Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

28 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin === Sabtu, 28 Februari 2015


Ul 26:16-19 | 
Mzm 119:1-2.4-5.7-8 | 
Mat 5:43-48

Haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya.
Dalam kotbah di bukit Yesus berkata kepada murid-muridNya, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga. Sebab Ia membuat matahariNya terbit bagi orang yang jahat dan bagi orang yang baik pula, hujan pun diturunkanNya bagi orang yang benar dan juga orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya."
---ooOoo---

Ajaran Yesus yang dianggap mustahil oleh banyak orang adalah, ajakan untuk mencintai musuh. Seorang sahabat dari Libya, ketika sama-sama mengikuti program komunikasi di Kairos, Irlandia, mengatakan, bahwa Nabi Isa mengajarkan suatu nilai yang sama sekali bertentangan dengan hukum psikologis manusia. Tak mungkin kita mencintai musuh. Seorang musuh justru harus diajar dengan cara yang keras, bila perlu dicabut saja nyawanya. Seorang teman lain dari Sligo, kota asal personel group band West Life, spontan mengatakan kalau ia keliru. Ajaran Yesus itu tidak bertentangan dengan psikologi manusia, melainkan menjaga agar keutuhan rasa damai manusia tetap baik dan terawat. Damai adalah kerinduan jiwa manusia sedangkan permusuhan merupakan hal yang merusakkan ketenteraman jiwa manusia. Yesus benar; Ia tidak mengajarkan hal yang bertentangan. Perdebatan singkat ini berakhir dengan pemahaman yang baik dari teman asal Libya itu.

Yesus menghendaki agar pengikut-Nya mempunyai idealisme dalam hidup, yaitu menjadi sempurna seperti Bapa. Untuk itu kita perlu terus berjuang menghargai sesama dan menyadari, bahwa Allah hadir dan berkarya dalam diri orang lain. Itu alasan mengapa tak boleh memusuhi sesama. Kalau toh terlanjur bermusuhan, Yesus mengajarkan, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."

Mencintai musuh memang tidak mudah, tetapi kalau kita berhasil memaafkan dan akhirnya mencintai musuh kita, justru membawa rasa bahagia yang tidak terukur. Dan itu akan membuka pintu maaf bagi musuh-musuh yang lain. Dengan itu kita lebih mudah memahami orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kita memang perlu mencintai musuh demi kebahagiaan hidup kita sendiri.

  1. Apakah anda pernah berdoa bagi seorang musuh?
  2. Apakah anda cukup berani untuk memohon maaf jika melakukan kesalahan?




27 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin === Jum'at 27 Februari 2015

Renungan Jumat, 27 Februari 2015: Pemurnian Hati

Pekan Prapaskah I (U)
St. Gabriel Possenti;
St. Leander
Bacaan I: Yeh. 18:21–28;
Mazmur: 130:1–2,3–4ab,4c-6,7–8
Bacaan Injil: Mat. 5:20–26.
Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: ”Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari­pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga".(Mat 5:20) Kamu telah mendengar yang difirmankan ke­pada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.”
Renungan
Dalam hidup bersama, tentu kita pernah melihat seorang tampak rajin ke gereja, aktif dalam kegiatan di paroki, menjadi pengurus organisasi kerohanian namun keluarganya berantakan dan sulit berdamai dengan sesama. Sabda Tuhan hari ini jelas, hidup keagamaan haruslah memancarkan sikap batin yang penuh kasih dan damai, bukan sebaliknya. Karena semua kegiatan peribadatan yang benar akan membentuk pribadi yang mencerminkan kasih Allah semata.
Yehezkiel bersaksi bahwa Allah itu maharahim, panjang sabar dan menghendaki para pendosa bertobat daripada mati tanpa pertobatan.Setiap pribadi yang bertobat adalah hadiah istimewa bagi Kerajaan-Nya. Demikian pun Yesus Kristus dalam Injil hari ini menasihati para murid-Nya untuk menghayati hidup agamanya dengan cara yang lebih baik daripada kaum Farisi yang munafik. Kebaikan itu harus nyata dalam tutur kata yang santun, suka berdamai, rela mengampuni. Dengan demikian, kita dapat hidup bahu-membahu dalam mencapai tujuan kekudusan sebagai orang-orang Kristiani.
Tuhan, berilah aku rahmat agar aku sanggup menciptakan damai di mana saja aku berada. Amin.


===============

Kepada para murid, Yesus berbicara tentang dua hal, yaitu :
(a) pentingnya melakukan kehendak Allah, dan 
(b) pentingnya berdamai dengan musuh. 
Dengan penekanan ini, Yesus ingin agar para murid-Nya menyadari, bahwa hidup di dunia ini mempunyai arah ziarah yang jelas yaitu, ziarah dari kandungan seorang ibu menuju kandungan bumi. Dalam rentang ziarah yang relatif pendek, kita mengisi hidup dengan relasi dan karya yang membawa aneka akibat. Kita bisa punya banyak sahabat dan sukses, tetapi bisa juga punya banyak musuh dan gagal. Kita perlu menyikapinya secara tepat, agar lebih banyak sukses dan sahabat yang dapat mendukung perkembangan hidup kita.
Itulah alasan peringatan Yesus, agar kita menghormati kehidupan, tidak membunuh, baik secara langsung maupun dengan kata-kata. Yesus juga menasehati agar kita menghargai persaudaraan dengan tidak menciptakan permusuhan. Permusuhan selalu mengusir rasa damai dan tenteram dari hati. Orang yang sedang bermusuhan hatinya tidak aman, tidak damai dan tidak tenteram. Ia tertekan dan tidak bersemangat menjalani hidup. Maka, kalau ada orang yang ingin berdoa tetapi masih menyimpan marah dan dendam terhadap saudaranya dan menyebabkan hatinya tidak damai, baiklah ia pergi memohon maaf dahulu sehingga ia dapat berdoa dengan hati yang aman dan damai.
Harapan Yesus ini tidak hanya ditujukan kepada para murid saat itu, tetapi juga kepada kita semua yang hidup di zaman yang penuh dengan pertentangan dan permusuhan ini. Semoga kita menjadi duta-duta damai, kapan dan di manapun kita berada.
  1. Apakah anda sedang mempunyai musuh? 
  2. Dan bersediakah anda berdamai dengan dia?
  3. Apakah anda akan konsentrasi secara baik bila hatimu terganggu oleh permusuhan?


26 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin === Kamis 26 Februari 2015



Pekan Prapaskah I (U)
St. Alexandra;
St. Didakus Carvalho
Bacaan I        : T.Est. 4:10a.10c-12.17-19
Mazmur         : 138:1-2a.2bc-3.7c-8; R:3a
Bacaan Injil   : Mat. 7:7-12
Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu."

Karena setiap orang yang meminta, mene­rima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibuka­kan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia me­­minta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
Renungan

Anak kecil biasanya sangat polos dan jujur, ia akan dengan mudah meminta kepada orangtuanya apa saja yang ia butuhkan. Sebuah tanda ketergantungan dan kepercayaan pada pihak lain tanpa keraguan sedikit pun. Setelah beranjak dewasa, biasanya orang mulai berhati-hati dalam meminta. Spontanitas dan kepolosan di masa anak-anak sudah mulai dicampuri dengan rasa malu, gengsi atau pun faktor lain yang menjadikannya enggan untuk meminta. Dalam meminta, sikap batin yang dibutuhkan adalah kerendahan hati dan rasa percaya. Sikap tersebut hanya dapat tumbuh pada hubungan yang akrab satu sama lain.
Ester sadar akan kelemahannya di saat menghadapi bahaya perang. Dia percaya hanya Allah yang dapat membebaskan mereka dari bahaya itu, maka dengan penuh iman ia berdoa. Allah mendengar doanya lalu menolong bangsa Israel luput dari bahaya peperangan.
Allah itu Bapa yang mahabaik. ”Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Mat. 7:11). Yesus menasihati para murid-Nya agar selalu berdoa dalam segala kesempatan. Kita perlu menjalin hubungan yang akrab dengan Allah melalui hidup doa. Seperti Ester, kita sadar akan ketidak berdayaan kita dan mengandalkan Tuhan sebagai penopang hidup kita.
Tuhan, berilah aku semangat kerendahan hati dan rasa percaya bahwa Engkaulah andalanku. 
Amin.

======================

Yesus memberi pelajaran mengenai doa yang memiliki tiga corak. Pertama, ‘meminta’. Ada dua kondisi yang menyertainya, yaitu meminta “dengan penuh percaya kepada Allah” (Mat. 21:22), dan mewujudkan kepercayaan itu dalam perbuatan (lih. Yak. 2;26). Di sini, doa yang benar selalu diikuti dengan perbuat an, yang didasarkan anugerah iman saat berdoa.

Kedua, ‘mencari’ kehendak Allah. Doa selalu merupakan proses pengenalan kehendak Allah. Di sini, “tinggal dalam Allah” seperti diungkapkan perikop Pokok Anggur yang Benar (Yoh. 15:1-8), menjadi sangat menentukan. Doa selalu mengandung kontemplasi, pengosongan diri, sehingga Allah yang menjadi subyek utama; Dialah yang hadir, berbicara, dan bertindak!

Ketiga, ‘mengetok’ kerahiman Allah, seperti digambarkan dalam perumpamaan Luk 11:5-8, di mana ketekunan ‘terus mengetok’, menghasilkan sesuatu yang berguna bagi orang lain; aku ingin menghidangkan roti untuk sahabat yang datang pada tengah malam (ay.5).

Di sinilah, iman dan doa itu menjadi kesatuan. Doa yang benar muncul dari kasih Allah, yang telah dicurahkan kepada hati manusia melalui Roh Kudus. Itulah pelajaran doa dari Guru kita.

Bapaku yang baik, terima kasih karena Engkau selalu memberikan yang terbaik bagiku. Aku bersyukur karena memiliki Engkau sebagai Bapa.
Amin.

  1. Apakah anda betul mengandalkan Allah dalam setiap rencana dan karyamu?
  2. Apa anda pernah menyadari etika mencari dengan mengandalkan Tuhan?

25 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin === Rabu 25 Februari 2015


Bacaan Injil, Rabu 25 Februari 2015: Luk 11:29

Pekan Prapaskah I (U)
Sta. Walburga
Bacaan I    : Yun. 3:1-10
Mazmur    : 51:3-4.12-13.18-19; R:19b
Bacaan Injil    : Luk. 11:29-32

Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: ”Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus."

Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini. Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo! Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!
Renungan

Nabi Yunus tertimpa kesusahan besar sebab ia menolak panggilan Tuhan untuk menjadi nabi. Dengan penuh penyesalan dan tobat Yunus berdoa kepada Tuhan tanpa meminta tanda, selain mengatakan segala keadaannya sambil bernazar mau mempersembahkan korban syukur kepada Allah. Doanya dikabulkan dan ia dibebaskan dari situasi buruknya.
Yesus agak marah ketika orang-orang Farisi datang kepada-Nya untuk meminta tanda. 
Yesus menolak permintaan mereka. Iman itu harus bertumbuh dari keyakinan akan Allah yang mahabaik, bukan karena melihat tanda-tanda dari surga. Karena itu prinsip kita dalam berdoa: ”Lakukan saja apa yang menjadi kewajiban kita untuk berdoa dan Allah akan melakukan apa yang menjadi kewajiban-Nya atas kita!”.
Tuhan, bebaskanlah aku dari godaan untuk menuntut tanda-tanda dari-Mu sebab aku yakin Engkau Allah yang mahabaik. 
Amin.


---ooooOoooo---

Ketika berbicara tentang tanda Nabi Yunus, Yesus menyinggung satu nilai penting, yaitu kepekaan membaca tanda-tanda kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa hidup manusia. Yesus nampak kesal karena orang Farisi, ahli Taurat serta para imam tidak mempunyai kepekaan spiritual untuk membaca kehadiran-Nya di antara mereka. Yesus sadar, bahwa orang Farisi, ahli Taurat serta para imam mengetahui dengan baik warta tentang Sang Mesias yang akan datang. Namun dalam kenyataan, walau mereka telah melihat tanda-tanda yang menunjukkan peran Yesus sebagai mesias, hati mereka tetap tegar dan tidak mengakui dan tidak menerima realitas tersebut.
Yesus mengajak untuk menyadari, bahwa Allah selalu hadir dan menuntun kita melalui peristiwa-peristiwa hidup yang kita alami setiap hari. Allah berkenan menurunkan rahmat kesembuhan melalui seorang dokter, memperingatkan kita melalui nasehat bahkan kritikan sesama, memenuhi keinginan dan kebutuhan kita melalui peran-peran yang dimainkan oleh setiap orang dalam bidang-bidang karya yang dilakoninya.
Kepekaan kita untuk membaca tanda-tanda kehadiran Allah tergantung pada kepekaan hati nurani kita dan kebeningan pikiran kita. Orang yang mampu membaca tanda-tanda kehadiran Allah dalam hidupnya akan mudah bersyukur, karena ia menyadari bahwa belas kasih Allah selalu tercurah padanya melalui pengalaman, peristiwa dan setiap orang yang ia jumpai dalam hidupnya. (fm)
  1. Apakah anda menyadari bahwa Allah bekerja melalui sesama?
  2. Peristiwa seperti apa yang membuat anda lebih mudah mengalami kehadiran Allah?

24 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin == Selasa, 24 Februari 2015

Bacaan Injil, Selasa 24 Februari 2015: Mat 6:7-15


Pekan Prapaskah I (U)
St. Montanus dan Lucius, dkk.
Bacaan I      : Yes. 55:10-11
Mazmur       : 34:4-5.6-7.16-17.18-19; R:18b
Bacaan Injil : Mat. 6:7-15
Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: ”Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu ber­tele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: 

Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]
Karena jikalau kamu mengampuni ke­salahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
 
Renungan

Santa Teresa dari Lisieux dalam catatan hariannya menulis,”Buatku, doa adalah gelombang hati, doa adalah cara sederhana untuk melihat surga, doa adalah jeritan pengakuan dan cinta, yang merangkul baik pencobaan maupun kesukacitaan.” Doa menjadi nafas bagi kehidupan St. Theresia, karena dalam hidupnya yang singkat di dunia ini, ia menghayati keakraban dengan Tuhan dalam doa-doanya yang sederhana namun penuh iman.

Nabi Yesaya bersaksi bahwa ”Firman Tuhan itu bagaikan hujan dan salju yang turun dari langit, ia tidak kembali ke langit, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur…..”(bdk. Yes. 55:10). Bila kita berdoa, rahmat-Nya akan mengalir bagaikan hujan dan salju menetesi hati setiap orang dan menyuburkan harapan kita. Doa itu penting dan sangat berguna, tetapi rahmat dari doa bukan bergantung pada panjang pendek serta indahnya kata-kata doa, melainkan pada sikap batin yang penuh kasih (rela mengampuni), pada iman kita akan Allah, mengakui Allah sebagai Bapa yang mahabaik dan mendengarkan doa-doa kita. Kebenaran ini diajarkan Yesus dalam doa Bapa Kami.

Tuhan, bantulah aku agar selalu tekun berdoa dengan penuh iman 
dan bakti kepada-Mu. 
Amin.

==================


Seorang kyai anggota Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Kalimantan Tengah, dalam satu kesempatan santai di Kantor FKUB, mengatakan : "Saya paling suka dengan Doa Bapa Kami. Nabi Isa merangkai suatu doa yang sangat indah. Doa itu mengandung banyak hal antara lain: Allah disapa sebagai Bapa, Allah diminta untuk menurunkan kuasa-Nya ke bumi, Allah diminta untuk menurunkan rejeki bagi manusia, Allah diminta untuk mengampuni dosa manusia, Allah diminta untuk melindungi manusia dari segala pencobaan dan Allah diminta untuk membebaskan manusia dari hal-hal yang jahat. Bagi saya doa ini merupakan doa yang sempurna." Menanggapi kekaguman itu, seorang pendeta Pantekosta, juga anggota FKUB, mengatakan, "Bagi kami, Nabi Isa itu sosok Ilahi yang solider dengan manusia dan mengerti betul semua keinginan manusia dalam hidupNya. Maka kami harus berusaha hidup menurut nilai-nilai yang terkandung dalam doa Bapa Kami itu." Mereka berdua nampaknya sepaham.
Doa Bapa Kami mengandung suatu katekse sarat nilai, seperti yang diuraikan sang kyai di atas. Ada banyak nilai yang membingkai hidup kita untuk menjadi orang yang berkenan dihadapan Allah. Nilai-nilai itu antara lain, keinginan untuk dekat dengan Allah sebagai Bapa, keinginan untuk mengalami kuasa cinta Allah, keinginan untuk diampuni, keinginan untuk mudah memaafkan orang lain, keinginan untuk luput dari segala pencobaan dan keinginan untuk dibebaskan dari hal yang jahat. Doa ini lengkap, sehingga dengan berdoa Bapa Kami, anda sudah menggugah hati Allah untuk mencintai dan memelihara dirimu sesuai dengan kerinduan hatimu. 
  1. Apakah anda pernah merenungkan nilai-nilai yang ada di balik doa Bapa Kami?
  2. Seberapa sering anda berdoa Bapa Kami yang dirangkai dengan doa Rosario?


23 Februari 2015

JADWAL JAGA SIE DANA PANITIA PASKAH 2015



Renungan Ziarah Batin ==== Senin, 23 Februari 2015

Renungan Senin, 23 Februari 2015: Pasti Bisa!




Bacaan I      : Im. 19:1-2.11-18

Mazmur       : 19:8.9.10.15; R: Yoh 6:64b
Bacaan Injil : Mat. 25:31-46



Yesus  berkata kepada murid-murid-Nya: ”Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. (Bacaan selengkapnya lihat Alkitab....)

Renungan

Mother Teresa dari Calcutta mengatakan,”Mereka yang tidak diinginkan dan tidak dicintai ...mereka yang berjalan di dalam dunia tanpa ada satu pun yang memperhatikan. Pernahkah kita pergi untuk menemui mereka? Pernahkah kita mengenal mereka? Pernahkah kita mencoba untuk menemukan mereka?” Sebuah ajakan praktis untuk mencintai sesama terutama kepada mereka yang sering kita abaikan. Beliau adalah pelaksana Sabda yang sejati, terutama Sabda Kasih yang sering kita hafal dan banggakan sebagai orang Kristen.



 Dalam Kitab Imamat, Allah mengingatkan umat-Nya akan betapa pentingnya menghormati dan mencintai sesama manusia, sebab manusia itu citra Allah. Manusia harus menghormati kekudusan Allah melalui cinta kepada sesama, terutama terhadap mereka yang miskin, cacat dan menderita. Yesus melalui khotbah tentang pengadilan terakhir mengungkapkan: ”Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25: 40).
Siapa pun sesama itu dan bagaimana saja keadaan hidup mereka, entah berdosa, cacat dan berkekurangan, kita semua sama di hadapan Allah. Kasih mengasihi antara sesama bukan lagi sebagai seruan pengandaian melainkan suatu keharusan hidup.


Tuhan, bantulah aku agar mampu mencintai semua orang terutama mereka yang miskin dan terlupakan melalui perbuatan-perbuatanku yang nyata. 
Amin.
==================

Pasti Bisa!



Pekan I Prapaskah; Im 19:1-2.11-18; Mzm 19; Mat 25:31-46

Ada enam kebutuhan kasih, yang ditunjukkan Yesus dalam ajaran Penghakiman Terakhir, yaitu makanan, minuman, tumpangan, pakaian, perawatan, dan kunjungan. Setiap orang pasti mampu memberi enam kebutuhan itu, tanpa harus belajar. Bagi si pemberi, keenam kebutuhan itu mungkin tak seberapa, namun bagi si penerima, keenam kebutuhan itu sering menentukan masa depan mereka. Masalahnya, apakah hal itu disadari?

Yesus bicara tentang hati. Kita memiliki martabat kemanusiaan yang bercorak self giving love, ‘kasih pemberian diri’, demikian St Yohanes Paulus II. Kasih itu punya dua corak. Yang satu, subjeknya Allah, dan yang lain subjeknya diri sendiri. Yesus datang untuk membuat kasih setiap orang menjadi kasih dari Allah, seperti kata Paulus, “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rom 5:5).

Ukuran Allah inilah yang akan dipakai untuk menilai hidup kita. Bukan hanya terhadap yang sudah diperbuat, tapi juga terhadap yang gagal kita lakukan. Cukuplah contoh dari para gadis yang mo¯ rós (Yun. bodoh) pada Mat.25:8, yang tak mampu menangkap realitas, atau dari para hamba yang okne¯ rós (Yun. malas) pada Mat.25:26, yang mudah mundur karena tak siap. Jika ‘berbuat sesuatu’ itu selalu memberi dampak, demikian pula ‘tidak berbuat sesuatu’ juga memiliki konsekuensi.




22 Februari 2015

Renungan === Minggu, 22 Februari 2015

Renungan, 22 Februari 2015: Bertobatlah dan Percayalah pada Injil

Bertobatlah dan Percayalah pada Injil

Secara khusus dalam Masa Prapaskah ini, kita diingatkan untuk tidak tinggal tetap dalam dosa, atau tidak tinggal tetap dikuasai setan dan roh-roh jahat. Kita harus melaksanakan seruan Yesus: “Bertobatlah dan percaya pada Injil!”

Minggu Prapaskah I: Kej 9:8-15; Mzm 25; 1Ptr 3:18-22; Mrk 1:12-15

Penginjil Markus menulis: “Segera sesudah itu, Roh memimpin Yesus ke padang gurun. Di padang gurun itu, Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai oleh Iblis” (Mrk 1:12-13). Cerita Markus tentang Pencobaan Yesus begitu singkat dibanding dengan cerita Matius (Mat 4:1-11) dan Lukas (Luk 4:1-13). Dikatakan bahwa cerita Matius dan Lukas tentang Pencobaan Yesus merupakan perluasan atau pengembangan dari cerita Markus. Dengan cerita pencobaan ini, Markus menggambarkan karya penyelamatan Yesus. Sebagai Putra Allah dan pembawa Roh Kudus (Mrk 1:10-12), Yesus mampu mengalahkan atau menghancurkan kerajaan setan dan roh-roh jahat. Habitat dari mereka ialah padang gurun.

Ada suasana perang antara Yesus dan setan, antara kekuatan baik dan kekuatan jahat. Oleh Roh Kudus, Yesus dimasukkan ke dalam suasana perang itu. Tidak seperti dalam Matius dan Lukas, isi pencobaan tidak diceritakan Markus. Markus mewartakan, Yesus mampu mengalahkan setan dan roh-roh jahat. Yesus mampu mengalahkan setan yang dilambangkan dengan binatang-binatang buas (bdk. Yes 13:21-22; Yeh 34:5,8,25). Dengan itu, Yesus mendapatkan kembali surga yang hilang oleh karena godaan setan atas Adam dan Hawa.

Dalam mengalahkan setan, Yesus dibantu malaikat-malaikat yang merupakan balatentara surgawi di pihak Allah demi melawan setan dan roh-roh jahat. Memang hasil perjuangan Yesus melawan setan dan roh-roh jahat tidak disampaikan secara jelas oleh Markus dalam perikop ini. Barulah dalam Mrk 3:27, secara jelas Markus menyatakannya.

Misteri Kerajaan Allah ini diwartakan Yesus dan pendahulu- Nya, yakni Yohanes Pembaptis. Bagi Yesus, isi pewartaan-Nya ialah Kabar Gembira (bdk. Yes 61:1-2; 40:9; 52:7). Selanjutnya, pewartaan Yesus tentang misteri Kerajaan Allah dilanjutkan Gereja, yaitu para pengikut Yesus. Yesus mewartakan Misteri Kerajaan Allah yang nampak secara penuh dan final dalam diri-Nya. Bagaimana manusia seharusnya menanggapi pewartaan Yesus ini? Manusia harus menjawabnya dengan bertobat dan percaya pada Injil.

Sejak Rabu Abu, Gereja Katolik memasuki Masa Puasa dan Masa Prapaskah. Kita sadar, seperti Adam dan Hawa, kita senantiasa dicobai setan melalui rupa- rupa cara. Tidak seperti Yesus, kenyataannya kita manusia tak mampu mengalahkan setan dan roh-roh jahat. Kita senantiasa jatuh dalam dosa.

Secara khusus dalam Masa Prapaskah ini, kita diingatkan untuk tidak tinggal tetap dalam dosa, atau tidak tinggal tetap dikuasai setan dan roh-roh jahat. Kita harus melaksanakan seruan Yesus: “Bertobatlah dan percaya pada Injil!” Dan, tanda pertobatan ialah pembaptisan. Berbeda dengan Air Bah yang membinasakan manusia berdosa, Air Baptis justru menyelamatkan kita “berkat kebangkitan Yesus Kristus yang telah naik ke surga dan kini duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia menaklukkan segala malaikat, kuasa, dan kekuatan kepada-Nya” (1Ptr 3:22).

Sesudah bertobat dan percaya pada Injil, kita sebagai pengikut Yesus tak boleh tinggal diam. Kita harus ambil bagian dalam karya pewartaan- Nya tentang pertobatan dan percaya pada Injil. Kata Paus Fransiskus dalam Anjuran Apostolik Evangelii Gaudium no.15: “Yohanes Paulus II meminta kita untuk mengakui bahwa tidak boleh ada berkurangnya dorongan untuk mewartakan Injil kepada mereka yang jauh dari Kristus, karena inilah tugas pertama Gereja. Sesungguhnya, kegiatan misioner masa kini masih merupakan tantangan terbesar bagi Gereja dan tugas misioner harus menjadi yang utama”.

Apakah yang akan terjadi jika kita menangkap kata- kata ini lebih serius? Kita akan menyadari begitu saja bahwa karya misioner adalah paradigma bagi semua kegiatan Gereja. Tugas ini terus menjadi sumber sukacita besar bagi Gereja. “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita besar di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (Luk 15:7).

Kata Paus Benediktus XVI dalam Anjuran Apostoliknya Verbum Dei no.95: “Semangat misioner adalah tanda nyata kedewasaan Komunitas Gerejani” Semoga sebagai Gereja, kita semakin hari semakin menjadi orang Kristen dewasa, karena secara terus-menerus bertobat, percaya pada Injil, dan mewartakannya dengan setia dan berani.



21 Februari 2015

Renungan == Sabtu 21 Februari 2015

Renungan Sabtu 21 Februari 2015: Hidup Baru

Hidup Baru

Hari Sabtu sesudah Rabu Abu; 

Yes. 58:9b-14; Mzm 86; Luk 5:27-32

Sikap Yesus terhadap para pendosa sudah tersirat dalam kisah-kisah sebelumnya. Pemungut cukai adalah orang yang tidak adil dan tak jujur dalam melaksanakan profesinya. Ia dianggap melanggar hukum Taurat, maka dia juga digolongkan dalam kelompok para pendosa. Yesus memanggil Lewi, si pemungut cukai, dari tengah-tengah kesibukan dan dari antara rekan-rekannya. Panggilan itu membawa sebuah keputusan radikal dalam diri Lewi, yaitu meninggalkan masa lampau dan menerima hidup baru yang ditawarkan Yesus.

Perubahan itu terjadi berkat perjumpaan dengan Yesus. Atas alasan itu, ia ingin merayakan pertobatan dan hidup barunya dengan membuat perjamuan bersama, yang dihadiri teman-temannya. Kehadiran Yesus dalam perjamuan keakraban tersebut menimbulkan konflik bagi kaum Farisi. Mereka sangat menjaga kesalehan dengan memisahkan diri dari para pendosa yang dianggap najis. Mereka mencela Yesus yang duduk makan sehidangan dengan para pendosa tersebut, karena dianggap berlawanan dengan tradisi keagamaan. Yesus mengata kan bahwa Ia datang untuk orang berdosa supaya mereka bertobat.

Orang-orang Farisi memegahkan diri sebagai orang yang paling “benar”, dan karena itu menganggap rendah orang lain sebagai “pendosa”. Mereka hidup dengan rasa aman yang palsu, seolah-olah mereka tidak butuh pertobatan. Pernahkah Anda menganggap orang lain lebih berdosa?


20 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin == Jum'at, 20 Februari 2015


Hari JUMAT Sesudah Rabu Abu 

Bacaan I    : Yes. 58:1-9a
Mazmur    : 51:3-4.5-6a.18-19; R:19a
Bacaan Injil    : Mat. 9:14-15

Sekali peristiwa datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: ”Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: ”Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.


Renungan

Dalam sebuah penelitian diungkap bahwa puasa membuat pikiran menjadi lebih tenang dan juga melambat. Uniknya menurut penelitian tersebut ternyata pikiran yang melambat ini membuatnya justru bekerja lebih tajam. Hal ini juga dibuktikan dengan suatu kasus pada sekelompok mahasiswa Universitas Chicago, USA, yang diminta berpuasa selama tujuh hari. Selama masa itu, terbukti bahwa kewaspadaan mental mereka meningkat dan progres mereka dalam berbagai penugasan kampus mendapat nilai remarkable (luar biasa).

Praktik puasa dikenal dalam semua agama. Puasa merupakan salah satu sarana yang biasa dipakai untuk tujuan spiritual, yaitu semakin mendekatkan diri pada Tuhan dan membersihkan diri dari segala kelemahan dan dosa. Saat berpuasa kita mengambil jarak dari makanan, minuman dan hiburan-hiburan jasmani, sehingga perhatian kita lebih terarah pada hal yang sifatnya rohani, terutama dalam hubungan dengan Tuhan. Pikiran menjadi tenang dan batin mudah untuk menjadi hening. 

Kegembiraan kita dalam berpuasa baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru adalah: ”Bukanlah usaha tidak makan dan minum tetapi bertobat, memperjuangkan keadilan dan kejujuran serta rela berbagi kepada semua orang yang menderita” (bdk. Yes. 58:6-7). Dengan kata lain, mampu menghadirkan Kristus yang memperjuangkan misi keselamatan-Nya dengan: bertobat, hidup semakin dekat dengan Tuhan dalam doa dan ekaristi, bersikap adil dan jujur, dan rela memberi derma (bdk. Mat. 9:14-15)


Tuhan, pimpinlah aku dengan Roh-Mu, supaya aku mampu menjalankan masa tobat agar semakin dekat dengan-MU dan rela berbagi kasih dengan sesama. 
Amin

@@@@@@@@@@@@@

Melakukan sesuatu tetapi selalu membandingkan diri dengan orang lain, jelas akan mengurangi kualitas dari apa yang dilakukan. Bila kita melakukan sesuatu tetapi ternyata orang lain tidak melakukan seperti apa yang kita lakukan, lalu kita marah, jengkel bahkan iri, jelas itu pra-tanda bahwa kita tidak mempunya prinsip, ketulusan dan kejujuran dalam melaksanakan tugas atau kewajiban itu. Murid-murid Yohanes bertanya dan mengeluh kepada Yesus, "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-muridMu tidak?" Para murid Yohanes hidup seirama air mengalir, sesuai dengan hukum dan tradisi yang diletakkan oleh Musa. Walau demikian, Musa bukanlah tuan atas Hukum Taurat.
"Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berduka cita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa", kata Yesus. Dengan jawaban ini, Yesus menunjukkan, bahwa Ia adalah tuan atas semua hukum yang berlaku, termasuk Hukum Taurat. Makanya, ketika Ia masih ada di antara para murid-Nya, mereka diarahkan untuk mengikuti "tradisi baru" dan prinsip yang Ia letakkan, yakni "Anak manusia datang untuk melengkapi hukum Taurat."
Yesus menghendaki agar kita mempunyai komitmen dalam memegang prinsip. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain dalam melakukan apa yang hendak kita lakukan. Sering kita menjalankan sesuatu karena kita melihat orang melakukan itu, tetapi kalau orang lain tidak melakukan hal itu, kita lalu berhenti, malah mengeluh dan menyerang mereka. Prinsip ini mungkin penting bagi kita "Jangan pernah menggantungkan hidupmu menurut kesan orang lain, sebab itu merupakan tanda bahwa anda tidak mempunyai karakter pribadi." (fm)
  1. Apakah anda sering tergoda untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain?
  2. Apakah anda mempunyai prinsip dasar sebelum melakukan sesuatu dalam hidupmu?

19 Februari 2015

Renungan Ziarah Batin == Kamis, 19 Februari 2015


Hari Kamis Sesudah Rabu Abu (U)

Bacaan I       : Ul. 30:15-20
Mazmur        : 1:1-2.3.4.6; R:40:5a
Bacaan Injil : Luk. 9:22-25

Yesus berkata: ”Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” Kata-Nya kepada mereka semua: ”Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.
Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?”


Renungan

Dalam upacara Sakramen Krisma, biasanya menjelang doa penumpangan tangan Uskup, para peserta krisma harus mengulangi janji baptisnya. Janji itu berkisar pada dua jawaban pokok: ”percaya” kepada Allah dan karya-Nya dan ”menolak” setan serta pengaruhnya. Para peserta krisma harus mengulangi janji baptis dengan iman, sebagai tanda bahwa mereka ingin memilih kehidupan dan bukan kematian. Sebab Roh Kudus bekerja menolong manusia untuk memilih kehidupan Allah.

Dalam perjalanan menuju tanah terjanji, Musa ingin memperbarui kembali komitmen bangsanya, agar mereka tidak melupakan Allah yang telah membebaskan mereka dari penjajahan Mesir. Pilihan setia dan taat kepada Allah adalah pilihan kehidupan.

Sebagai pengikut Kristus, kita juga disebut umat terpilih, namun demikian kita tidak bisa terhindar dari perjalanan salib di padang gurun kehidupan ini. Salib Yesus bukan kutukan melainkan kehidupan, sebab dengan salib itu Yesus telah menebus dosa dunia. Dengan menerima salib Yesus, kita turut serta dalam karya keselamatan dunia dan diri kita sendiri. Apapun tantangannya pilihan itu harus diterima sebagai kebenaran iman. Iman akan Allah itu menyelamatkan.


Tuhan, bebaskan aku dari keinginan untuk menghindar dari perjalanan salib, sebab aku ingin memilih kehidupan yang berasal dari pada-Mu. Amin.

=====================

Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.


Sekali peristiwa Yesus berkata kepada murid-muridNya bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan, dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat lalu dibunuh, tetapi dibangkitkan pada hari ketiga. KataNya kepada mereka semua, "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku. Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?"

---ooOoo---

Ketika menghadapi kesulitan, banyak orang Kristiani berkata, "Penderitaanku tidak lebih berat dari salib yang dipikul oleh Yesus." Yang lain berkata, "Ini salib yang harus saya pikul, tetapi kalau saya memikulnya bersama Yesus, akan terasa ringan". Ungkapan ini merujuk ke perkataan Yesus, ketika berbicara tentang penderitaan-Nya dan syarat-syarat mengikuti Dia. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya".

Dengan perkataan itu, Yesus berusaha menyadarkan para murid, bahwa mengikuti Dia tidak membebaskan orang dari penderitaan. Sebaliknya akan ada banyak tantangan yang menghadang. Itulah salib. Namun menghadapi salib ini orang perlu bersikap tenang, tabah dan tetap berharap pada Yesus, yang telah lebih dahulu memikul salib sampai ke puncak Golgota. Ia tidak membuang salib dan melarikan diri-Nya, karena Ia tahu bahwa salib Golgota akan menghantarNya ke Paskah, di mana kuasa maut dikalahkan.

Dalam hidup ini kita menghadapi berbagai bentuk salib. Jika kita tabah menanggung semuanya, kita menjadi semakin matang, kuat dan bijaksana dalam hidup. Tetapi kalau kita cengeng, marah dan beralih menjadi benci terhadap salib, kita membuang salib itu dan tak akan menjadi pribadi yang kuat, matang dan bijak di dalam hidup. 

  1. Apakah anda sering tergoda untuk melarikan diri dari tantangan dan persoalan yang anda hadapi?
  2. Apa prinsip yang anda pegang dalam menghadapi tantangan dan persoalan yang anda alami?

18 Februari 2015

JADUAL PENUGASAN TATA TERTIB Lingkungan Sta. Theresia pada kegiatan Pra Paskah 2015



Renungan Ziarah Batin == Rabu, 18 Februari 2015


Rabu ABU (U) – Puasa dan Pantang

Bacaan I      : Yl. 2:12-18
Mazmur       : 51:3-4.5-6a.12-13.14.17; R:3a
Bacaan II     : 2Kor. 5:20-6:2
Bacaan Injil : Mat. 6:1-6.16-18

Dalam khotbah di Bukit, Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya: ”Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”


Renungan

Dalam suatu upacara doa persiapan pengakuan dosa, seorang Suster menghantar umat dengan renungan tobat, dan doa-doa pertobatan yang sangat menyentuh hati. Usai mendengar pengakuan dosa, para imam dapat menyaksikan ekspresi kegembiraan umat karena merasakan suasana pertobatan yang dalam sehingga dapat mengaku dosa dengan baik dan mengalami damai.

Hari ini kita memasuki masa puasa, masa penuh rahmat untuk berbalik kepada Tuhan dan membarui hidup. Melalui Nabi Yoel Allah meminta agar semua orang berbalik kepada-Nya membarui batin dengan menyesali dosa, sambil berpuasa (bdk. Yl. 2: 12-13). Sebab sekecil apa pun dosa, ia dapat merusak seluruh kepribadian manusia hingga menjadi hamba dosa. Dosa menciptakan permusuhan dengan Allah. Keadaan ini harus dipulihkan dengan sesal dan tobat, mengaku dosa sambil berpuasa, berpantang, berdoa dan rela berbagi. Sesal, tobat, serta perbuatan-perbuatan baik itu akan membantu kita bisa memperbaiki diri, berdamai dengan Tuhan dan memperoleh kekudusan. Tuhan Yesus menegaskan:”Kita berpuasa bukan supaya dilihat orang”(Mat. 6:1), tetapi supaya sungguh-sungguh menyesali dosa, bertobat, mengakuinya dan mendapat pengampunan.


Tuhan, bantulah aku untuk berbalik dari jalan yang salah kepada jalan yang benar. Amin.

==========================

Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan mengganjari engkau.
Dalam kotbah di bukit Yesus bersabda kepada murid-muridNya, "Hati-hatilah, jangan sampai melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat. Karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di surga. Jadi, apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong supaya dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri di rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya supaya mereka dilihat orang. 
Aku berkata kepadamu, 'Mereka sudah mendapat upahnya.' Tetapi jika engkau berdoa masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu, 'Mereka sudah mendapat upahnya.' Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
---ooOoo---
Suatu hari Rabu Abu saya melayani di paroki Midleton, Irlandia Selatan. Di hari Selasa sore, saya berlatih dengan para misdinar. Seorang anak kelas 3 SD berlari mendekati saya dan berkata, "Father, besok hari Rabu Abu kan? kata ibuku, pada hari itu kita tak boleh bicara kotor, tak boleh melawan orang tua, tidak malas belajar, berdoa dan ke gereja, menghormati orang yang lebih tua, dan memberi sedekah. Dan lagi kata ibuku, tidak boleh banyak makan. Jadi mulai besok, saya ingin hidup menurut nasehat ibu dan tidak mau makan KFC di Tesco (mall terkenal di Irlandia) selama masa Prapaskah." Ternyata pendidikan spiritual si ibu disambut baik.
Yesus menyadarkan orang agar tidak bersikap demonstratif dalam memberi sedekah. Kalau berpuasa, bersikaplah yang wajar. Tidak perlu demonstratif dengan membuat muka muram dan sedih. Peringatan Yesus ini mengandung harapan, agar para murid tidak terperangkap dalam pola hidup kaum Farisi yang cenderung demonstratif dalam melakukan perbuatan baik. Yesus paham, bahwa ada kecenderungan psikologis bagi setiap orang untuk mendapat pengakuan atas apa yang ia lakukan bagi orang lain. Bagi Yesus, kecenderungan ini merupakan pintu menuju kesombongan. Kita perlu belajar dari anak kecil dari Midleton yang mau mendengarkan nasehat dan berusaha untuk melaksanakan apa yang dinasehatkan oleh ibunya.
  1. Apakah anda mempunyai niat untuk memperbaharui hidup di masa puasa ini?
  2. Apakah anda mampu mengatasi godaan terhadap kesetiaan dalam masa puasa ini?

17 Februari 2015

LIMA PRINSIP KEPEMIMPINAN ROHANI

Banyak gereja mengeluh kesulitan mendapatkan pemimpin untuk menjadi gembala di gereja mereka. Tamatan sarjana Alkitab atau Teologi banyak, tetapi mendapatkan pemimpin rohani sangat sulit. Tentu mencari akar penyebabnya tidak mudah. Namun banyak yang menunjuk “pabrik”nya yaitu sekolah teologi. Sekolah teologi atau seminari sering dijadikan sasaran atau kambing hitam atas kesulitan mendapatkan pemimpin rohani. Pada satu sisi mungkin saja benar di mana pembinaan di sekolah teologi hanya berfokus kepada persoalan intelektual belaka dan tidak melakukan pendidikan yang sungguh-sungguh mengikuti teladan yang Yesus berikan secara nyata. Masalahnya bagaimana menciptakan pemimpin rohani? Sekolah teologi bukan satu-satunya yang harus ditimpakan kesalahan. Namun semua pihak bertanggung jawab, dalam hal ini diri pribadi pemimpin orang itu, gereja di mana dia menjadi anggota dan mengutusnya, dan juga tentunya sekolah teologi. Bila pemimpin itu sendiri tidak mau dibentuk oleh Kristus dan Firman, maka sulit bagi kita untuk mendapatkan kualitas pemimpin rohani yang diharapkan. Gereja juga bertanggung jawab melakukan pembinaan dan melatih dalam melayani dan tidak memberikan rekomendasi bila calon ini masih diragukan komitmen pelayanannya. Dan akhirnya sekolah teologi bertanggung jawab membentuk calon pemimpin secara menyeluruh dan bukan hanya intelektualnya saja belajar tentang Tuhan.
Namun pemimpin rohani itu sebenarnya seperti apa? Tentu jawabannya kompleks dan banyak. Namun khusus dalam bagian ini penulis akan memaparkan secara singkat lima prinsip pemimpin yang rohani dan yang harus dihidupi pemimpin. Ini ditulis oleh Chris Larson, di mana menurut penulis kelima prinsip pemimpin rohani ini terinspirasidari kehidupan seorang tokoh hamba Tuhan yang sangat dikenal di dunia yaitu Dr. John MacArthur (teolog, pengkotbah dari tradisi Reformed Injili). Kelima prinsip pemimpin rohani itu adalah:
  1. Pemimpin rohani adalah orang yang memimpin dan menuntun kehidupan orang lain dengan Firman Tuhan, yaitu yang menjadikan Alkitab adalah Firman Tuhan. Dia menolak bentuk-bentuk kepemimpinan yang memakai berbagai bentuk tekanan dan pengaruh yang bukan dari Firman Tuhan. Dia tidak memakai cara kasar dan kotor untuk memimpin. Perhatiannya adalah mengajarkan Firman Tuhan secara akurat, dan memperlihatkan kehidupan yang tunduk kepada otoritas Firman Tuhan.
  2. Pemimpin rohani menginspirsasikan kasih sayang kepada orang yang dipimpinnya karena mereka belajar Kristus dari sang pemimpin dan melihat Kristus di dalam pemimpinnya. Mereka mengikuti dia karena dia mengikuti Kristus. Dan mereka mengasihi dia karena dia mengasihi mereka di dalam Kristus. Rasul Paulus menyimpulkan roh dari pemimpin yang benar ketika dia menulis, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus (1 Kor 11:1). Versi NKJV mengatakan: “Imitate me, just as I also imitate Christ”. Di sini Paulus sebagai pemimpin minta pengikutnya meniru dia sebagaimana dia meniru Kristus. Dan jangan pernah ragu akan apa yang Firman Tuhan katakan untuk ditiru. Banyak bagian Alkitab menjadikan Kristus sebagai teladan untuk diikuti, di mana penekanannya kepada kerendahan hati.
  3. Pemimpin rohani siap menjadi pemimpin yang tidak populer. Dari sejak raja Israel yaitu Ahab yang menuduh Elia dengan mengatakan: "Engkaukah itu, yang mencelakakan Israel?", membuktikan bahwa kesetiaan kepada Firman Tuhan seperti Elia tidak akan membawa popularitas bagi mayoritas pengikut.Dr. MacArthur secara jelas mengatakan, ‘You cannot be faithful and popular, so take your pick (Kamu tidak bisa bersamaan setia dan populer, pilihlah).’ Pencarian terhadap popularitas adalah sesuatu yang bersifat jangka pendek dan tidak berusia lama. Sukses itu bukan kekayaan, kuasa, kemapanan, popularitas, dan semua hal yang dunia sebutkan tentang sukses. Sukses sejati adalah melakukan kehendak Allah walaupun ada harga yang harus dibayar.
  4. Pemimpin rohani harus bangkit dan memiliki kesadaran akan adanya bahaya zaman. Tidak semua pemimpin Kristen memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami zaman seperti yang diberikan kepada Bani Isakhar. Firman Tuhan berkata: “Dari bani Isakhar orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik (understanding of the times), sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel” (1 Taw 12:32). Ada dalam periode sejarah gereja di mana pemimpin melakukan kesalahan serius dalam bagaimana Kristus diberitakan. Ada juga tanda-tanda zaman yang salah dibaca, sehingga melahirkan pemimpin yang keliru dalam memahami akhir zaman ini. Ada pula pemimpin yang membiarkan pengajarannya menjadi sangat sekuler dan mengikuti prinsip-prinsip dunia dengan alasan mengikuti tren zaman. Pemimpin rohani yang sejati akan bangkit memberikan tuntunan yang Allah berikan.
  5. Pemimpin rohani tidak akan menuntun pengikutnya untuk fokus kepada dirinya sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin, dia sendiri secara pribadi berhutang segalanya kepada Kristus. Sebagai seorang berdosa, dia melihat ada suatu kebutuhan untuk hidup dalam roh pertobatan dalam seluruh kehidupannya. Dia menyadari ada jarak dan kontras apa yang ada dalam dirinya dan berita yang dikotbahkannya. Itu sebabnya pemimpin harus menyadari bahwa kalaupun dia berhasil, itu karena Tuhan. Paulus berkata: “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami “ (2 Kor 4:7). Terpilihnya seseorang menjadi pemimpin, itu karena Allah memilih kita dan itu semata-mata atas dasar kedaulatan-Nya dalam memilih, sehingga Dialah yang harus menerima hormat dan kemuliaan. Dia memilih kita yang lemah sehingga tidak ada pemimpin yang bisa membanggakan diri, tetapi membanggakan Tuhan, di mana kita adalah hanya alatNya.
Akhirnya, pemimpin rohani yang sejati adalah mereka yang memimpin orang lain dengan satu filosofi dasar dalam kepemimpinannya: “Bukan kepada kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, tetapi kepada nama-Mulah beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh karena setia-Mu!” (Maz 115:1). Kiranya lewat lima prinsip ini akan lahir pemimpin rohani sejati yang dapat sangat dirindukan gereja masa kini.

Bagian ini disadur dari “5 Principles for Evangelical Leadership” oleh Chris Larson diambil dihttp://www.ligonier.org/blog/5-principles-evangelical-leadership/.