Allah Bapa yang Mahakuasa dan kekal, dalam perayaan kali ini kami kenangkan semua orang kudus yang mengimani dan mempercayakan dirinya kepada cinta kasih-Mu entah mereka itu terkenal entah tidak. Dengan para kudus itu kami telah Kau perkenankan dalam umat-Mu, dalam Gereja-Mu. Maka kami mohon dengan perantaraan mereka penuhilah doa keinginan kami dan perkenankanlah kami ikut serta dilimpahi belas kasih-Mu. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Wahyu (7:2-4.9-14)     
    
"Aku melihat suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya, mereka terdiri dari segala bangsa dan suku, kaum dan bahasa"
   
Aku, Yohanes, melihat seorang malaikat muncul dari tempat matahari terbit. Ia membawa meterai Allah yang hidup. Dengan suara nyaring ia berseru kepada keempat malaikat yang ditugaskan untuk merusakkan bumi dan laut, katanya, "Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka!" Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. Kemudian dari pada itu aku melihat suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya, dari segala bangsa dan suku, kaum dan bahasa. Mereka berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih, dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dengan suara nyaring mereka berseru, "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta, dan bagi Anak Domba!" Dan semua malaikat berdiri mengelilingi takhta, tua-tua dan keempat makhluk yang ada disekeliling takhta itu. Mereka tersungkur di hadapan takhta itu dan menyembah Allah sambil berkata, "Amin! Puji-pujian dan kemuliaan, hikmat dan syukur, hormat, kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin! "Seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku, "Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu, dan dari manakah mereka datang?" Maka kataku kepadanya, "Tuanku, Tuan mengetahuinya!" Lalu ia berkata kepadaku, "Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan besar! Mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba."
 
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

 
Mazmur Tanggapan, do = g, 2/4, PS 841
Ref. Berbahagialah yang mendiami rumah Tuhan
Ayat. (Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6)
  1. Milik Tuhanlah bumi dan segala isinya, jagat dan semua yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkan bumi di atas lautan, dan menegakkan di atas sungai-sungai.
  2. Siapakah yang boleh naik ke gunung Tuhan? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan diri kepada penipuan dan tidak bersumpah palsu.
  3. Dialah yang akan menerima berkat dari Tuhan dan keadilan dari Allah, penyelamatnya. Itulah angkatan orang-orang yang mencari Tuhan, yang mencari wajah-Mu, ya Allah Yakub.

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes (3:1-3)
 
"Kita akan melihat Kristus dalam keadaan-Nya yang sebenarnya."
  
Saudara-saudara terkasih, lihatlah, betapa besar kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita sungguh anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang kita ini sudah anak-anak Allah, tetapi bagaimana keadaan kita kelak belumlah nyata. Akan tetapi kita tahu bahwa, apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, ia menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.
 
Demikianlah sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do = f, 2/4, PS 956
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 11:28)
 
Datanglah pada-Ku, kamu semua yang letih dan berbeban berat. Aku akan membuat lega.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (5:1-12a)
  
"Bersukacita dan bergembiralah, karena besarlah ganjaranmu di surga."
   
Sekali peristiwa ketika melihat banyak orang yang datang, Yesus mendaki lereng sebuah bukit. Setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya. Lalu Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, katanya, "Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hati, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya demi kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika demi Aku kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat; bersukacita dan bergembiralah, karena besarlah ganjaranmu di surga."
 
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
 
Renungan
 
Setiap hari raya Semua Orang Kudus, kita selalu membaca Injil yang sama, yaitu tentang Sabda Bahagia. Mengapa? Apa kaitan antara Sabda Bahagia ini dan orang kudus? Apakah untuk mencapai kekudusan, seseorang harus menaati Sabda Bahagia ini? Inilah beberapa pertanyaan yang akan menjadi bahan permenungan kita.

Sabda Bahagia yang kita dengarkan atau baca sungguh sangat bertentangan dengan situasi dunia saat ini. Bukankah dunia kita saat ini mengajari kita untuk menjadi kaya dan bukannya kemiskinan? Bukankah kemiskinan harus diperangi atau dientaskan? Bukankah dunia kita saat ini dipenuhi dengan hal-hal yang menyenangkan, karena dukacita bukanlah hal yang diinginkan dalam hidup? Bukankah dunia kita saat ini dipenuhi oleh orang-orang yang keras, sehingga orang yang lemah lembut dianggap lemah? Bukankah dunia kita saat ini dipenuhi oleh orang-orang yang bisa memutarbalikkan kebenaran, daripada orang-orang yang mencari kebenaran? Bukankah saat ini banyak orang yang senang mengumpulkan harta ketimbang membantu sesamanya yang miskin? Karena itu, tema tentang kekudusan merupakan sesuatu yang “aneh” untuk kita zaman ini. Itu sebabnya, tidak banyak orang yang ingin mengejarnya; dan tidak mengherankan apabila Injil ini selalu dibacakan setiap tahun pada hari raya Semua Orang Kudus, supaya kita disadarkan bahwa tujuan hidup kita adalah sampai kepada kekudusan.

Orang Kudus yang kita rayakan menjadi teladan bagi kita bahwa kekudusan itu mungkin dicapai setiap orang, tanpa kecuali. Dengan kata lain, Sabda Bahagia yang disabdakan oleh Yesus ini juga bisa dihayati dan diwujudkan oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai jalan menuju kekudusan. Mengapa berat? Karena kita selalu mengukur segala sesuatu menurut ukuran manusia dan cenderung mencari jalan yang menyenangkan untuk diri kita. Kita lupa bahwa Sabda Bahagia adalah Sabda Yesus, sehingga Sabda Bahagia adalah Sabda Ilahi. Sesuatu yang ilahi berbeda dengan yang manusiawi dan sesuatu yang ilahi selalu melampaui manusiawi.

Sekali lagi, bahwa tujuan hidup kita adalah sampai pada keilahian, sehingga jalan yang harus ditempuh adalah jalan ilahi dan bukan jalan manusiawi. Jalan ilahi sebenarnya bukanlah jalan yang berat, melainkan jalan yang sederhana. Jalan ilahi tampaknya berat, karena kita tidak terbiasa dengan jalan ini atau bahkan tidak membiasakan diri lewat di jalan ini. Oleh karena itu, kita diminta untuk senantiasa bertobat dan kembali ke jalan ilahi, seperti para kudus. Mereka adalah manusia, sama seperti kita, yang pernah juga jatuh dalam dosa. Hanya saja, mereka kemudian segera bangun, bangkit, bertobat dan kembali ke jalan ilahi. Mereka sepertinya hendak mengajari kita bahwa jalan ilahi ini tampaknya berat, tetapi membawa kebahagiaan, karena berjalan di jalan ilahi berarti menuju Allah dan menuju Allah berarti menuju kebahagiaan sejati.

Antifon Komuni (Mat 5:8-10)

Berbahagialah orang yang suci hatinya sebab mereka akan memandang Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai sebab mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.

 
 

Tuan Rumahlah Yang Akan Menentukan


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Sabtu, 31 Oktober 2015) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/



Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.

Karena Yesus melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:1,7-11)

Bacaan Pertama: Rm 11:1-2a,11-12,25-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 93:12-15

Dengan latar belakang perjamuan makan di rumah seorang pemimpin orang-orang Farisi, Lukas melanjutkan pengajaran Yesus tentang pesta. Yesus menceritakan sebuah perumpamaan yang tidak seorang pun dari para hadirin akan mengalami kesulitan untuk memahami perumpamaan tersebut. Kelihatannya perumpamaan itu berada pada tingkat nasihat duniawi tentang bagaimana sampai kepada posisi puncak pada meja dengan mengawalinya dari posisi bawah, dan bagaimana menghindari tindakan memulai di posisi puncak hanya untuk menemukan diri kita digeser ke posisi bawah; namun jika memang itu yang dimaksudkan Yesus, maka hampir dapat dikatakan bahwa itu bukanlah sebuah perumpamaan. Cerita itu bergerak dari hal-hal yang familiar kepada hal-hal yang tidak familiar; Yesus menggiring para pendengar-Nya melalui metafora pesta perkawinan sampai kepada pandangan sekilas lintas tentang Kerajaan Allah, untuk memahami bagaimana kehormatan diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang sungguh rendah hati.

Nasihat yang ditawarkan Yesus bersifat sederhana dan langsung: apabila engkau diundang ke pesta perkawinan, jangan terburu-buru mengambil tempat kehormatan pada meja perjamuan: para tamu terhormat akan tiba di tempat pesta belakangan, dan kita harus memberi tempat kepada mereka; dengan demikian kita berada dalam situasi di mana kita dipermalukan …… berjalan melewati tempat-tempat lain yang telah diisi, dan akhirnya kita mengambil tempat paling bawah pada meja perjamuan. Jadi, daripada memusatkan perhatian kita pada tempat terhormat, ambillah tempat terbawah sehingga dengan demikian ketika tuan rumah masuk ke ruang perjamuan dan melihat kita, maka dia akan menghormati kita di depan para hadirin dengan membimbing kita ke tempat yang lebih tinggi. Karena kita masing-masing adalah tamu pada pesta perjamuan, maka serahkanlah kepada tuan rumah untuk menentukan siapa saja yang pantas menduduki tempat-tempat terhormat, karena ini adalah perjamuannya, maka hal tersebut adalah privilesenya.
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/ 

Pada pembacaan awal, kata-kata Yesus kelihatannya menawarkan suatu cara yang terkalkulasi dan cerdik, yang menjamin bahwa kita (anda dan saya) akan memperoleh posisi top jika saja kita memainkan power-game dengan cara yang cocok-manis, tidak hanya akan membuat kita mencapai posisi top, tetapi setiap orang dengan gamblang akan melihat kita naik sampai ke posisi puncak itu. Kemudian kita dapat duduk dan diam-diam memberi selamat kepada diri kita sendiri karena berhasilnya strategi kita. Namun pendalaman lebih lanjut atas teks Injil ini akan meratakan tafsir yang baru saja dikemukakan tadi: orang yang meninggikan dirinya sendiri – apakah melalui cara-cara kasar dengan merebut posisi atau secara halus lewat insinuasi – akan direndahkan. Jadi, apabila seseorang mengambil tempat paling rendah bukan karena dia percaya bahwa posisi itu adalah memang diperuntukkan baginya, melainkan sebagai hitung-hitung untuk mempengaruhi sikap tuan rumah untuk memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi, maka orang itu akhirnya akan terdampar dalam posisi yang memalukan, yaitu ditinggalkan dalam posisi terendah tadi. Kerendahan hati bukanlah masalah memainkan power game yang cantik, melainkan masalah mengakui kebenaran bahwa karena kita diundang (artinya sebuah privilese), maka peranan Allah-lah – bukan peranan kita – untuk memilih tempat duduk kita dalam pesta perjamuan yang diadakan.

Di sini Yesus samasekali tidak memberikan sebuah ringkasan kursus tentang “etiket pada perjamuan makan”; Ia mengundang para pendengar-Nya untuk bergerak melalui contoh sebuah pesta perjamuan yang familiar di telinga para pendengar-Nya untuk sampai kepada pemahaman sebenarnya perihal kehormatan sejati dalam Kerajaan Allah. Seorang pribadi yang akan ditinggikan dalam Kerajaan Allah bukanlah orang yang telah merekayasa jalannya menuju posisi puncak, melainkan seseorang yang mengakui bahwa kehormatan dalam Kerajaan Allah akan diperolehnya (datang kepadanya) pada waktu Sang Tuah Rumah (Allah) sendiri mengakui hal tersebut, bukan pada waktu seorang tamu mengganggapnya demikian. Kehormatan dalam Kerajaan Allah dianugerahkan sesuai dengan apa yang sudah diungkapkan dalam Kidung Maria (Magnificat): “(Ia) menceraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Luk 1:51b-53).

DOA:

Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk menaruh kepercayaan pada penyelenggaraan ilahi hari ini dan tolonglah aku untuk mengasihi dan memperhatikan siapa saja yang Kautempatkan pada jalan hidupku hari ini.
Amin.

30 Oktober 2015

Jangan Tinggalkan Rumah Roti



Naomi, melihat kelaparan yang melanda Israel, akhirnya memutuskan untuk ikut suami serta kedua anaknya ke Moab dan meninggalkan Betlehem. Sejarah kemudian mencatat bahwa Naomi kembali pulang ke negerinya dengan kehilangan segala-galanya, suami dan kedua putranya. Ia berkata bahwa telah terjadi terlalu banyak hal pahit pada dirinya.

Betlehem memiliki arti rumah roti. Di kota yang kecil inilah bertahun-tahun kemudian dinyatakan anugerah terbesar dari Allah, yaitu Yesus. Kota yang menjadi tempat tinggal Maria (ibu Yesus) yang terpilih itu menjadi lambang dari kemurahan dan rahmat Allah, bukan hanya bagi orang Israel, tetapi kepada seluruh dunia, oleh karena kelahiran Yesus. Tetapi Naomi dan Elimelekh saat itu membuat keputusan yang salah. Mereka memilih untuk meninggalkan rumah roti Allah dan pergi ke negeri asing.

Kita, orang percaya, juga memiliki “rumah roti” kita. Tempat dan waktu di mana kita berdoa dan beribadah adalah tempat dan waktu di mana Allah menyatakan hadirat dan kuasa-Nya; itulah rumah roti kita. Jadi, gereja bahkan kamar kita bisa menjadi rumah roti kita. Kalau sebagai orang Kristen kita mulai meninggalkan doa dan persekutuan kita dengan Allah, maka itulah saat di mana kita meninggalkan rumah roti, itu juga yang akan menjadi awal dari segala hal pahit yang akan terjadi dalam hidup kita. Jadi, jangan pernah meninggalkan rumah roti (baca: persekutuan dengan Allah) karena di situlah Tuhan ingin menyatakan rahmat dan anugerah-Nya yang besar.

Firman TUHAN kepadanya: "Telah Kudengar doa dan permohonanmu yang kausampaikan ke hadapan-Ku"; Aku telah menguduskan rumah yang kaudirikan ini untuk membuat nama-Ku tinggal di situ sampai selama-lamanya, maka mata-Ku dan hati-Ku akan ada di situ sepanjang masa.
(1 Raja-raja 9:3)

Keyakinan yang Memberi Kemenangan

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Melihat pasukan Israel yang ketakutan karena gertakan Goliat, Daud pun penasaran..siapa orang Filistin yang berani mencemooh barisan dari Allah yang hidup ini? Tidak terima dengan ejekan yang dilontarkan musuh dan dengan semangat nasionalisme yang tinggi, Daud akhirnya mengajukan diri kepada Saul untuk melawan Goliat. Saul memang tidak yakin bahwa Daud yang muda itu sanggup mengalahkan si raksasa Goliat, tetapi keyakinan Daud bahwa Allah semesta alam akan berperang bersamanya telah memungkinkan kemenangannya. Goliat tewas oleh umban dan batu kali seorang muda bernama Daud (1 Samuel 17).

Goliat-goliat modern mungkin sekarang ada di sekitar kita. Masalah-masalah dalam keluarga, hubungan kita dengan orang lain, pendidikan, bisnis, atau keuangan mungkin telah menjadi raksasa-raksasa zaman yang menciutkan nyali kita orang percaya. Daud telah membuktikan kepada kita bahwa seorang gembala muda yang biasa-biasa saja bisa mengalahkan prajurit raksasa yang ditakuti banyak lawan. Ia juga menunjukkan kepada kita kunci untuk dapat melakukan hal yang sama, yaitu keyakinan kepada Tuhan.

Daud yang muda memang mengaku telah mengalahkan singa dan beruang yang berusaha menerkam domba-dombanya, tetapi bukan itu alasan kemenangan Daud. Ia mengatakan bahwa Tuhanlah yang melepaskan dirinya dari semua binatang pemangsa itu (ayat 37). 1 Samuel 16:7 menuliskan perkataan Tuhan ketika Ia memilih Daud untuk diurapi, “manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” Hati Daud yang melekat kepada Allah adalah jawaban dari kemenangan Daud. Ia melekat kepada Tuhan sampai pada titik di mana Ia yakin, bahwa Tuhan akan berperang bersamanya.

Pula kata Daud: "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." Kata Saul kepada Daud: "Pergilah! TUHAN menyertai engkau."
(1 Samuel 17:37)

29 Oktober 2015

Di sembuhkan Untuk Menjadi Pribadi-pribadi Yang Utuh

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Jumat, 30 Oktober 2015) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, “Apakah boleh menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya serta menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya. (Luk 14:1-6)

Bacaan Pertama: Rm 9:1-5; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15,19-20 

Pada zaman Yesus hidup di tengah bangsa Israel, memang ada diskusi-diskusi panas tentang apakah hari Sabat itu merupakan suatu hari yang pantas untuk melakukan penyembuhan orang-orang sakit. Memang sangat berbeda dengan zaman modern di mana kita hidup. Banyak dari kita bahkan tidak memiliki ekspektasi bahwa penyembuhan ilahi dapat menjadi bagian normal dari hidup kita sebagai umat Kristiani. Kalau begitu halnya, boro-boro kita akan mempertimbangkan pada hari yang mana seharusnya penyembuhan itu terjadi! Namun iman kita kepada/dalam Yesus seharusnya tidak boleh begitu sempitnya. Dari waktu ke waktu Allah menunjukkan kepada kita bahwa Dia tidak hanya ingin menyelamatkan jiwa kita, melainkan juga untuk menyembuhkan tubuh dan pikiran kita.

Kata Yunani untuk “menyelamatkan” juga berarti “menyembuhkan” atau “membuat utuh”. Sebagai Juruselamat kita, Yesus ingin membuat kita menjadi utuh dalam setiap hal. Yesus menunjukkan kebenaran ini selagi Dia berjalan dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mewartakan Kerajaan Allah serta menyerukan pertobatan, sambil melakukan mukjizat-mukjizat penyembuhan dan berbagai tanda heran lainnya. Jika kita sungguh ingin menerima penyembuhan dari Yesus, maka kita memerlukan iman yang penuh pengharapan dan doa yang penuh ketekunan. Tentu saja, kita harus menghargai dan menghormati profesi di bidang medis-kedokteran, counseling dlsb. Semua itu juga merupakan instrumen-instrumen kuat-kuasa Allah. Namun jauh melampaui upaya medis/ kedokteran dan upaya-upaya manusiawi lainnya, Allah dapat melakukan dan masih melakukan mukjizat-mukjizat dan berbaai tanda heran lainnya. Secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain kita dapat berdoa untuk kesembuhan orang sakit. Kita juga dapat mohon bantuan orang Kristiani dengan iman yang dewasa untuk mendoakan kita. Ingatlah apa yang ditulis oleh Yakobus: “Kalau ada seseorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para panatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yak 5:14).

Banyak studi ilmiah di bidang penyakit telah menunjukkan adanya suatu relasi antar pikiran-pikiran kita dan tubuh kita. Kitab Suci Perjanjian Lama bahkan mengatakan kepada kita bahwa “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang” (Ams 14:30; bdk. 17:22). Barangkali yang lebih menarik lagi adalah studi-studi paling akhir yang telah menunjukkan adanya suatu relasi yang spesifik antara doa dan kesembuhan – bahkan ketika para pasien tidak mengetahui bahwa diri mereka sedang didoakan.

Allah ingin agar kita tetap penuh damai dan tenang selagi kita datang kepada-Nya dengan setiap kebutuhan kita. Selagi kita memusatkan diri kita dan “beristirahat” di hadapan hadirat-Nya, baiklah kita mengingat bahwa positive thinking dan ketenangan kita adalah pencerminan dari iman Yesus sendiri akan kemampuan Bapa-Nya untuk menjaga dan memelihara diri-Nya. Oleh karena itu, marilah kita membuka diri bagi kuat-kuasa Allah untuk menyembuhkan, di samping itu untuk menerima kesembuhan ilahi sebagai suatu bagian normal dari kehidupan kita sebagai umat Kristiani.

DOA: 
Bapa surgawi, perkenankanlah aku menjadi seorang saksi dari rahmat penyembuhan-Mu. Ajarlah aku untuk sabar dalam penderitaanku selagi aku berpaling kepada Roh Kudus untuk mempelajari kehendak-Mu. Jagalah aku agar dapat tetap berpengharapan dan terbuka bagi kuat-kuasa dan hasrat-Mu untuk membuat umat-Mu menjadi pribadi-pribadi yang utuh. Jadikanlah hatiku seperti hati Yesus Kristus, Putera-Mu terkasih. 
Amin.

KARUNIA ROHANI: Harus Terus Dikobarkan



Baca: 1 Korintus 14:1-25

"Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat." 1 Korintus 14:12

Ada berbagai karunia rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. "Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untukmelayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Karunia-karunia ini harus dikembangkan dan dikobarkan selalu di dalam kasih, karena tanpa kasih semuanya akan menjadi sia-sia.

Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menunjuk kata melayani adalah diakoneo, yang berasal dari kata diakonos yang berarti pelayan, abdi, utusan. Jadi secara garis besar melayaniberarti melakukan pekerjaan sebagai seorang pelayan sesuai dengan karunia yang dimilikinya sebagaimana yang dinasihatkan oleh rasul Petrus, "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10-11). Untuk mengetahui karunia apa yang ada di dalam diri kita dan bagaimana supaya karunia tersebut dapat berkembang secara efektif tidak ada jalan lain selain kita harus melibatkan diri dalam pelayanan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif, apalagi cuma jadi seorang simpatisan di gereja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).

Jika ada orang percaya yang tidak mau melayani berarti ia telah meremehkan dan menyepelekan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Karena merupakan pemberian Tuhan maka kita pun harus dengan sungguh hati dan tulus ikhlas melaksanakannya. Kesungguhan dan ketulusan kita akan menentukan efektivitas karunia rohani yang dikaruniakan Tuhan atas kita.

Mari melayani Tuhan dengan roh menyala-nyala sesuai karunia yang dimiliki!

28 Oktober 2015

Bahan Adven Bulan Keluarga 2015


Kembali kita merayakan indahnya hidup berkeluarga dalam gereja, yaitu Bulan Keluarga. Disebut merayakan indahnya hidup berkeluarga, karena di bulan ini, keluarga "bersatu" lewat berbagai macam kegiatan. Sayangnya, keindahan hidup berkeluarga dalam gereja terhayati hanya satu bulan dalam setahun. Sebelas bulan yang lain, kehidupan berkeluarga terpecah dalam berbagai fokus.
Hal itu tentu kita catat sebagai pekerjaan rumah buat gereja Tuhan, agar keluarga tetap menjadi basic dan fokus kehidupan gereja. Sementara penyelesaian PR itu kita kerjakan, Bulan Keluarga kita manfaatkan sebaik mungkin. Karena itu, bahan Bulan Keluarga 2015 ini tetap kita kerjakan dengan penuh suka-cita. Untuk itu, bahan ini kami hadirkan bersama dengan cukup lama berkarya-layan. 



Melalui bahan ini, kami berharap, keluarga-keluarga khususnya di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) kembali berfokus kepada Tuhan, sumber hidup umat manusia. Mungkin selama ini keluarga telah terpecah dalam berbagai kepentingan. Kami berharap kiranya Tuhan menjadi pelabuhan bagi anggota keluarga yang kerap lelah menjalani lautan kehidupan.

Ada hal yang tidak biasa dalam pelaksanaan Bulan Keluarga kali ini. Yaitu tersedianya bahan Persekutuan Keluarga. Bahan ini dimaksudkan agar semua anggota keluarga ikut bersekutu. Kami percaya, persekutuan bersama keluarga dapat menjadi salah satu kegiatan yang menyatukan keluarga. Dampaknya, beberapa bahan lain kami kurangi jumlahnya.

Pada bahan Bulan Keluarga kali ini, kami juga kembali menyertakan dan mengikutsertakan anak OMK, anak-anak dan keluarga.


Semoga bahan-bahan yang tersaji ini bermanfaat.





Sumber : KAJ


Dia Yang Datang Dalam Nama Tuhan

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Kamis, 29 Oktober 2015)


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/


Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus, “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau. Jawab Yesus kepada mereka, “Pergilah dan katakanlah kepada si rubah itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh di luar Yerusalem. Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi sampai pada saat kamu berkata: Terpujilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Luk 13:31-35)

Bacaan Pertama: Rm 8:31b-39; Mazmur Tanggapan: Mzm 109:21-22,26-17,30-31 


Lukas menghubungkan bacaan Injil hari ini dengan perikop sebelumnya yang dibuka dengan sebuah peringatan, bahwa Yesus sedang berada di tengah perjalanan ke Yerusalem (lihat Luk 13:22). Nah, dalam bacaan Injil hari ini diceritakan bahwa Yesus menerima sebuah peringatan dari beberapa orang Farisi bahwa karena Herodes Antipas ingin membunuhnya, maka Yesus harus secepat mungkin meninggalkan tempat di mana sekarang Ia berada – yaitu wilayah kekuasaan Herodes Antipas.

Yesus sangat tegas dalam jawaban-Nya, dan membuat jelas bahwa Dia tidak akan pernah dapat diintimidasi oleh seorang raja-boneka Romawi seperti Herodes Antipas. Kalau pun Yesus pergi meninggalkan teritori raja-wilayah ini, maka hal itu hanyalah disebabkan karena misi-Nya menuntut diri-Nya untuk pergi ke Yerusalem. Sejarawan Yosefus mencatat bahwa Herodes adalah seorang penguasa yang sangat ingin menghindar dari konflik apa pun di daerah kekuasaannya, seorang penguasa yang lembek. Sebaliknya, Lukas di sini menghadirkan Yesus sebagai seorang tokoh yang kuat, yang menguasai diri dengan mantap, yang memegang kendali atas “nasib”-Nya sendiri, dan yang berbicara lantang di depan publik tentang rencana-rencana-Nya di masa depan.

Dari teks bacaan Injil memang tidak jelas apakah orang-orang Farisi itu datang kepada Yesus karena keprihatinan yang murni atas keamanan diri-Nya atau karena mereka hanya digunakan oleh Herodus Antipas guna menakut-nakuti Yesus agar Ia meninggalkan wilayah kekuasaannya. Yesus memberi julukan “si rubah” kepada Herodes Antipas. Menurut T.W. Manson (Sayings, hal. 276), kata “rubah” seperti digunakan oleh orang Yahudi mempunyai dua arti, yaitu “licik” sebagai lawan dari sikap terus terang dan langsung tidak berputar-putar, dan kata itu digunakan juga sebagai lawan dari “singa”, maksudnya adalah, bahwa “rubah” adalah pribadi kelas tiga yang tidak signifikan ketimbang seorang pribadi yang memiliki kuasa dan kebesaran yang riil. Menamakan Herodus Antipas sebagai “si rubah” sama saja dengan mengatakan bahwa dia bukan orang besar atau orang yang berbicara terbuka dan langsung; orang ini tidak memiliki kemuliaan atau kehormatan.

Yesus mengirim pesan kembali kepada Herodes bahwa Dia akan melanjutkan pekerjaan-Nya melawan kuasa kejahatan dan menyembuhkan segala sakit-penyakit sampai saat misi-Nya diselesaikan. Yesus merasa pasti bahwa Dia akan menyelesaikan misi-Nya di Yerusalem, bukan di dalam wilayah kekuasaan Herodes Antipas. Yerusalem dilihat sebagai “ringkasan” umat Israel, dan Yesus mengingatkan para pendengar-Nya tentang bagaimana Yerusalem memperlakukan para nabi di masa lampau: Yerusalem telah memainkan peran sebagai pembunuh, jadi layaklah bahwa kota ini pun akan memainkan peran yang sama atas diri nabi terbesar sepanjang masa, Yesus. Herodes Antipas tidak dapat memasuki drama ini sekarang dan mengubah hubungan fatal yang ada antara Yerusalem dan Yesus, antara pembunuh dan korbannya. Dan dalam hal ini, sang korban sedang melakukan perjalanan-Nya ke tempat sang pembunuh.

Dalam ratapan-Nya atas Yerusalem yang menyayat hati mereka yang mendengar-Nya, Yesus berbicara dalam bahasa Hikmat-Kebijaksanaan dan mengingat upaya-upaya yang dilakukan berulang kali oleh Allah untuk mengirim para utusan-Nya ke tengah penduduk kota itu, namun yang ada hanyalah kekerasan dan pembunuhan. Allah tergerak untuk bertindak karena keprihatinan-Nya, sedangkan penduduk Yerusalem tergerak untuk bertindak karena nafsu membunuh yang keluar dari kekerasan hati dan kebebalan. Dan, mereka akan melakukan yang sama atas diri nabi yang sekarang sedang menuju kota itu.

Ratapan Yesus berisikan suatu gambaran “seorang” Allah yang lemah lembut, “seorang” Allah seperti seorang ibu yang penuh perhatian, yang ingin mengumpulkan anak-anaknya di bawah perlindungannya. Namun anak-anaknya itu tidak berminat – barangkali mereka bukan anak-anak kecil lagi. Gambarannya adalah tentang “seorang” Allah yang ngin mengumpulkan umat-Nya ke dalam Kerajaan-Nya, namun umat-Nya itu tidak mau berurusan dengan Allah. Jadi di sini kita dapat membayangkan “seorang” Allah yang sendiri dan kesepian, yang penuh kerinduan untuk bersatu dengan anak-anak-Nya. “Seorang” Allah yang berbicara tentang kegagalan-Nya sendiri untuk mengumpulkan umat-Nya hanya dapat berbuat begitu jika Dia berharap bahwa segala sesuatunya akan menjadi lain.

Dalam kekerasannya terhadap para nabi dan Yesus, Yerusalem adalah adalah tempat di mana lebih banyak berbicara tentang absennya Allah daripada kehadiran-Nya. Hal ini bukan berarti bahwa Allah telah melupakan dan/atau mengabaikan kota ini, melainkan bahwa Dia telah dibuang secara berulang kali justru oleh penduduk Yerusalem. Hal itu akan tetap begitu sampai penduduk Yerusalem mengakui “Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Luk 13:35). Jika ini merupakan acuan pada kedatangan Mesias untuk terakhir kali, maka pengakuan tersebut akan terlambat. Seperti yang dikemukakan oleh Yesus dalam perikop sebelumnya, suatu pengakuan di depan pintu yang sudah tertutup merupakan suatu keterlambatan yang fatal (Luk 13:25-27). Jika memang masih tersedia waktu untuk memproklamasikan Yesus sebagai “Dia yang datang dalam nama Tuhan”, maka waktu itu adalah “sekarang”, “sekarang”, dan “sekarang”. 


DOA: 
Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, kepada Allah yang menyelesaikannya bagiku. Sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. 
Amin 

Saatku Lemah, Aku Kuat

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/



Saya dahulu tidak mengerti mengapa Tuhan Yesus mesti memilih murid-murid yang biasa-biasa saja (nelayan, contohnya), tetapi setelah membaca Perjanjian Baru saya mulai mengerti bahwa Allah sanggup memakai tidak hanya orang-orang yang kaya, pandai, terpandang (sempurna). Ia juga bisa memakai orang-orang yang tidak kaya, tidak terpelajar (tidak sempurna).

2 Korintus 1:3-4 memberitahu kepada kita bahwa Kristus ingin menyatakan kasih karunia-Nya di dalam diri kita. Semakin lemah kita, semakin kemuliaan dan pekerjaan Kristus dinyatakan dalam kita; semakin Ia dipermuliakan. Kata “cukup” menunjukkan kuasa/ kekuatan yang akan memampukan kita untuk melalui segala jenis keadaan. Maka, semakin lemah seorang pelayan Kristus, semakin ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, semakin ia akan berharap kepada kekuatan Allah.
Dari sini kita melihat bahwa kelemahan kita sangat berguna bagi Allah; yaitu supaya kuasa-Nya nampak jelas dalam diri ktia. Kita adalah kesempatan bagi Allah untuk membuktikan diri-Nya. Mungkinkah saat kita lemah, justru kita kuat? Mungkin! Karena kuasa Kristus jauh lebih besar dari gabungan kekuatan manusia manapun. Kita hanya perlu mengakui kelemahan kita di hadapan-Nya dan menyerahkan diri kita untuk dipakai oleh-Nya.

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
(2 Korintus 12:9-10)

Dua Orang Rasul Kristus Yang Kurang Dikenal

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Pesta S. Simon dan Yudas, Rasul – Rabu, 28 Oktober 2015) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. (Ef 2:19-22)

Mazmur Tanggapan: Mzm 19:2-5; Bacaan Injil: Luk 6:12-19

Simon dan Yudas – apa saja yang kita sungguh ketahui tentang kedua orang rasul ini? Kita tahu bahwa Santo Yudas dipanggil dengan nama Tadeus, dan guna membedakannya dengan si pengkhianat Yudas Iskariot, kita menggunakan nama yang lengkap: Santo Yudas Tadeus. Dalam lingkup Gereja, Santo Yudas Tadeus ditetapkan sebagai orang kudus pelindung orang-orang yang berbeban berat, berputus asa atau menghadapi kasus-kasus yang terasa tak berpengharapan. Simon dipanggil juga Simon Zeloti. Kita tidak tahu banyak tentang kelompok Zeloti ini, kabarnya kaum revolusioner bersenjata dalam melawan penjajahan Roma atas Israel, …… tujuannya: kemerdekaan Israel! Kita dapat saja mengira-ngira bagaimanakah kiranya hubungan rasul Simon dengan rasul Matius, mantan kolaborator atau antek penjajah Romawi. Namun semuanya berhenti di situ, karena kita tidak mempunyai informasi yang memadai!

Walaupun tidak jelas sekali, Simon dan Yudas dipilih oleh Yesus sendiri setelah sepanjang malam berdoa (lihat Luk 6:12) – sebagai batu-batu fondasi dari Gereja-Nya. Mereka berdua bersama sepuluh rasul lainnya membentuk sebuah komunitas yang seimbang guna saling memperhatikan, saling mendukung, dlsb. Simon dan Yudas juga juga diutus seperti para rasul lainnya, untuk menyebar-luaskan Injil Yesus Kristus ke seluruh dunia. Tidak ada satu pun dari para rasul itu yang memadai untuk melaksanakan tugas itu, namun masing-masing tetap esensial.

Santo Paulus mengatakan bahwa kita telah menjadi “kawan sewarga dengan orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang telah dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru” (Ef 2:19-20). Seperti Yesus telah memanggil Simon dan Yudas, Ia juga memilih kita. Bersama-sama kita membentuk sebuah “bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kita juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” (lihat Ef 2:21-22). Kita adalah kehadiran yang hidup dari Kristus di atas bumi, kehadiran-Nya yang memberi-kehidupan.


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Yesus masih memanggil para murid untuk masuk ke dalam persekutuan-Nya. Bagian dari tugas yang diberikan-Nya kepada kita adalah untuk menyambut “orang asing dan pendatang” (Ef 2:19) yang datang kepada kita. Kita memperkenalkan mereka kepada Yesus dan membuat mereka kerasan dengan saudari-saudara pengikut Kristus lainnya. Hal ini mencakup syering cerita-cerita kita dan mendengarkan dengan serius berbagai ungkapan pengharapan mereka dlsb. Selagi mereka semakin menyatukan diri dengan sang batu penjuru – Yesus – maka mereka akan membuat Bait Suci kita menjadi semakin lengkap, semakin indah, semakin berguna, dan semakin memiliki ruang gerak. Mereka akan mampu melakukan penginjilan (evangelisasi) kepada orang-orang lain, yang akan tetap menjadi orang-orang asing bagi kita jika kita tadinya tidak menyambut mereka.

Sebagai para anggota Gereja, kita masih mengemban amanat Yesus untuk melakukan evangelisasi ke seluruh dunia (lihat Mat 28:18-20). Tidak ada seorang pun dari kita dapat melakukan segalanya atau mencapai semua orang, namun kita masing-masing adalah sebuah mata-rantai esensial dalam rencana Allah.

Saudari dan Saudaraku, marilah kita berdoa dan mohon bimbingan Roh Kudus bagaimana kiranya cara terbaik bagi kita masing-masing untuk mempraktekkan hospitalitas Kristiani terhadap orang-orang lain dalam keluarga kita, lingkungan di mana kita hidup, lingkungan gerejawi, komunitas, paroki, sekolah atau tempat kerja kita masing-masing.


DOA: 
Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamat kami. Berkatilah semua orang yang telah Engkau panggil. Semoga kami mampu melihat martabat kami sendiri di mata-Mu. Bukalah hati kami lebar-lebar bagi harta-kekayaan yang telah Kausediakan bagi kami, seperti yang Kausediakan bagi Santo Simon dan Santo Yudas Tadeus. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Terpujilah nama-Mu selalu! 
Amin.

Pionir Kehidupan


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Pernahkah terpikir di benak kita bagaimana orang zaman dahulu bisa mengetahui bahwa durian itu manis, bahwa pisang itu bisa dimakan, bahwa dedaunan tertentu bisa menjadi obat dan sebaliknya bisa menjadi racun? Jawabannya, eksperimen. Ya, karena ada orang-orang yang pernah “mencoba-coba” (makanan, obat, cara, dll) kita bisa mengetahui apa dunia ketahui sekarang. Pertanyaannya, apakah masih ada hal-hal yang belum diketahui manusia sekarang ini? Jawabannya, ya, karena dunia dan semesta ini masih sangat luas untuk dipelajari dan “dicoba-coba.”

Teman saya pernah mengeluh bahwa dirinya selalu saja “ceroboh” (tidak pernah benar) saat melakukan sesuatu untuk pertama kalinya. Mendengarnya bercerita seperti itu, saya juga mengiyakan diri saya sendiri yang juga seringkali membuat kesalahan di “percobaan-percobaan” pertama saya. Apakah itu lumrah? Ya, karena kita masih belajar.

Nah, ngomong-ngomong hidup ini juga hanya sekali, tapi sayangnya kita tidak bisa menjadikan satu kali kesempatan hidup ini untuk sekedar “mencoba-coba,” karena kita tidak akan punya kesempatan kedua untuk hidup. Jadi, bagaimana cara kita untuk meminimalisir kesalahan dan kegagalan? Jawabannya adalah Yesus. Ia telah menjadi pioner kita. Ia telah menunjukkan kepada kita cara untuk hidup dalam kesempatan yang hanya satu kali ini. Kita mungkin akan tetap melakukan kesalahan dan gagal, tapi Yesus mengatakan bahwa Ia telah mengalahkan dunia, dan siapa yang berjalan bersama-Nya juga akan mengalahkan dunia.

Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
(Ibrani 4:15)

27 Oktober 2015

Mengklaim Warisan Kita Sebagai Anak-anak Allah

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Selasa, 27 Oktober 2015) 


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.

Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah akan dinyatakan. Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah. Sebab kita tahu bahwa sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yuaitu pembebasan tubuh kita. Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi, jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun. (Rm 8:18-25) 

Mazmur Tanggapan: Mzm 126:1-6; Bacaan Injil: Luk 13:18-21 

“… kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita” (Rm 8:23).

Santo Paulus mengatakan bahwa kita semua telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah (lihat Rm 8:15). Allah telah mengadopsi kita menjadi anak-anak-Nya sendiri. Rasa memiliki martabat, kepantasan, dan bahkan kemampuan untuk dikasihi dapat mengalir dari kebenaran yang mengejutkan ini. Kita semua sebenarnya tidak pantas, namun telah dirahmati dengan warisan ilahi yang tidak seorang pun yang dapat mengambilnya dari diri kita.

Bagaimana caranya kita mengklaim warisan ini? Kita dapat mencoba dengan suatu “eksperimen dalam Roh”. Untuk beberapa hari ke depan (katakanlah tiga hari) kita tentukan sesuatu yang spesifik dalam doa-doa kita, yaitu memohon kepada Roh Kudus agar membimbing kita ke dalam suatu perjumpaan yang lebih mendalam dan lebih akrab dengan Bapa surgawi. Kita juga memohon kepada Roh Kudus untuk melingkupi kita dengan pengetahuan bahwa Allah sungguh adalah “Abba” atau “Ayah” kita (lihat Rm 8:15) – seorang Bapa yang penuh kebaikan, belas kasih dan suatu kasih yang lemah lembut dan melampaui bapa manusia mana pun.

Selagi kita berdoa, perhatikanlah cara bagaimana Roh Kudus mengubah pandangan kita tentang kehidupan. Carilah suatu keyakinan yang lebih mendalam bahwa kita (anda dan saya) dapat menghadap Yesus dan mohon kepada-Nya untuk membebaskan kita dari rasa takut, dosa, atau kebiasaan yang mungkin selama ini membelenggu kita. Kita harus berusaha untuk mengasihi Allah secara lebih mendalam, sesuatu yang mengalir dari hati kita dan yang mengangkat kita di tengah berbagai tantangan atau kemunduran. Marilah kita lihat juga apakah kita dapat melihat diri kita tersenyum, bahkan tertawa dengan lebih cepat dan spontan. Kita harus waspada agar supaya martabat kita yang telah dimenangkan oleh Yesus di atas kayu salib tidak dirampas oleh si Jahat. Kemenangan itu adalah milik kita. “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan …… tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Rm 8:15).

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Sementara kita melanjutkan doa untuk lebih mengenal Allah Bapa secara lebih mendalam, baiklah untuk memikirkan tentang apa yang dimaksudkan dengan anak-anak Allah karena adopsi. Panti asuhan pada umumnya penuh sesak, di mana setiap anak yatim-piatu berharap-harap pada suatu hari sepasang orangtua ideal akan mengadopsi dirinya, dengan demikian mereka dapat mengalami kehidupan yang samasekali berbeda (tentunya lebih baik). Situasi kita dalam Kristus tidaklah seperti dalam panti asuhan seperti itu. Keselamatan dalam Kristus bukanlah suatu realitas masa depan, melainkan sesuatu yang kita mulai alami ketika diri kita digabungkan dengan/ke dalam Kristus pada saat dibaptis dan terus mengalaminya selagi hiidup-Nya bertumbuh dalam diri kita dan di antara kita.

Bagaimana kita dengan cara terbaik dapat menyiapkan adopsi tersebut? Dengan menghayati hidup seakan kita telah menjadi anggota penuh dari keluarga Allah. Keanggotaan itu mungkin sekali-kali sulit untuk dikenali. Para orangtua dan anak-anak mereka yang sedang berada di tengah ketidakcocokan dalam relasi, mungkin tidak menyadari betapa dalam mereka menilai/menghargai satu sama lain. Orang-orang yang terlibat dalam suatu tugas yang rumit dan menuntut banyak pikiran dan tenaga mungkin saja lupa sampai berapa jauh mereka telah melibatkan diri dalam tugas tersebut atau ke arah mana seharusnya mereka melanjutkan pengerjaan tugas itu.

Ada satu hal yang jelas: Dari hari ke hari, Allah bekerja dalam diri kita, tidak hanya memanggil kita sebagai anak-anak-Nya sendiri, tetapi juga rindu untuk mencurahkan kasih kebapaan-Nya atas diri semua orang (anak-anak-Nya) yang datang kepada-Nya. Oleh karena itu, Saudari dan Saudaraku. Marilah kita mengklaim warisan kita, dan biarlah kasih-Nya membanjiri hati kita masing-masing.



DOA: 
Roh Kudus Allah, aku mengetahui bahwa hidup Yesus telah bekerja dalam diriku. Aku tahu bahwa Engkau telah berseru “Abba! Bapa!” dari relung hatiku yang terdalam. Tolonglah aku agar supaya mampu suara-Mu dan hidup hari ini sebagai seorang anggota penuh dari keluarga Allah. Terpujilah Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus. 
Amin.

Ziarah Ke Gua Maria Sawer Rahmat - Cisantana Kuningan

http://theresia-patria-jaya.blogspot.co.id/2015/01/blog-post.html

Pada hari Sabtu, tanggal 24 Oktober 2015, bulan Devosi kepada Bunda Maria, Lingkungan Santa Theresia mengadakan Ziarah Gua Maria Sawer Rachmad, Cisantana, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat dengan jumlah peserta (46 orang) mulai yang berumur 3 tahun hingga 76 tahun.


Adapun Uiub khusus peziarahan suci kita adalah :
  1. Keberhasilan panggilan Frater Subekti menjadi Imam dari Ordo Projo Keuskupan Agung Jakarta, yang pada saat ini sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Nabire Papua.
  2. Keberhasilan Pembangunan Gereja Paroki Kalvari, Pondok Gede Jakarta Timur paling lambat Desember 2015.
  3. Mendapatkan karunia Khusus kesembuhan bagi para sesepuh lingkungan yang pada saat ini mulai mendapat  pencerahan kesehatan dari Tuhan dan Juru Selamat Yesus Kristus.
Gua Maria Sawer Rahmat terdapat disebuah desa di Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang bernama Desa Cisantana. Desa Cisantana terletak di lereng sebelah Timur, Kaki Gunung Ciremai pada ketinggian lebih kurang 700 meter dari permukaan laut. Daerah tersebut merupakan wilayah pertanian dengan suhu udara yang cukup dingin. Menurut catatan di Gereja Cisantana, umat Katolik didaerah ini berjumlah lebih kurang 1.200 orang yang sebagian besar hidup dari pertanian dan beternak sapi perah. Suasananya masih sejuk karena terletak di hutan alami, namun jalan setapak yang berupa jalan salib menuju Gua Maria sudah dialasi dengan potongan tipis batu kali. Mendaki ratusan anak tangga membuat kaki para peserta ziarah semakin lama semakin terasa berat dan nafas jadi ngos–ngosan karena rute jalan yang menanjak esktrim dan menurun, mungkin saja rata–rata peserta sudah lama sekali tidak berolahraga.

Gua Maria Sawer Rahmat yang konon dibangun atas inisiatif penduduk setempat, terletak disebuah bukit yang bernama Bukit Totombok, sebelah Barat Desa Cisantana. Gua Maria Sawer Rahmat kini seakan–akan telah menjadi tempat keramat dan seringkali menjadi tempat prosesi keagamaan umat Katolik. Peresmian Gua Maria Sawer Rahmat ini dilakukan pada tanggal 21 Juli 1990 oleh Kardinal Tomko.


Dengan menggunakan 1 bus dan berangkat sejak pukul 05.30 WIB, dan sampai dipelataran parkir yang berada diareal parkiran Gereja Katolik "Maria Putri Murni Sejati", dan Susteran Ursulin - Cisantana, Cigugur - Kuningan pukul 09.30 WIB.



http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Usai jalan salib, lalu dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi yang bertempat di Gedung Gereja yang berada di sekitar area Gua Maria.

Permenungan yang didapat dari prosesi ziarah ke Gua Maria Sawer Rahmat, rasa – rasanya merubah dalam kehidupan kita, yang kerap membutuhkan orang – orang yang walaupun sejenak membantu. Tetapi bagaimana kita bisa menemukan orang – orang yang seperti Maria, Simon, Veronika yang bersedia membantu secara spontan. Sikap yang yang tidak mau hidup berbagi menjadi penghalang masuk kedalam kehidupan kekal.

Semoga jalan salib yang sudah dilakukan bisa membuka hati dan pikiran hal – hal mana saja yang masih kurang. Inilah inti dari perjalanan peziarahan, mana yang perlu dalam kehidupan. Semoga dengan jalan salib dan Ekaristi kita semakin didekatkan pada Allah.

Dan usai melakukan ziarah ke Gua Maria Sawer Rahmat, pukul 14.30 WIB. Lalu ketika waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB kita kembali ke Jakarta dengan sekalian berbelanja oleh–oleh khas Cirebon didaerah pusat kota, lantas perjalanan kembali pulang menuju Jakarta melalui tol Cipali (tol terpanjang di Pulau Jawa) yang diresmikan oleh presiden Joko Widodo (JOKOWI).

Semoga dengan perjalanan ziarah kali ini, kami umat lingkungan Santa Theresia - Patria Jaya semakin menambah rasa kerukunan, saling mengenal serta persaudaran yang erat diantara umat.

Photo-photo kegiatan Ziarah ke Gua Maria Sawer Rahmat, Cigugur, Cirebon. 


Silahkan Klik : Photo

26 Oktober 2015

Info Gembala Baik KAJ Edisi Ke-9/Thn4/2015






Penyertaan yang Sempurna


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

“Penyertaan-Mu sempurna, rancangan-Mu penuh damai. Aman dan sejahtera walau di tengah badai.” Potongan kalimat dari lagu ciptaan Jonathan Prawira ini sangatlah indah. Saya pribadi tidak tahu proses tercipta dan produksi lagu ini, tetapi saya yakin, lagu “Arti Kehadiran-Mu Tuhan” ini adalah kesaksian tentang betapa sempurna dan baiknya penyertaan dan rencana Tuhan.

Kalau kita melihat tiang awan dan tiang api dalam sejarah keluarnya orang Israel dari Mesir, kita akan mendapatkan bukti tentang tidak bercelanya perlindungan Allah. Bagaimana tidak. Gurun Sinai pada dasarnya adalah pegunungan yang amat panjang. Di sana siang hari panas menyengat serta membakar dan malam hari terasa dingin yang menggigit tulang. Tiang awan ada untuk memberi kesejukan di kala panas dan tiang api ada untuk memberi cahaya dan kehangatan di malam yang dingin dan gelap. Allah manakah yang melakukan hal yang demikian untuk manusia selain Allah kita? Air dipancarkan-Nya dari gunung batu. Laut dibelah-Nya menjadi tanah kering. Manna sorga diberikan-Nya untuk manusia.

Allah kita adalah Allah yang sama saat tiang awan dan tiang api ada. Ia masih sanggup menyatakan rencana-Nya yang sempurna. Tapi, jangan berharap hidup akan selalu lurus dan mulus. Kesulitan akan tetap ada tetapi pertolongan Allah kekal bagi orang-orang yang dikasihi-Nya. Ia tidak pernah meninggalkan kita sendiri, karena penyertaan-Nya sempurna.

Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya.
(Mazmur 18:30)

25 Oktober 2015

MEMUJI DAN MEMULIAKAN ALLAH

*Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Senin, 26 Oktober 2015 


Pada suatu kali Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak. “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.” Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Perempuan ini keturunan Abraham dan sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis; bukankah ia harus dilepaskan dari ikatannya itu?” Waktu ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya. (Luk 13:10-17) 

Bacaan Pertama: Rm 8:12-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 68:2,6-7,20-21 

Melalui bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus mengatakan kepada kita bahwa semangat untuk memuji dan memuliakan Allah tidak boleh dilumpuhkan, melainkan harus didorong dan dipupuk. Bacaan Injil Lukas ini menunjukkan, bahwa ketika Yesus melihat perempuan yang bungkuk itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah (Luk 13:12-13). Kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, dan ia pun menyampaikan kepada orang banyak apa yang diyakininya berdasarkan hukum Taurat (Luk 13:14). Yesus menanggapi ocehan si kepala rumah ibadat tersebut dengan sangat efektif (Luk 13:15-16). Semua lawan-Nya merasa malu dan “semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya” (Luk 13:17).

Di atas kita dapat melihat betapa menakjubkan semangat “memuji dan memuliakan Allah” yang ditunjukkan oleh perempuan bungkuk yang disembuhkan oleh Yesus itu. Semangat yang sama juga ditunjukkan oleh seorang pengemis buta di dekat Yerikho yang disembuhkan oleh Yesus (lihat Luk 18:35-43). Injil Lukas mencatat bahwa setelah disembuhkan, pengemis yang disembuhkan dari kebutaannya itu mengikuti Yesus sambil memuliakan Allah. Melihat hal itu, “seluruh rakyat memuji-muji Allah” (Luk 18:43). Ketika Yesus membangkitan putera dari janda di Nain (lihat Luk 7:11-17), semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata, “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya” (Luk 7:16).

Pada hari Minggu Palma, ketika Yesus mendekati Yerusalem dengan menunggang keledai, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah sambil menyanyikan Mzm 118:26 dengan suara nyaring oleh karena segala mukjizat yang telah mereka lihat (Luk 19:36-38). Kemudian beberapa orang Farisi berkata kepada Yesus, “Guru, tegurlah murid-murid-Mu itu.” Yesus menjawab: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka diam, maka batu-batu ini akan berteriak” (Luk 19:39-40).

Apa implikasinya? Implikasinya adalah, bahwa Allah harus dipuji dan dimuliakan! Kita sebagai anak-anak Allah haruslah memuji dan memuliakan Allah. Jika kita menolak atau abai memuji dan memuliakan Allah, maka Allah akan membangkitkan orang-orang lain untuk memuji dan memuliakan-Nya. Dan jika kita mengakui karya-karya indah dan agung dari Yesus dalam hidup kita, maka tanggapan kita secara alamiah akan berupa tindakan memuji dan memuliakan Allah.

DOA: 
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat daripada segala allah. Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi TUHAN-lah yang menjadikan langit. Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan kehormatan ada di tempat kudus-Nya. (Mzm 96:1-6). Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. 
Amin.

Ibuku memang tidak “bekerja.”



Ibuku memang tidak “bekerja.” Setiap pagi ia selalu bangun lebih awal, memanaskan air untuk kami mandi, berbelanja dan menyiapkan sarapan dan bekal kami sampai kami berangkat sekolah. Setelah itu barulah ia menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri. Ia memang tidak “bekerja” karena seharian penuh yang dilakukannya hanyalah menyapu, mengepel, merapikan dan membereskan rumah. Tumpukan baju kotor disergapnya. Cucian di dapur dibersihkannya. Sampah-sampah dibuangnya. Semua yang digelutinya hanya tentang rumah.

Ibu memang tidak “bekerja” tetapi koneksinya cukup banyak. Ibu-ibu lain sering datang kepadanya untuk curhat dan ia akan mencoba memberi jawaban atas persoalan mereka. Ia juga sering berkunjung ke rumah teman-temannya yang mungkin minggu lalu sakit atau tidak datang persekutuan. Ia akan mendoakan mereka. Ibuku memang tidak “bekerja,” tapi sampai kami tertidur ia masih harus menyiapkan air mandi dan makan (malam)  lagi menemani kami belajar atau nonton tv, mendengar celotehan kami tentang apa yang terjadi hari itu, hingga akhirnya menutup semua pintu dan jendela di malam hari. Ibuku mungkin tidak “bekerja” karena sekarang ia sudah teramat sangat sibuk.

Menjadi seorang ibu jelas bukan hal yang mudah. Menjadi anak adalah satu hal yang sangat menyenangkan (karena kita punya orang tua yang akan menjaga kita), tetapi menjadi ibu? Emmm.....Ibu akan menjadi teman, rekan, penasihat, guru, pembimbing, dan pengajar kita. Ia melakukan banyak hal bukan untuk dirinya sendiri, tetapi lebih untuk orang lain, untuk keluarganya. Ibu yang baik juga akan mendoakan kita, meminta bagi kita hal-hal terbaik dari Tuhan, menuntun kita untuk mengenal dan berjalan dalam kebenaran. Lalu, masih adakah sosok ibu di dekat Anda? Jika ya, bersyukurlah—tidak semua orang memiliki kesempatan untuk merasakan kebahagiaan bersama ibu. Inilah waktunya untuk menunjukkan kasih kita kepada mereka meski mereka tidak “bekerja.”

Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah.
(I Timotius 5:4)

Perjumpaan Yang Mengubahkan


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Kisah Zakheus si pemungut cukai adalah cerita Alkitab yang sangat terkenal. Keinginan besar Zakheus yang pendek untuk melihat Yesus membawanya naik ke sebuah pohon. Tidak berhenti pada sekedar melihat saja, Yesus yang mengetahui ada Zakheus di atas pohon justru memberikan diri-Nya untuk mampir dan makan di rumahnya. Selanjutnya, kita mengetahui bahwa perubahan yang luar biasa terjadi dalam hidup Zakheus. Ia bertobat. (Tapi tahukah Anda bahwa arti nama Zakheus adalah “kesucian” dan bahwa Yerikho (tempat di mana ia bertemu dengan Yesus berarti “perubahan.”)

Pohon yang dipanjat oleh Zakheus seringkali dijadikan gambaran dari kayu salib. Lewat kayu salib setiap orang tidak hanya akan sekedar melihat Yesus, tetapi juga bertemu dengan-Nya, mengenalnya secara pribadi. Lewat salib orang akan menerima sorga (keselamatan). Lewat salib orang juga akan menerima pemulihan (kesembuhan, kebebasan, dan hidup). Lewat salib orang juga akan mengalami perubahan (mereka menjadi pribadi yang lebih baik).

Kalau Anda bertemu dengan Yesus sekarang, Anda akan mengalami semuanya itu. Itulah mengapa kita harus bertemu dengan-Nya setiap hari. Ia dapat mengubah Zakheus menjadi orang yang baik, Ia juga dapat mengubah kita menjadi orang yang lebih baik. Dan lebih dari itu, ia akan menyembuhkan, membebaskan dan menyelamatkan kita.

Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu".
(Lukas 19:5)

Iman Dan Rasa Syukur

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXX [TAHUN B] – 25 Oktober 2015) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Ketika Yesus keluar dari Yerikho bersama-sama murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya, “Teguhkanlah hatimu, berdirilah, ia memanggil engkau.” Orang buta itu menanggalkan jubahnya, lalu segera berdiri dan pergi kepada Yesus. Tanya Yesus kepadanya, “Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?” Jawab orang buta itu, “Rabuni, aku ingin dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. (Mrk 10:46-52)

Bacaan Pertama: Yer 31:7-9; 
Mazmur Tanggapan: Mzm 126:1-6; 
Bacaan Kedua: Ibr 5:1-6

Bacaan Pertama hari ini dialamatkan kepada orang-orang Yahudi yang hidup dalam pengasingan di Babel. Barangkali “berada” di Babel adalah suatu cara yang lebih baik untuk mengatakannya, karena pada kenyataannya mereka adalah orang-orang tertindas, hidup sebagai para budak di dalam sebuah negeri asing yang terletak jauh dari tempat tinggal mereka di Palestina. Selama periode pengasingan (pembuangan), semangat keagamaan mereka hampir seluruhnya terserap dalam permohonan yang tak henti-hentinya agar supaya Allah akan mengingat mereka dan membebas-merdekakan mereka. Di atas segalanya, mereka rindu sekali untuk kembali ke negeri mereka sendiri, ke kota Yerusalem yang mereka cintai, dan teristimewa ke Bait Suci, di mana mereka menyembah Tuhan -Allah. Allah, dalam bacaan dari Kitab Yeremia ini, berjanji bahwa Dia sungguh akan membebaskan umat-Nya dan memimpin mereka kembali dengan selamat ke negeri asal mereka. Allah memegang janji-Nya. Namun, setelah itu suatu hal yang aneh terjadi. Orang-orang itu (umat Allah) mulai menjauhi-Nya. Selama dalam pembuangan, yang mereka pikirkan tidak lain adalah Allah, satu-satunya pengharapan mereka. Setelah Allah memenuhi janji-Nya, walaupun mereka mulai dekat lagi dengan Bait Suci, praktis mereka melupakan segala sesuatu tentang Allah.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita melihat bahwa yang mempunyai kebutuhan akan pertolongan Allah bukanlah sebuah umat, melainkan seorang pribadi. Bartimeus – Anak Timeus – adalah seorang buta. Dari gambaran mendalam yang diberikan oleh Injil berkenan dengan insiden ini, kita dapat memperoleh kesan tersendiri bahwa Bartimeus adalah seorang yang masih muda usia, bukan seorang tua yang daya penglihatannya kian menurun, walaupun secara bertahap, yang hanya beberapa tahun saja sebagai sisa hidupnya di atas bumi. Seluruh hidupnya terbentang di hadapannya, namun demikian ia tertindas oleh segala hal yang menimpa dirinya, seorang budak dari kegelapan yang terus-menerus dan bersifat tetap. Jadi, tidak mengherankanlah apabila orang buta ini tidak ragu-ragu untuk berseru, “Yesus, anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47) ketika dia mendengar bahwa Yesus-lah yang lewat. Ketika dia ditegur oleh banyak orang yang mencoba untuk menghentikan teriakannya, dia malah berseru dengan lebih keras lagi,“Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:48).

Pada saat itu, Bartimeus tidak memikirkan apa pun kecuali kemungkinan bahwa Yesus akan menyembuhkan dirinya dari kebutaan. Dan Yesus memang menyembuhkannya! Pada saat ia mempunyai kebutuhan yang besar, Bartimeus berpaling kepada Yesus, namun kita harus bertanya-tanya apakah yang akan terjadi setelah kesembuhannya. Apakah imannya kepada Yesus akan mengendur secara berangsur-angsur setelah dirinya dibebaskan dari kebutaan, seperti yang terjadi dengan nenek moyangnya setelah mereka dibebas-merdekakan dari pembuangan di Babel? Kita tidak memiliki indikasi kuat bahwa Bartimeus adalah salah satu dari sedikit orang yang menjadi pengikut Yesus yang setia, namun kita juga mau melihatnya secara positif. Injil mencatat yang berikut ini: Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya (Mrk 10:52).

Ayat terahir ini merupakan puncak seluruh kisah. Kiranya pertama kali seumur hidup Bartimeus sungguh bergerak bebas! Tetapi saat ia sembuh, Bartimeus menggunakan kebebasan yang baru diperoleh untuk mengikuti Yesus. Mana yang lebih baik menggunakan kebebasan daripada mengikat diri kepada Tuhan? 



Kita semua kiranya dapat menerima kenyataan bahwa apabila kita berada dalam kesusahan besar, ketika kita sungguh membutuhkan pertolongan, maka hampir secara instinktif kita akan berpaling kepada Allah supaya memperoleh pertolongan. Doa sedemikian tentunya baik, namun mengapa kita merasa begitu susah mengingat untuk mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah? Satu alasan mungkin karena kita mempunyai ide bahwa doa pada dasarnya adalah mengajukan permohonan kepada Allah untuk hal-hal yang kita butuhkan. Doa mempunyai makna yang jauh melampaui dari sekadar pengajuan permohonan kepada Allah. Doa mencakup juga juga memuji Allah untuk kebaikan dan kuat-kuasa-Nya, dan berterima kasih penuh syukur kepada-Nya karena Dia juga meneruskan kebaikan dan kuat-kuasa-Nya kepada kita.

Barangkali alasan mengapa kita tidak berterima kasih kepada Allah dengan cara yang sepatutnya, jauh lebih mendalam daripada sekadar karena “terlupa”, atau karena gagal untuk menyadari bahwa doa mencakup juga ungkapan syukur. Di kedalaman hati kita, kita mungkin merasakan bahwa ada hal-hal kecil untuk mana kita harus merasa bersyukur. Hidup itu sulit – misalnya mengupayakan hidup perkawinan yang berbahagia, melakukan yang terbaik untuk membesarkan anak-anak kita pada saat-saat di mana situasi-kondisi hidup modern kelihatan begitu menentang kita, bekerja untuk memenuhi berbagai kebutuhan di bidang keuangan walaupun kelihatannya sulit sekali, dan mempertanyakan apakah semua itu bukanlah upaya yang sia-sia. Kita dapat mengembangkan sejenis myopia atau kesempitan pandangan, selagi kita hanya melihat masalah-masalah yang sekarang ada di bawah hidung kita dan gagal untuk memusatkan perhatian pada segala hal indah yang Allah telah lakukan bagi kita dan janjikan kepada kita di masa depan. Memang masalah kita adalah “kesempitan pandangan rohani” (spiritual myopia). Jadi, apabila kita ingin memohon sesuatu dalam doa, kita harus memohon kepada Yesus untuk menjernihkan visi spiritual kita, seperti Dia menyembuhkan Bartimeus dari kebutaan fisiknya. Iman adalah satu-satunya penyembuh atas kesempitan pandangan rohani, suatu iman mendalam yang memampukan kita untuk melihat dengan jelas kebenaran dari mazmur tanggapan hari ini: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita” (Mzm 126:3).

Yesus berkata kepada Bartimeus: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Mrk 10:52). Memang tidak ada obat penyembuh selain iman. Tanpa iman sejati, kita akan melihat agama seperti balon seorang anak kecil, yang penuh dengan gambar indah di bagian luar, namun hanya diisi dengan udara di bagian dalam. Balon seperti itu mudah pecah. Dengan iman, kita dapat melihat dari bagian luar balon tersebut dan menyadari bahwa balon itu dipenuhi dengan kekuatan dan kebaikan Allah, dan balon tersebut akan berkembang secara konstan tanpa pernah meletus. Hanya dengan iman kita dapat melihat dengan jelas bahwa “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita”, dan bahwa kita mempunyai alasan mendalam untuk memuji dan berterima penuh syukur kepada-Nya untuk kuat-kuasa-Nya dan kasih-Nya.


DOA: 

Bapa surgawi, kami bersyukur penuh terima kasih kepada-Mu karena dalam Yesus Kristus, Putera-Mu, Terang-Mu datang di dunia, membebaskan kami dari kegelapan dan mengundang kami ke jalan kehidupan. Ia beserta kami selalu, asal kami memiliki mata untuk melihat; dan Ia berbicara kepada kami selalu, asal kami memiliki telinga untuk mendengar. Berilah kepada kami mata baru dan telinga baru, agar kami mampu melihat kehadiran-Nya dan mendengar panggilan-Nya dalam hidup kami dan hidup orang lain. Berilah juga kepada kami keberanian untuk mengikuti jejak-Nya dengan setia. 
Amin.