Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

30 Juni 2015

Tuangkan Airnya

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/


Ada seorang pemuda yang merasa kehausan di padang gurun. Dia merasa tidak sanggup untuk berjalan lagi. Saat itu matanya melihat ada sebuah sumur tua, ia mendekatinya dan ternyata sumurnya kosong. Pemuda itu mendapati sebuah kendi penuh dengan air dan juga secarik pesan.

“Tuangkan air kendi ini ke dalam sumur jika kau ingin mendapatkan berlimpah air. Setelah selsai meminumnya, isilah kembali kendi ini.”

Pemuda itupun berpikir bahwa isi pesan itu adalah sangat konyol. Mana mungkin air itu harus dibuang ke dalam sumur kering semantara dirinya hampir mati kehausan? Apa tidak lebih baik diminumnya saja?

Namun pemuda itu mencoba patuh sesuai isi pesan itu meskipun harus menanggung resiko yang besar. Setelah menuangkan air ke dalam sumur dan mulai memompa, ternyata sumur itu mulai penuh dengan air sehingga ia bisa meminumnya dengan sangat berlimpah.

Patuhlah akan hukum Allah. Mungkin saat ini kita sedang berada di dalam kekurangan dan sangat tidak mungkin jika uang itu harus diberikan kepada Allah sebagai korban persembahan dan juga perpuluhan. Kita begitu takut jika setelah memberi, kita tidak bisa makan.

Berilah sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan. Jangan takut bahwa kita akan berkekurangan karena pemberian kita adalah kunci berkat dimana segala kekurangan kita akan dipenuhkan hingga berkelimpahan.

Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan
(Amsal 11:25a)


Danau Itu Menjadi Teduh Sekali

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIII – Selasa, 30 Juni 2015)
Keluarga Besar Fransiskan: B. Raymundus Lullus, Martir – OFS

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/


Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nya pun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur. Lalu datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus membentak angin dan danau itu, sehingga danau itu menjadi teduh sekali. Orang-orang itu pun heran dan berkata, “Orang seperti apa Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat pada-Nya?” (Mat 8:23-27)

Bacaan Pertama: Kej 19:15-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 26:2-3,9-12
Dalam bacaan Injil hari ini kita membaca dan membayangkan bagaimana Yesus membentak angin ribut yang sedang mengamuk di Danau Galilea, dan danau pun menjadi teduh sekali. Sangat luar biasa! Kita dapat membayangkan betapa besarnya kuat-kuasa yang dimiliki oleh Yesus atas alam semesta. Peristiwa yang terjadi sekitar 2000 tahun lalu memang merupakan sebuah kejadian yang hebat sekali, namun merupakan keajaiban yang terisolasi, dan tidak atau sedikit saja mempunyai relevansi bagi kita yang hidup di abad ke-21. Apabila makna dari peristiwa tersebut hanya terbatas untuk menunjukkan kuat-kuasa Yesus atas alam semesta dan teguran terhadap kekurangan kepercayaan para murid-Nya, maka kita boleh-boleh saja bertanya: “Mengapa Dia tidak melakukan hal serupa sekarang? Mengapa Dia membiarkan orang-orang yang mengasihi-Nya pada zaman ini mati tenggelam dalam kecelakaan kapal laut, pesawat udara dan berbagai bencana alam?

Kita juga diingatkan akan satu ayat dalam “Surat kepada Orang Ibrani”: Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr 13:8). Kalau demikian halnya, maka makna cerita ini bagi kita sekarang bukanlah Yesus yang meredakan angin ribut di Danau Galilea, melainkan “di mana saja Yesus berada, maka badai-badai kehidupan menjadi reda/teduh. Artinya, dalam kehadiran Yesus, maka angin badai yang paling hebat pun akan diubah menjadi suasana penuh kedamaian.

Manakala angin kencang kedinginan hati, atau angin kesedihan bertiup, maka ada ketenangan dan rasa nyaman dalam kehadiran Yesus Kristus. Ketika angin panas penderitaan sengsara bertiup kencang, maka ada damai-sejahtera dan rasa aman dalam kehadiran Yesus Kristus. Ketika angin badai keragu-raguan berupaya untuk mencabut akar atau fondasi iman-kepercayaan kita, maka ada rasa aman yang tetap dalam kehadiran Yesus Kristus. Dalam setiap badai atau angin ribut yang menggoncang hati manusia, maka ada kedamaian bersama Yesus Kristus.

Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus,
Janganlah kita (anda dan saya) melupakan pelajaran dari peristiwa yang terjadi sekitar 2000 tahun lalu di Danau Galilea bagi kita yang hidup di abad ke-21 ini, yaitu bahwa apabila berbagai badai kehidupan menggoncang jiwa kita, maka Yesus Kristus ada di sana, dan dalam kehadiran-Nya amukan badai diubah-Nya menjadi damai-sejahtera yang tidak dapat diambil oleh badai serupa.

DOA: 
Tuhan Yesus, sebagai murid-murid-Mu kami tidak akan pernah merasa takut lagi, karena setiap kali badai kehidupan datang mengancam, Engkau senantiasa hadir. Engkau adalah sang Imanuel, Allah yang senantiasa bersama kami. Terpujilah nama-Mu, ya Tuhan Yesus, sekarang dan selama-lamanya. 
Amin.


29 Juni 2015

Kualitas Sahabat Sejati

TUHAN akan ada di antara aku dan engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya. (1 Samuel 20:42)


Socrates, filsuf Yunani, bertanya pada seorang lelaki tua tentang hal yang paling membuatnya bersyukur. Lelaki itu menjawab, "Di tengah pasang-surut hidup ini, saya sangat bersyukur karena memiliki sahabat-sahabat setia." Ya, hidup menjadi lebih berarti jika kita punya sahabat.

Kepada Daud, Tuhan menganugerahkan Yonatan sebagai sahabat. Yonatan sahabat yang setia dan berani, padahal Saul, ayahnya, sangat membenci Daud. Yonatan mengasihi sahabatnya seperti jiwanya sendiri (ay. 17), bahkan berulang-ulang membela sahabatnya itu di hadapan Saul (ay. 32, juga1 Sam 19:4) sehingga nyawanya menjadi taruhannya (ay. 33). 


Yonatan juga pemberi dorongan semangat dan tidak egois. Sebenarnya popularitas Daud merugikan kedudukan Yonatan sebagai putra mahkota. Tetapi, Yonatan tidak dengki, dan malah bersukacita menerima Daud sebagai raja Israel karena menyadari hal itu adalah pilihan Allah. Persahabatan mereka abadi dan tidak tergoyahkan karena berpegang pada prinsip: "Tuhan akan ada di antara aku dan engkau serta di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya" (ay. 42). Kasih Allah telah menyatukan mereka dan memelihara persahabatan antara Daud dan Yonatan.

Ketika banyak orang hidup secara individualistis dan munafik, kita dipanggil menjadi saksi hidup bahwa kesetiaan dan persahabatan di dalam Kristus masih mungkin terjadi. Ketika kita menempatkan Allah sebagai juru mudi persahabatan kita, Dia sanggup memelihara dan menjadikannya sebagai sarana untuk memberkati dunia. 


SAHABAT SEJATI TIDAK MEMAKSA ANDA MEMERCAYAINYA, 

TETAPI IA MEMASTIKAN ANDA MEMERCAYAI ALLAH.


Teladan Dalam Kebaikan

Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu. (Titus 2:7)

Gerardo Gamboa adalah pengemudi taksi di Las Vegas. Suatu ketika ia menemukan uang senilai USD 300.000,00 dolar di bangku belakang taksinya, dan ia mengembalikannya kepada si pemilik.

"Saya tidak mengharapkan imbalan. Saya hanya ingin melakukan hal yang benar, " kata Gamboa ketika diwawancarai Review Journal. Perusahaan taksi tempatnya bekerja sangat bangga akan kejujurannya. Mereka memberikan penghargaan pada Gamboa, hadiah uang sebesar 1.000 dolar, dan makan malam di restoran mewah untuk dua orang. Gamboa sangat bersyukur atas perhatian perusahaannya itu.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan setiap orang percaya untuk menjalani hidup selaras dengan kebenaran-Nya, agar dapat menjadi teladan dalam berbuat baik. Kita sepatutnya berperilaku jujur dan bersungguh-sungguh dalam mewartakan kabar baik. Firman Tuhan harus diajarkan secara utuh, benar, sesuai dengan kehendak Tuhan.

Sebagai umat pilihan Allah, kita dipanggil untuk menjadi teladan dalam berbuat baik. Kita dapat mewujud nyatakannya antara lain dengan perkataan yang santun dan perilaku yang terpuji. Kita harus berkata dan bertindak jujur dalam segala keadaan; tidak berkompromi demi menguntungkan diri sendiri. Kita harus melakukan setiap ajaran firman Tuhan dengan baik dan menularkan kebenaran kepada semua orang. Meskipun bukan hal yang mudah, jika kita memiliki niat yang tulus dan berdoa kepada Tuhan, kita diberi kemampuan untuk bisa melakukannya dengan baik. 

KITA DIPANGGIL UNTUK MENJADI TELADAN DALAM BERBUAT BAIK, JUJUR, 
DAN BERSUNGGUH-SUNGGUH HIDUP SESUAI DENGAN FIRMAN-NYA.


Semakin Besar

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Anna sedang bermain di dekat sumber air bersama neneknya. Saat itu nenek hendak mengisi wadah-wadahnya dengan air, namun Anna meminjamnya untuk bermain dengan tinta merah. Nenekpun memanggil Anna.

“Isilah gelas itu dengan air hingga penuh, Anna. Lalu teteskan sekali saja tinta merah itu. Apa yang terjadi?”

“Air dalam gelas ini berubah menjadi merah, Nek.”

“Coba isilah panci itu dengan air dan teteskan tinta sama seperti sebelumnya.”

“Airnya berubah menjadi merah muda.”

“Penuhi ember besar itu dengan air dan teteskan tintamu.”

“Airnya tak berubah warna, Nek.”

“Seperti itulah sebuah kesabaran itu akan dibentuk di dalam hidupmu.”

Dilukai akan menimbulkan rasa pahit di dalam hati. Itu pertanda bahwa kasih hanya memiliki sedikit tempat dalam hati kita. Ketika kita bisa bersabar dan mengampuni, itu sama halnya kasih telah mengikis dinding-dinding kebencian yang menjadi pembatas.

Semakin besar kesabaran yang kita miliki, maka makin luas pula kasih yang kita miliki di dalam hati. Rasa pahit adalah awal dari sebuah proses kehidupan untuk menjadi lebih baik. Kalahkanlah kebencian hingga tak ada seorangpun yang mampu membenci kita.

Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati.
(Pengkhotbah 7:8)


Bekal, Minggu 28 Juni 2015

https://drive.google.com/file/d/0B-v9BnuLUS_ERDgzUGQ1SFRKWm8/view?usp=sharing
Berita Kalvari, Minggu 28 Juni 2015



Renungan Ziarah Batin - Senin, 29 Juni 2015


Pekan Biasa XIII 


HR. St. Petrus dan St. Paulus, Rasul (M)
Bacaan I: Kis. 12:1-11
Mazmur: 34:2-3.4-5.6-7.8-9; R:5
Bacaan II: 2Tim. 4:6-8.17-18
Bacaan Injil: Mat. 16:13-19
Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: ”Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Jawab mereka: ”Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ”Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: ”Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: ”Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.
Renungan
Sejak permulaan Gereja merayakan Pesta Santo Petrus dan Paulus secara bersamaan karena keduanya merupakan tokoh penting dalam sejarah Gereja. Petrus adalah putra seorang nelayan dari kampung Betsaida di tepi danau Genasareth. Dia tidak berpendidikan karena pekerjaan pokoknya adalah nelayan, tetapi merupakan orang kepercayaan Yesus. Sementara itu Paulus lahir di Tarsus dari keturunan Yahudi tetapi warga negara Romawi. Dia seorang terdidik dan belajar Kitab Suci pada Gamaliel. Sebagai seorang Fairisi yang fanatik dia mengejar pengikut-pengikut Yesus. Tetapi di dalam perjalanan ke Damaskus Yesus memanggilnya dan menjadi rasul bangsa kafir.
Baik Petrus maupun Paulus mengalami banyak penderitaan, penganiayaan, terancam mati karena mengikuti Yesus Kristus. Keduanya mati sebagai martir karena iman akan Yesus Kristus. Sebagai pengikut-pengikut Yesus yang sejati, kita juga barangkali akan mengalami apa yang dialami oleh Petrus dan Paulus. Kemartiran tidak harus selalu berarti mengorbankan hidup karena iman akan Kristus. Kemartiran juga berarti mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadi demi nilai-nilai Injil. Semoga berkat doa kedua rasul agung ini kita lebih termotivasi untuk mengikuti Yesus secara konsekuen.
Tuhan, semoga berkat doa Petrus dan Paulus kami semakin setia menghayati nilai-nilai Injil-Mu. 
Amin.


28 Juni 2015

Hidup Petrus dan Paulus Yang Ditransformasikan


(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI RAYA S. PETRUS DAN S. PAULUS, RASUL – Senin, 29 Juni 2015)
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Kira-kira pada waktu itu Raja Herodes mulai bertindak keras terhadap beberapa orang dari jemaat. Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang. Ketika ia melihat bahwa hal itu menyenangkan hati orang Yahudi, ia selanjutnya menyuruh menahan Petrus juga. Waktu itu hari raya Roti Tidak Beragi. Setelah Petrus ditangkap, Herodes menyuruh memenjarakannya di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit. Maksudnya ialah, supaya sehabis Paskah ia menghadapkannya ke depan orang banyak. Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.

Pada malam sebelum Herodes hendak menghadapkannya kepada orang banyak, Petrus tidur di antara dua orang prajurit, terbelenggu dengan dua rantai, sedangkan di depan pintu, para pengawal sedang menjaga penjara itu. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam kamar penjara itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya, “Bangunlah segera!” Lalu gugurlah rantai itu dari tangan Petrus. Kemudian kata malaikat itu kepadanya, “Ikatlah pinggangmu dan kenakanlah sepatumu!” Ia pun berbuat demikian. Setelah itu, malaikat itu berkata kepadanya, “Kenakanlah jubahmu dan ikutlah aku!” Lalu ia mengikuti malaikat itu ke luar dan ia tidak tahu bahwa apa yang dilakukan malaikat itu sungguh-sungguh terjadi, sangkanya ia melihat suatu penglihatan. Setelah mereka melalui tempat penjagaan pertama dan tempat penjagaan kedua, sampailah mereka ke pintu gerbang besi yang menuju ke kota. Pintu itu terbuka dengan sendirinya bagi mereka. Sesudah tiba di luar mereka berjalan sampai ke ujung jalan, dan tiba-tiba malaikat itu meninggalkan dia. Setelah sadar akan dirinya, Petrus berkata, “Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapakan orang Yahudi.” (Kis 12:1-11)

Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-9; Bacaan Kedua: 2Tim 4:6-8,17-18; Bacaan Injil: Mat 16:13-19
Apabila ada orang yang bertanya kepada kita (anda dan saya) apakah perbedaan yang diakibatkan oleh kematian Yesus, maka apakah jawaban yang dapat kita berikan kepada orang yang bertanya tersebut? Bahwa kita sekarang sudah ditransformasikan menjadi ciptaan baru? Bahwa kita dapat dipenuhi dengan karakter-karakter Kristus sendiri? Nah, “Hari Raya S. Petrus dan Paulus – Rasul” pada hari ini adalah untuk merayakan “hidup yang ditransformasikan” dari kedua orang kudus ini.

Mari kita bersama-sama merenungkan hal-hal berikut ini: Petrus diubah dari seorang nelayan Galilea yang impulsif dan meledak-ledak menjadi seorang gembala yang penuh belarasa dan seorang hamba/pelayan yang setia. Dilain pihak, Paulus ditransformasikan dari seorang pemimpin agama aliran Farisi yang penuh dedikasi untuk menghancurkan agama (sekte agama) Kristiani habis-habisan menjadi seorang pengkhotbah/pelayan sabda keliling yang mendedikasikan hidupnya secara penuh untuk pewartaan Injil Yesus Kristus.

Apakah pengalaman kedua orang kudus ini normal? Jawabnya adalah “YA”. Kita masing-masing dapat mengalami transformasi radikal yang sama seperti yang dialami oleh Petrus dan Paulus. Allah mungkin saja tidak memanggil kita untuk berkonfrontasi dengan para pemimpin dunia atau membangkitkan orang mati, namun pengalaman dasar yang sama, yang mendorong kegiatan pelayanan mereka adalah warisan bagi setiap anak Allah. Kita tidak hanya dapat mengalami transformasi seperti ini, melainkan kita pun harus mengharapkan transformasi ini sebagai sebuah bagian vital dari warisan kita dalam Kristus. Ketetapan hati, keberanian, atau talenta tidak mengubah Petrus dan Paulus. Lihat saja bagaimana Kitab Suci menggambarkan berbagai kelemahan dan kesalahan dua orang kudus besar ini. Transformasi mereka bergantung pada Yesus sendiri.

Allah ingin agar kita mengetahui bahwa Roh Kudus-lah yang mengubah dua orang kudus ini. Roh Kudus yang sama inilah yang dapat dan ingin mengubah kita. Allah tidak mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk menghakimi kita, melainkan untuk menyelamatkan kita (Yoh 3:17). Yesus datang ke tengah dunia untuk membebas-merdekakan kita dari segala hal yang mengikat kita dengan dosa dan godaan. Roh Kudus ingin mengajar kita siapa Yesus sebenarnya, dengan membuat-Nya hidup dalam hati dan pikiran kita. Roh Kudus ingin menjelaskan kepada kita misteri-misteri Allah sehingga dengan demikian kita dapat bertumbuh dalam pengetahuan dan pengenalan kita akan Injil.

Pada setiap saat doa, pada setiap Misa Kudus, dalam setiap perjumpaan kita dengan orang lain, kejarlah Yesus. Ia ingin bertemu dengan kita masing-masing, bahkan keinginan-Nya ini lebih daripada keinginan kita sendiri untuk bertemu dengan Dia. Melalui kuat-kuasa Roh Kudus, Ia dapat membuat kita menjadi hamba-hamba atau pelayan-pelayan-Nya yang setia, sebagaimana yang telah dilakukan-Nya atas diri Petrus dan Paulus.

DOA: 
Bapa surgawi, Engkau mengutus Roh Kudus dalam nama Yesus untuk mengajarku dan mengingatkanku akan segala sesuatu tentang Yesus. Pada hari ini, perkenankanlah diriku untuk bangkit dan mengklaim warisan yang tersedia bagiku dalam Kristus. Terpujilah Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera, dan Roh Kudus. 
Amin.


Allah Yang Mendengar


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Setiap dari kita tentu berharap agar setiap doa-doa kita dijawab dan dikabulkan oleh Tuhan. Namun terkadang semuanya tak berjalan dengan harapan kita. Adakah yang salah dengan hidup kita? Ataukah cara berdoa kita yang tidak benar? Atau mungkin Allah sedang tidak mau mendengarkan?

Sesungguhnya telinga Tuhan tidak kurang tajam untuk mendengarkan permohonan kita, bahkan tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menolong hidup kita. Tanpa kita sadari seringkali kehidupan yang kita jalani tidak menyenangkan hati Bapa. Kita tetap berdoa namun di sisi lain kita juga masih hidup dalam dosa.

Kita lebih sering supaya Tuhan mengikuti kehendak kita. Ingatlah Tuhan tidak akan mendengar doa kita karena terhalang oleh setiap dosa yang belum kita bereskan dengan Tuhan. Jadikanlah hidup kita menjadi pribadi yang berkenan di hadapannya.

Biarlah Tuhan yang senantiasa memberikan kemampuan pada kita agar bisa mengerti dan memahami setiap kehendak Allah dalam hidup kita. Percayalah Tuhan akan memberikannya pada kita tepat pada waktu-Nya sebab Ia adalah Allah yang mendengar.

Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu , dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.
(Yesaya 59 : 1-2)


27 Juni 2015

Renungan Ziarah Batin - Minggu, 28 Juni 2015

Pekan Biasa XIII (H)
Pw St. Ireneus dr Lyon
Bacaan I: Keb. 1:13-15; 2:23-24
Mazmur: 30:2.4.5-6.12a.13b; R: 2a
Bacaan II: 2Kor. 8:7.9.13-15
Bacaan Injil: Mrk. 5:21-43
Sesudah Yesus menyeberang lagi dengan perahu, orang banyak berbondong-bondong datang lalu mengerumuni Dia. Sedang Ia berada di tepi danau, datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: ”Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” Lalu pergilah Yesus dengan orang itu. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan di dekat-Nya.
Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang di­obati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada maanfaatnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: ”Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.
Maka kata-Nya kepada perempuan itu: ”Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!” Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: ”Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?” Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: ”Jangan takut, percaya saja!” 
Renungan
Injil hari ini bercerita tentang dua kasus penyembuhan yang dikerjakan oleh Yesus. Penyembuhan pertama terjadi pada putri Yairus yang sakit dan hampir mati. Sedangkan penyembuhan kedua terjadi pada diri seorang perempuan yang bertahun-tahun menderita sakit perdarahan. Baik penyembuhan pertama maupun penyembuhan kedua terjadi karena iman. Perbedaannya ialah penyembuhan pertama terjadi karena iman orang lain, yakni Yairus, ayah dari anak yang sakit itu. Sedangkan penyembuhan kedua terjadi karena iman perempuan itu sendiri yang percaya: ”Asalkan kujamah saja jubahnya, aku akan sembuh.”
Dalam setiap mukjizat penyembuhan, Yesus selalu menuntut iman. Orang harus memiliki iman yang teguh agar mukjizat penyembuhan bisa terjadi. Mukjizat penyembuhan yang sama bisa terjadi juga pada masa ini apabila kita memiliki iman yang teguh. Tanpa iman yang teguh sulit rasanya rahmat Allah itu bisa bekerja di dalam diri kita.
Tuhan, sebagaimana Engkau telah menyembuhkan banyak orang sakit di masa lampau sembuhkanlah juga aku dari sakitku ini. 
Amin.


Kebahagiaan Sejati

Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia? 
(Pengkhotbah 2:25)

Ingin menikmati hidup--itu yang sering ada di benak kita. Dengan cara apa pun kita berusaha meraihnya, asalkan bisa mereguk kebahagiaan. Tetapi, apakah kebahagiaan itu selaras dengan kehendak Allah? Tidak jarang kita mendengar orang kaya, sukses, terkenal, tampan, atau cantik yang merasa hidupnya hampa. Bergelimang kemewahan, namun depresi, lalu mengkonsumsi narkoba, bahkan sampai bunuh diri. Mereka tidak bahagia.

Allah menghadirkan kita di dunia ini, agar kita dapat menikmati semua berkat-Nya. Dia menghendaki kita hidup mengasihi-Nya, menaati-Nya, dan menjadi berkat bagi sesama. Dengan kata lain, hidup menurut tujuan Allah. Kitab Pengkhotbah menulis contoh yang relevan dengan kehidupan sekarang. Salomo mengejar hal-hal yang selalu diinginkan manusia, yakni kekayaan, kepoluleran, dan kekuasaan, demi kebanggaan dan kepuasan diri. Ia merasa berhak mendapatkan semuanya itu untuk merayakan keberhasilan dan menikmati hasil jerih lelahnya. Sampai kemudian Salomo menyadari bahwa semuanya hanyalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin--mendatangkan kehampaan.

Hidup kita singkat. Hidup yang benar adalah hidup menurut tujuan Allah. Kehampaan hidup tidak akan kita alami kalau kita hidup di dalamnya. Kiranya kita menyadari kekeliruan jika langkah kita telah melenceng sehingga mengejar kesia-siaan. Kembalilah ke tujuan yang benar. Meskipun kita pernah gagal, kasih karunia Allah senantiasa menyediakan kesempatan baru bagi kita untuk memperbaiki diri. 

KEBAHAGIAAN SEJATI HANYA DIDAPATKAN
KETIKA KITA HIDUP MENURUT TUJUAN ALLAH.

26 Juni 2015

Jadwal Petugas Liturgi Bulan Agustus 2015


Minggu, 28 Juni 2015 Hari Minggu Biasa XIII

"Engkau tidak dapat berdoa di rumah seperti di dalam gereja, di mana sejumlah besar orang hadir dan di mana orang berseru kepada Allah seperti dari satu hati" ---- St Yohanes Krisostomus

Antifon Pembuka (Mzm 47:2)
Segala bangsa, bertepuk-tanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai.
All peoples, clap you hands. Cry to God with shouts of joy!
Omnes gentes plaudite manibus: iubilate Deo in voce exsultationis.
Mzm. Quoniam Dominus excelsus, terribilis: Rex magnus super omnem terram.
Doa Pagi

Ya Allah, Engkau telah mengutus Putra-Mu untuk memberi hidup baru bagi kami. Kami mohon, bangkitkanlah iman kami agar memiliki keberanian untuk berbagi hidup dan talenta kami kepada sanak saudara kami yang berkekurangan. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.

Bacaan dari Kitab Kebijaksanaan (1:13-15; 2:23-24)
  
"Karena dengki setan, maka maut masuk ke dunia."
    
Allah tidak menciptakan maut, dan Ia pun tak bergembira kalau makhluk yang hidup musnah binasa. Sebaliknya Ia menciptakan segala sesuatu supaya ada; dan supaya makhluk-makhluk jagat menemukan keselamatan. Racun yang membinasakan tidak ditemukan di antara mereka, dan dunia orang mati tidak merajai bumi. Maka kesucian mesti baka. Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan menjadikannya gambar hakikat-Nya sendiri. Tetapi karena dengki setan, maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu.

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.


Mazmur Tanggapan, do = a, 4/4, PS 838
Ref. Tuhan telah membebaskan dan menyelamatkan daku.
Ayat. (Mzm 30:2+4.5-6.11-12a+13b; Ul: 2a)
  1. Aku akan memuji Engkau, ya Tuhan, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak membarkan musuh-musuhku, bersukacita atas diriku. Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan daku, di antara mereka yang turun ke liang kubur.
  2. Nyanyikanlah mazmur bagi Tuhan, hai orang-orang yang dikasihi oleh-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus! Sebab hanya sesaat Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.
  3. Dengarlah, Tuhan, dan kasihanilah aku, Tuhan, jadilah penolongku! Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, Tuhan, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu.
Bacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada umat di Korintus (8:7.9.13-15)
Hendaklah kelebihanmu mencukupkan kekurangan saudara-saudara yang lain."

Saudara-saudara, hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih, sebagaimana kamu kaya dalam segala sesuatu; dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, yakni: Sekalipun kaya, Ia telah menjadi miskin karena kamu, supaya karena kemiskinan-Nya, kamu menjadi kaya. Sebab kamu dibebani bukan supaya orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihanmu mencukupkan kekurangan orang-orang kudus, agar kelebihan mereka kelak mencukupkan kekuranganmu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: Orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan, dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah


Bait Pengantar Injil, do = g, 4/4, PS 963
Ref. : Alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya
Sesudah ayat, Alleluya dilagukan dua kali.


Ayat. (2 Tim 1:10b)
Penebus kita Yesus Kristus telah membinasakan maut, dan menerangi hidup dengan Injil.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (5:21-43)
"Hai anak, Aku berkata kepadamu: Bangunlah!"

Sekali peristiwa, setelah Yesus menyeberang dengan perahu, datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia. Ketika itu Yesus masih berada di tepi danau. Maka datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika melihat Yesus, tersungkurlah Yairus di depan kaki-Nya. Dengan sangat ia memohon kepada-Nya, “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati. Datanglah kiranya, dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” Lalu pergilah Yesus dengan orang itu. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan di dekat-Nya. Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sampai habislah semua yang ada padanya; namun sama sekali tidak ada faeahnya, malah sebaliknya: keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus. Maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya, “Asalkan kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Sungguh, seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa badannya sudah sembuh dari penyakit itu. Pada ketika itu juga Yesus mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya. Maka Ia berpaling di tengah orang banyak itu dan bertanya, “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” Murid-murid-Nya menjawab, “Engkau melihat sendiri bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekat-Mu! Bagaimana mungkin Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?” Lalu Yesus memandang sekeliling-Nya untuk melihat siapa yang telah melakukan hal itu. Maka perempuan tadi menjadi takut dan gemetar sejak ia mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya. Maka ia tampil dan tersungkur di depan Yesus. Dengan tulus ia memberitahukan segala sesuatu kepada Yesus. Maka kata Yesus kepada perempuan itu, “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!” Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata, “Anakmu sudah mati! Apa perlunya lagi engkau menyusahkan Guru?” Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat, “Jangan takut, percaya saja!” Lalu Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus, dan Yohanes, saudara Yakobus. Dan tibalah mereka di rumah kepala rumah ibadat, dan di sana Yesus melihat orang-orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring. Sesudah masuk, Yesus berkata kepada orang-orang itu, “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” Tetapi mereka menertawakan Dia. Maka Yesus menyuruh semua orang itu keluar. Lalu Ia membawa ayah dan ibu anak itu, dan mereka yang bersama-sama dengan Yesus masuk ke dalam kamar anak itu. Lalu Yesus memegang tangan anak itu, seraya berkata, “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu: Bangunlah!” Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub. Dengan sangat Yesus berpesan kepada mereka, supaya jangan seorang pun mengetahui hal itu. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan.

Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!


Renungan

ALLAH MENGHENDAKI KITA HIDUP

“Upah dosa adalah maut,” kata Rasul Paulus, “tetapi, karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rom 6:23). Apa yang disampaikan Rasul Paulus ini mengajarkan sebuah pemahaman iman. Ia mengajak kita untuk semakin meyakini apa yang dikehendaki oleh Kristus, Sang Sumber Kehidupan. Ia ingin supaya kita yang percaya kepada-Nya memiliki hidup dari Dia, dan bukan mati.


Dalam bacaan I, Kitab Kebijaksanaan berbicara tentang hidup. Kita mendengar bahwa maut tidak dibuat oleh Allah, dan Ia pun tak bergembira karena yang hidup musnah lenyap. Pertanyaannya, mengapa tidak sedikit dari kita bukannya memilih bahagia dalam keterikatan kasih dengan Allah. Sebaliknya, justru kita telah memilih perbuatan dosa yang jelas akan berakibat pada kematian kekal. Apakah perbuatan yang kita pilih dan hasilkan itu karena kelemahan kita, ataukah adanya godaan kuat dari roh jahat untuk menghancurkan kita, manusia yang dikasihi-Nya?

Bila kita memeriksa diri, tentu kita masing-masing akan menemukan apa saja yang menjadi kelemahan, di samping beberapa kekuatan. Kelemahan itu misalnya rasa malas, mudah iri hati, suka berbohong, atau kebiasaan-kebiasaan buruk, atau dapat juga berupa suatu sakit penyakit.

Dalam Injil, Yesus tampil sebagai pribadi pencinta dan pembawa kehidupan. Anak Yairus yang telah mati dibangkitkan dan perempuan yang sakit pendarahan sudah dua belas tahun itu pun disembuhkan. Peristiwa ini semakin meneguhkan kita bahwa Allah kita, Allah orang hidup dan bukan Allah orang mati. Sebagai seorang beriman, seharusnya kita semakin berani melawan segala kelemahan dan dosa yang diakibatkannya. Juga, kita seharusnya berani melawan segala godaan si jahat yang akan menjerumuskan kita kepada maut.

Sebuah keluarga akan mengalami damai sejahtera, terlebih karena iman mereka akan Kristus dinyatakan dalam dinamika kehidupannya. Memang, kebutuhan ekonomi kerap menjadi pusat perhatian, dan hal ini dapat berakibat munculnya berbagai tindakan yang mengarah kepada dosa. Pernah saya mendengar, seorang bapak akhirnya melarikan uang kas paroki, uang koperasi dan berbagai perbuatan tidak jujur lainnya demi ekonomi keluarganya. Sungguh sangat disayangkan. Sebab bapak ini seorang aktivis Gereja, bahkan ada yang asisten imam. Ini sungguh memalukan dan membuat luka seluruh Gereja.

Namun demikian Allah tetap menghendaki kita hidup dan bukan mati. Maka baiklah kita melakukan pertobatan dan perbaikan diri. Langkah yang perlu kita mulai adalah memperkuat iman kita.
 [Kristianto/RUAH]


Antifon Komuni (Mzm 103:1)

Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai seluruh diriku!

Dialah Yang Memikul Kelemahan Kita Dan Menanggung Penyakit Kita

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XII – Sabtu, 27 Juni 2015)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya, “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita.” Yesus berkata kepadanya, “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya, “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” Mendengar hal itu, Yesus pun heran dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari timur dan barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Surga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” Lalu Yesus berkata kepada perwira itu, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Pada saat itu juga sembuhlah hambanya.

Setibanya di rumah Petrus, Yesus melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam. Dipegang-Nya tangan perempuan itu, lalu lenyaplah demamnya. Ia pun bangun dan melayani Dia. Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan semua orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya digenapi firman yang disampaikan melalui Nabi Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (Mat 8:5-17)

Bacaan Pertama: Kej 18:1-15; Mazmur Tanggapan: Luk 1:46-50,53
Tiga cerita pertama tentang penyembuhan Yesus (seorang kusta [Mat 8:1-4; hamba seorang perwira di Kapernaum [Mat 8:5-13]; dan ibu-mertua Petrus [Mat 8;14-15]) terikat satu sama lain dengan eratnya dan menggambarkan apa yang dikatakan oleh Yesaya mengenai Hamba YHWH dalam Mat 8:17. Semua mukjizat tersebut terjadi dalam satu hari. Orang kusta dan ibu-mertua Petrus disembuhkan lewat sentuhan. Hal ini penting karena pada umumnya Matius lebih menyukai untuk menunjukkan Yesus yang menyembuhkan hanya dengan mengucapkan kata-kata, seperti dilakukannya kepada sang perwira Romawi dalam antisipasi terhadap apa yang digambarkan dalam Mat 8:16, di mana Yesus mengusir roh-roh jahat dengan sepatah kata.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Perhatikanlah kontras antara permohonan sungguh-sungguh dari sang perwira dan orang kusta tersebut dengan absennya hal serupa dalam hal ibu-mertua Petrus. Apa yang mau dikatakan di sini? Yesus memberkati iman yang diwujudkan dalam permohonan yang sungguh-sungguh dari dalam hati, namun belarasa-Nya tidak dibatasi oleh ada atau tidaknya permohonan termaksud. Yesus senantiasa mengambil inisiatif dalam hal adanya kebutuhan nyata.

Ketiga orang yang menerima kesembuhan dari Yesus adalah orang-orang yang termarjinalisasi dalam masyarakat. Lihatlah si orang kusta. Dia adalah orang buangan secara hukum. Ia dituntut untuk hidup di luar kota/tempat berkumpulnya orang-orang, dan setiap kali ada orang berjalan mendekatinya dia harus berseru-seru: “Najis! Najis!”, sambil menutupi mukanya (lihat Im 13:45-46). Di dunia yang masih terkebelakang pada zaman modern ini, keluarga-keluarga seringkali menolak orang kusta sebagai orang yang dikutuk Allah karena dosa. Dan penderitaan orang kusta yang paling berat adalah bahwa dirinya diasingkan oleh keluarganya sendiri dan masyarakatnya sendiri. Jadi, sungguh lebih mengejutkan kitalah bahwa Yesus menyentuh orang kusta dalam menyembuhkannya. Yesus tidak takut kepada hal-hal yang ditakuti orang-orang lain. Yesus hanya menginginkan bahwa kasih Allah menyentuh siapa saja, termasuk mereka yang tidak dapat disentuh (the untouchable).

Sang perwira Romawi adalah seorang “kafir” menurut standar Yahudi yang berlaku, malah dipandang seperti “anjing-anjing”. Walaupun demikian dia menunjukkan iman yang lebih besar daripada yang ditemukan Yesus di antara orang-orang Israel. Ia adalah macam orang kafir yang membawa ke dalam komunitas Matius – yang awal mulanya melulu terdiri dari orang-orang Yahudi – lebih banyak kegairahan dan semangat daripada mereka yang berasal dari agama Yahudi. Akhirnya, ibu-mertua Petrus adalah seorang perempuan, warga masyarakat kelas dua seturut standar Yahudi yang berlaku pada saat itu. Namun setelah disembuhkan oleh Yesus dari demamnya, dia bangkit dan langsung saja melayani Dia. Ibu-mertua Petrus adalah suatu tipe murid Kristus yang melayani dan menunjukkan sikap yang bahkan pada waktu itu belum dimiliki oleh dua belas murid yang dipilih sendiri oleh Yesus: tidak berambisi untuk menjadi yang bukan-bukan (bdk. Mat 20:20-28).

Ketika Matius membuat klimaks bacaan Injil ini dengan petikan dari Yesaya 53:4, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Mat 8:17), yang dimaksudkannya adalah bahwa Yesus memenuhi janji Perjanjian Lama ini bukan dengan menjadi sakit sendiri, melainkan dengan penuh belarasa mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang sakit dan kemudian mengusir penyakit yang dideritanya untuk pergi dari orang bersangkutan. Akan tetapi beban-beban yang diangkat-Nya dari orang-orang yang ditolong-Nya adalah lebih daripada itu, yaitu beban-beban karena ditolak oleh masyarakat, beban-beban karena penindasan oleh mereka yang memegang kekuasaan, dlsb. Di atas bahu Yesus, beban-beban ini akan dialami bukan sebagai penyakit, melainkan penganiayaan dan akhirnya penyaliban, karena itulah “harga” yang harus dibayar oleh-Nya karena berpihak dan membela orang-orang yang tersingkirkan serta tertindas dan kemudian membuat komunitas dengan mereka. Dalam hal ini Yesus mewujudkan keyakinan-Nya bahwa semua orang adalah anak-anak dari “seorang” Bapa di surga.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Bacaan hari ini menantang kita untuk memeriksa hidup kita sendiri siapa saja yang termasuk dalam bilangan orang-orang buangan, orang-orang tersisihkan dan orang-orang tertindas. Para penderita HIV-Aids dapat dikatakan adalah orang-orang kusta zaman modern. Namun kita masing-masing perlu bertanya kepada diri kita sendiri apakah ada orang-orang yang kita sudah “hapus” dari buku kita, secara sadar maupun tidak sadar, sebagai orang-orang di luar lingkaran “orang-orang terhormat” yang kita kenal? Siapa saja yang selama ini kita pandang sebagai “orang-orang kafir”? Apakah saudari-saudara kita yang beragama Hindu, Buddha, Muslim? Apakah orang-orang yang berasal dari suku atau etnis lain dari kita? Dan bagaimana dengan orang Kristiani lain yang pelayanannya kepada kita sukar untuk diterima? Dst. Dlsb. Barangkali rahmat terbesar kita terima jika kita menerima “orang-orang lain” itu sebagai saluran kasih Allah kepada kita. Setiap komunitas Kristiani perlu/harus mempertanyakan apakah komunitas tersebut merupakan sekelompok orang yang puas-diri dengan yang apa mereka miliki, ataukah komunitas itu setia kepada tantangan yang diberikan Yesus untuk membuka pintu dan melangkah ke luar guna berkomunitas dengan orang-orang “lain” tersebut.

DOA: 

Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Engkau menanggung segala sakit-penyakitku, memikul segala penderitaanku. Engkau adalah andalanku, ya Yesus. Oleh kuasa Roh Kudus, bentuklah aku menjadi murid-Mu yang setia. Sembuhkanlah dan kuatkanlah imanku yang lemah ini. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Yesus, sekarang dan selama-lamanya. 
Amin.

Maju Ataukah Mundur?

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Sampai saat ini secara pribadi saya menyukai karakter salah satu tokoh kartun yaitu Naruto. Bukan karena ilmunya yang tinggi melainkan salah satu sifatnya yang tidak mau menyerah. Ia selalu berusaha untuk terus maju. Walaupun ia terus diejek, dijauhi bahkan dikucilkan namun ia tetap tak peduli.

Bagi kita orang percaya, apakah yang akan kita lakukan jika saat ini kita berada di masa-masa penderitaan? Pencobaan demi pencobaan yang bertubi-tubi mendatangi kita. 


Kegagalan dalam karir, pendidikan, keluarga atau usaha. Menyerahkah dengan menyalahkan Tuhan atau terus bangkit dengan tetap berserah penuh dan semakin dekat dengan Tuhan.

Ayub tatkala mendapatkan ujian dari Allah, ia tidak serta merta menyalahkan Allah. Ia tetap berserah dan tidak meninggalkan Tuhan. Ia yakin dan percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. Dan Allah menggenapi janji-Nya dengan memulihkan keadaan Ayub lebih dari sebelumnya.

Pilihan ada di tangan kita, apakah kita mau tetap setia dan taat kepada Tuhan Yesus atau justru malah sebaliknya. Yakinlah dengan ketaatan dan kesetiaan maka kemenangan akan menjadi bagian hidup kita. Amin.

Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
(Ayub 1:22)

Setia Dalam Hal-hal Baik Walaupun Kecil

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XII – Jumat, 26 Juni 2015)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Seorang yang sakit kusta datang kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu dan berkata, “Aku mau, jadilah tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya, “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” (Mat 8:1-4)

Bacaan Pertama: Kej 17:1,9-10,15-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-5
Perhatikanlah bahwa orang kusta dalam bacaan Injil di atas mendatangi Yesus untuk disembuhkan dan dia sujud menyembah Dia. Hal ini barangkali merupakan suatu tindakan pemberian hormat yang biasa saja dalam menghadapi seorang rabi, namun Yesus membalasnya dengan tindakan kebaikan yang jauh lebih besar berupa penyembuhan total orang kusta itu.

Demikian pula banyak karunia/anugerah Allah bagi kita tergantung pada apa yang kita berikan kepada Allah. Namun untuk tindakan atau upaya yang sekecil apa pun, Kristus membalas dengan berkat atau anugerah yang jauh lebih besar/berharga. Yesus bersabda: “Siapa saja yang memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya” (Mrk 9:41; bdk. Mat 10:42).

Bagaimana halnya dengan kita (anda dan saya)? Apakah hal-hal kecil, tanda-tanda kasih yang kecil dari pihak kita yang membuat kita menerima ganjaran besar dari Kristus? Misalnya, doa pagi yang relatif pendek; yang membutuhkan waktu dan upaya hanya beberapa menit, namun membuat keseluruhan hari kita menjadi berarti.

Terkait dengan doa adalah pembacaan dan permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci yang juga dapat dilakukan dalam waktu beberapa menit. Kita akan terkejut bagaimana Allah membalas tindakan kita tersebut secara berlimpah. Kata-kata yang mengandung pesan kebaikan, suatu tindakan kebaikan, juga merupakan suatu titik kebenaran yang kita taruh dalam tangan-tangan Allah yang penuh kasih. Allah memang menginginkan hal seperti itu dari diri kita untuk membuktikan kemurahan-hati kita sebelum Ia membalas kebaikan hati kita itu “seratus” kali lipat.

Sebagai ganjaran, Yesus menjanjikan tidak kurang dari Kerajaan Surga: “Mari, kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu menjenguk Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:34-36). Bayangkan! Kita akan memperoleh ganjaran surga karena kita mengunjungi seseorang yang sedang sakit, karena memberikan makanan-minuman ala kadarnya kepada orang yang lapar dan haus.

Orang kusta dalam bacaan Injil hari ini memberikan kepada Kristus sebuah perhatian istimewa yang kelihatan biasa-biasa saja (sujud menyembah Dia). Lihatlah apa yang diterimanya dari Kristus sebagai balasan atas tindakannya. Apa yang kita berikan kepada Allah: apakah sebuah doa pendek sederhana (tentunya tidak hebat-hebat amat, namun keluar dari hati terdalam), membaca dan merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci, kunjungan kepada orang sakit, kata-kata penuh kebaikan yang kita ucapkan, dlsb.? Berdasarkan semua itu bergantung kemurahan hati Allah bagi kita.

DOA: 

Tuhan Yesus, Engkau Mahakuasa namun senantiasa berbelas-kasih kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan-Mu. Biarlah Roh Kudus-Mu membentuk diriku menjadi seorang murid-Mu yang baik, yang setia dalam hal-hal baik walaupun kecil. Dengan demikian aku dapat memperoleh ganjaran yang jauh lebih besar dari-Mu. Amin.

25 Juni 2015

Dengan “Laudato Si” Paus Fransiskus Mengajak Gereja Bersatu Melawan Pengrusakan Alam


Paus Fransiskus pekan lalu mengeluarkan sebuah pesan global untuk bertindak mengatasi perubahan iklim yang “luar biasa” menghancurkan planet dan mengatakan negara-negara kaya harus bertanggungjawab memecahkan masalah ini.

Dalam ensiklik baru yang ditujukan kepada setiap orang di planet ini, pemimpin 1,2 miliar umat Katolik dunia tersebut menyalahkan keserakahan manusia dan teknologi baru yang merusak.

Para aktivis Green telah memuji campur tangan Paus karismatik itu karena ia memiliki pengaruh kuat terhadap negara-negara untuk mengatasi pemanasan global.

Mereka berharap pesan Bapa Suci akan meningkatkan tekanan kepada negara-negara untuk mengambil langkah-langkah lebih jauh dan juga berharap kepada lebih dari 200 negara yang akan berkumpul di Paris untuk KTT pada Desember membuat kesepakatan global tentang emisi karbon.

Ensiklik itu mereferensi argumen skeptis dengan mengakui bahwa aktivitas gunung berapi, gerak bumi melambat dan siklus matahari merupakan faktor dalam perubahan iklim.

Ia mempertahankan bahwa “pemanasan global yang paling berpengaruh dalam beberapa dekade terakhir ini akibat gas rumah kaca terutama sebagai akibat dari aktivitas manusia”.

“Jika tren ini terus berlanjut, abad ini mungkin menyaksikan perubahan iklim yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya perusakan ekosistem, dengan konsekuensi serius bagi kita semua,” tulisnya.

Konsekuensinya, menurut Bapa Suci, akan mencakup kenaikan permukaan air laut secara langsung akan mengancam seperempat populasi dunia yang tinggal di dekat atau di garis pantai, dan akan terasa paling akut oleh negara-negara berkembang.

Ia menyoroti kekurangan air yang akut bisa timbul dalam beberapa dekade, “pengendalian air dengan bisnis multinasional besar dapat menjadi sumber utama konflik di abad ini”.

Salah satu tema yang ditekankan dalam ensiklik tersebut adalah negara-negara kaya harus menerima tanggung jawab untuk mengatasi perubahan iklim dan harus “membantu membayar utang ini” dengan memotong emisi karbon mereka dan membantu negara berkembang mengadopsi bentuk-bentuk energi yang berkelanjutan.

“Tanah orang miskin di bagian selatan sangat kaya dan sebagian besar tercemar, namun akses ke kepemilikan barang dan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan penting dihambat oleh sistem hubungan komersial dan kepemilikan yang secara struktural sesat,” tulis Paus.

Dia mengatakan dunia harus menghentikan pembakaran bahan bakar fosil.

“Kita tahu bahwa teknologi berbasis pada penggunaan bahan bakar fosil – bukan hanya batubara, tetapi juga minyak bumi akan sangat mencemari,” tulisnya.

Negara-negara berkembang membutuhkan bantuan keuangan untuk mengatasi hal ini “, tetapi melakukannya mereka membutuhkan bantuan negara yang telah mengalami pertumbuhan yang besar pada biaya polusi yang sedang berlangsung di planet ini”.

Pakta ini, kata Paus Fransiskus, perlu dimasukkan ke dalam perjanjian yang mengikat. ”Perjanjian internasional sangat dibutuhkan, karena pemerintah lokal tidak selalu mampu melakukan intervensi yang efektif”. (indonesia.ucanews.com)


Terkait: Dengan "Laudato Si" Paus Fransiskus Mengajak Gereja Bersatu Melawan Pengrusakan Alam






Jumat, 26 Juni 2015 Hari Biasa Pekan XII


Bila Ekaristi adalah pusat dan puncak hidup Gereja, maka haruslah juga menjadi pusat dan puncak dari pelayanan imamat. Dengan demikian, penuh dengan rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, saya ulangi, bahwa, Ekaristi "adalah prinsip dan inti alasan pengadaan sakramen imamat, yang memang timbul pada saat pendasaran Ekaristi" [Surat Apostolik Perjamuan Tuhan (Dominicae Cenae, 24 Februari 1980), 2: AAS 72 (1980), 115] (Paus St. Yohanes Paulus II, Ensiklik Ecclesia de Eucharistia, No 31a)

Antifon Pembuka (Yeh 34:11.23-24)
Aku akan memperhatikan domba-domba-Ku, mengangkat seorang gembala sebagai pemimpin, dan Aku, Tuhan sendiri, menjadi Allah mereka.

Doa Pagi
Ya Allah, kami bersyukur karena melalui Putra-Mu, Yesus Kristus, Engkau telah mengangkat martabat orang-orang yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan menderita. Semoga, teladan hidup-Nya menggerakkan kami untuk melakukan hal yang sama sehingga karya penyelamatan-Mu sungguh menjadi nyata dalam diri kami. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang bersama Dikau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.


Bacaan dari Kitab Kejadian (17:1.9-10.15-22)
"Setiap laki-laki di antaramu harus disunat sebagai tanda perjanjian. Sara akan melahirkan bagimu seorang putra."

Ketika Abraham berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka Tuhan menampakkan diri kepadanya dan bersabda, "Akulah Allah yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela! Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun temurun. Inilah perjanjian-Ku, yang harus kaupegang, perjanjian antara aku dan engkau serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antaramu harus disunat." Selanjutnya Allah bersabda kepada Abraham, "Tentang isterimu Sarai, janganlah kausebut lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, sehingga ia akan menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja pelbagai bangsa akan lahir daripadanya." Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya, "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak? Dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?" Dan Abraham berkata kepada Allah, "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" Tetapi Allah bersabda, "Tidak! Isterimu Saralah, yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya. Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu. Ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga." Sesudah selesai bersabda kepada Abraham, naiklah Allah meninggalkan Abraham.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Orang yang takwa hidupnya akan diberkati Tuhan.
Ayat. (Mzm 128:1-2.3.4-5)
  1. Berbahagialah orang yang takwa pada Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau menikmati hasil jerih payahmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!
  2. Isterimu akan menjadi laksana pohon anggur subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun di sekeliling mejamu!
  3. Sungguh, demikianlah akan diberkati Tuhan orang laki-laki yang takwa hidupnya. Kiranya Tuhan memberkati engkau dari Sion: boleh melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. (Mat 8:17)
Yesus memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (8:1-4)

"Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan daku."

Setelah Yesus turun dari bukit, banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah kepada-Nya seorang yang sakit kusta. Ia sujud menyembah Yesus dan berkata, "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan daku." Yesus lalu mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata, "Aku mau, jadilah engkau tahir!" Seketika itu juga tahirlah orang itu dari kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya, "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan 

Kisah penyembuhan orang kusta—orang yang paling dikucilkan dari kehidupan bermasyarakat—dalam Injil hari ini terjadi karena beberapa hal. Pertama, orang kusta datang kepada Yesus dengan keyakinan teguh bahwa Yesus bisa menyembuhkan penyakitnya. Kedua, dia datang dengan penuh kerendahan hati. ”Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan daku” (Mat. 8:2). Ketiga, orang itu datang kepada Yesus dengan penuh penghormatan. Dia bersujud di hadapan Yesus seraya memohon untuk disembuhkan. Keempat, atas dasar sikap-sikapnya itu, Yesus jatuh kasihan kepadanya. Sekalipun hukum Taurat melarang seorang rabi untuk kontak dengan seorang kusta, tetapi Yesus mengulurkan tangannya ke atas orang itu dan berkata: ”Aku mau, jadilah engkau tahir” (Mat. 8:3a).

Sikap doa orang kusta itu barang kali hendaknya menjadi contoh ketika kita menyampaikan permohonan kepada Tuhan. Doa kita hendaknya didasarkan pada iman yang teguh akan kebaikan Allah dan disampaikan dalam semangat kerendahan hati dan dengan sikap penuh hormat kepada Tuhan. Isi doa kita pun hendaknya tidak memaksa Allah. Seandainya Tuhan berkenan, Tuhan bisa mengabulkan keinginanku. Di dalam doa, kita boleh menyatakan keinginan kita kepada Tuhan, tetapi soal pengabulannya berada di dalam tangan Allah.

Tuhan, terima kasih atas rahmat penyembuhan yang senantiasa Engkau anugerahkan kepadaku. 
Amin.  

Antifon Komuni (Mat 8:17)

Yesus memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.

Tidak Mampu


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Setiap orang memang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Begitu juga dengan tingkat perekonomian. Ada salah satu orang yang merasa terikat dengan uang. Dia begitu fokus untuk bisa mendapatkan uang yang banyak, apa yang dia dapatkan tak pernah cukup. 

Di sini bukan tentang cukup atau tidak, melainkan tentang bagaimana caranya untuk bisa bersyukur.

Berkat itu tidak diukur dari kemampuan, melainkan dari ketaatan yang kita miliki. Seperti halnya bangsa Israel, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk berjalan di atas air sehingga mereka terkepung. Oleh sebab ketaatan, maka Tuhan membuka jalan bagi mereka. Tuhan membelah laut Teberau sehingga mereka dapat melaluinya.

Apa yang tidak bisa Tuhan perbuat bagi anak-anak-Nya yang taat? Apa yang Tuhan tidak bisa Tuhan perbuat bagi hidup kita? Tuhan bisa membuka tingkap-tingkap berkat asal kita bisa taat untuk hidup di dalam Dia.

Jangan utamakan uang dalam kehidupan, karena uang akan mendatangkan malapetaka. 

Carilah Tuhan, maka semuanya akan Dia tambahkan dalam kehidupan kita. Berilah persepuluhan maka kita tidak akan berkekurangan, karena Tuhan akan selalu mencukupkan dengan cara-Nya.

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, 
maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
(Matius 6:33)

24 Juni 2015

Bagaimana Kita Dapat Menjadi Lebih Dekat Dengan Allah ?

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XII – Kamis, 25 Juni 2015)
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!

Jadi, setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.

Setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka. (Mat 7:21-29)

Bacaan Pertama: Kej 16:1-12,15-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:1-5
Apakah kehendak Allah bagi kita? Seringkali ketika kita mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita sendiri, kita berpikir dalam pengertian apa yang harus kita kerjakan. Kita mungkin berdoa sehubungan dengan perubahan karir atau pindah pekerjaan. Kita mungkin berdoa apakah kita akan masuk tarekat religius atau masuk dalam hidup perkawinan. Sudah barang tentu pentinglah bagi kita untuk berdoa dalam rangka mengambil keputusan-keputusan ini, karena Bapa surgawi telah memanggil kita masing-masing untuk menjadi murid Yesus dan Bapa mempunyai sebuah frencana sempurna bagi kehidupan kita.

Namun demikian, dasar dari discernment yang dilakukan dalam suasana doa haruslah relasi kita dengan Tuhan Allah. Kehendak Bapa bagi kita terlebih-lebih menyangkut keberadaan (being) kita daripada apa yang kita lakukan (doing). Bapa menginginkan agar kita hidup dalam suatu relasi vital dan penuh sukacita dengan diri-Nya. Karena kasih-Nya yang begitu besar, Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal agar kita dapat memperoleh kebebasan untuk datang kepada-Nya, membersihkan dosa-dosa kita dan mampu untuk berdiri di hadapan hadirat-Nya. Sekarang Ia menginginkan kita agar hidup di hadapan hadirat-Nya sepanjang masa. Selagi kita tinggal dalam Dia yang adalah kasih itu, kita akan ditransformasikan dari posisi budak menjadi anak-anak angkat Allah.

Bagaimana kita dapat menjadi lebih dekat kepada Allah? Sebagaimana diajarkan Yesus, kita dapat mendirikan rumah kita di atas “batu” (Mat 7:24). Kita tidak pernah boleh luput melihat tujuan dari penciptaan kita. Apabila kita “membuang” waktu dan tenaga kita dalam menumpuk harta kekayaan, mencari kehormatan, dan mati-matian mengejar kenikmatan, maka kita seperti orang bodoh yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Seperti pasir, harta kekayaan, kenikmatan dunia dan lain-lain itu tidak dapat menopang kita bila terjadi badai dalam kehidupan kita. Sebaliknya apabila kita memakai waktu kita untuk mengenal Tuhan lebih dekat lagi dan ikut membangun kerajaan-Nya di atas muka bumi ini, maka fondasi-fondasi kita akan kokoh.

Kehidupan kita tentu mempunyai makna. Badai macam apa pun datang melanda, kita dapat selalu berpaling kepada Tuhan kita. Oleh Roh-Nya kita akan diberdayakan agar dapat hidup dalam pengharapan dan damai-sejahtera di tengah-tengah berbagai pencobaan dan kesulitan yang dapat kita alami. Hari ini, baiklah kita mengambil waktu untuk berdoa secara khusus untuk meninjau kembali prioritas-prioritas kita. Apakah kita begitu menyibukkan diri atas hal-hal yang tidak mempunyai signifikansi yang kekal? Kehendak Bapa surgawi adalah agar kita masuk ke dalam Kerajaan Surga, menikmati hadirat-Nya.

DOA: 
Bapa surgawi, tingkatkanlah karunia-karunia iman, pengharapan dan kasih dalam diri kami. Berikanlah kepada kami rahmat untuk membangun kehidupan kami yang didasarkan pada kebenaran-Mu. Kami menyerahkan kepada-Mu segala keberadaan kami dan segala sesuatu yang kami miliki. Dan bantulah kami untuk selalu menyelaraskan apa yang kami ucapkan dengan apa yang kami lakukan.

Amin.


Melukai Dari Dalam


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Sering kali kita melihat keluar tentang bagaimana orang-orang yang merasa sakit hati atau kecewa dengan orang lain. Ada yang dikecewakan teman kerja, sahabat, tetangga atau orang orang-orang yang tidak menyukai mereka.
Jangan pernah menaruh kesalahan hanya kepada orang lain saja. Mari kita selidiki diri kita sendiri, apakah kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik dari mereka? Sudahkah kita benar-benar telah hidup tanpa melukai orang lain? Dan manakah yang lebih menyakitkan, dilukai oelh orang lain atau dilukai oleh orang terdekat (keluarga)?

Hal yang paling menyakitkan adalah ketika kita dilukai dari dalam yaitu dilukai oleh keluarga kita sendiri. Dimana dalam kesehariaannya telah banyak hal yang kita bantu dengan tulus hati dan ternyata kebaikan yang kita beri dibalas dengan kekecewaan.

Jika kita tidak ingin dilukai, maka jangan melukai. Belajarlah untuk bisa menjaga hati orang lain melalui semua sikap dan perkataan kita. Saat kita melukai hati orang-orang yang telah mengasihi kita, sama halnya kita telah melukai hati Tuhan.

Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai.
(Amsal 15:4)

Roh Kudus Akan Memberdayakan Kita

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XII – Selasa, 23 Juni 2015)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

“Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.”

“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Masuklah melalui pintu yang sempit, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sempitlah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Mat 7:6,12-14)

Bacaan Pertama: Kej 13:2,5-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 15:2-5
“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat 7:12). Ayat ini dalam dunia manajemen dikenal sebagai THE GOLDEN RULE (bdk. Tob 4:15). Memang itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi, yang digenapi oleh Yesus Kristus lewat ajaran-Nya dan kehidupan-Nya sendiri.

Siapakah dari kita yang tidak ingin diperlakukan dengan penuh kasih? Kita semua mendambakannya, teristimewa apabila perlakuan penuh kasih itu adalah dari Allah sendiri. Janji akan “hidup dalam Roh” adalah, apabila kita menghargai kasih Allah – menjaga saat-saat doa dan pembacaan Kitab Suci serta melakukan yang terbaik untuk mengikuti dorongan-dorongan Roh Kudus – maka Dia akan memberdayakan kita untuk melakukan hal-hal yang bahkan tidak mungkin dilakukan secara “normal”. Dengan demikian “pintu yang sempit” dan “jalan yang sesak” menjadi manageable, dan kita pun akan bergembira menghayati suatu kehidupan yang pada faktanya melawan gelombang dunia. Sepanjang zaman, menjadi murid Kristus adalah menjadi “tanda lawan”, yang tidak ikut-ikutan dengan “dunia”.

Apabila kita ingin mampu memperlakukan orang-orang lain dengan kasih sebagaimana kita sendiri dambakan, maka pertama-tama kita harus mengalami belas kasihan Allah dan bela rasa-Nya. Kita perlu sekali mengetahui dan mengenal kasih-Nya yang intim bagi kita masing-masing, yaitu bahwa Dia adalah seorang Bapa penuh kasih, yang sungguh berbahagia untuk menyambut kita apabila kita datang kepada-Nya. Selagi kita datang kepada-Nya, kita pun akan mengalami kasih-Nya yang dicurahkan oleh-Nya ke dalam hati kita melalui Roh Kudus-Nya. Pengalaman seperti inilah yang akan memberdayakan kita untuk mengasihi orang-orang di sekeliling kita.

Selagi kita berjalan dengan kasih Allah, maka kasih-Nya itu akan mengalir deras melalui diri kita kepada orang-orang lain. Semakin kita mengenal dan menghargai kasih-Nya, semakin besar pula dorongan yang kita rasakan untuk mensyeringkan kasih-Nya itu dengan siapa saja yang kita temui. Kita akan digerakkan oleh Roh Kudus untuk melakukan tindakan-tindakan kebaikan. Tindakan-tindakan itu tidak perlu mengambil rupa tindakan-tindakan yang spektakular, misalnya “tindakan-tindakan kecil” seperti menjaga dan memelihara seorang anak tetangga, yang ibunya sedang sakit, atau berdoa dengan seorang teman yang kesepian dan baru saja disakiti hatinya; akan tetapi kita harus mencari Tuhan dengan segenap hati kita sehingga Dia dapat menggerakkan kita untuk mengasihi orang lain.

Oleh karena itu, marilah kita mengasihi Tuhan Allah. Baiklah kita berhati-hati untuk tidak melakukan apa saja yang dapat membuat sedih Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita. Dengan pertolongan-Nya, kita dapat melakukan hal-hal yang sebelumnya kita pikir tidak mungkin dapat kita lakukan. “Jalan yang sempit” akan menjadi semakin menarik bagi kita, dan kita semakin mempunyai kerinduan untuk melakukan hal-hal yang akan menyenangkan Allah. Marilah sekarang kita memuji-muji Allah untuk semua cara berbeda-beda yang digunakan-Nya untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita. Sementara kita semakin dekat kepada Allah dan memperkenankan-Nya menyatakan hati-Nya kepada kita, kita akan menyadari betapa penuh sukacita kita dalam mengikuti jalan kasih-Nya.

DOA: 

Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk kasih-Mu yang Kaucurahkan ke dalam hati kami masing-masing. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu, ajarlah kami menjadi murid-murid Yesus Kristus yang setia, untuk mengikuti jejak-Nya di jalan yang sempit. 
Amin.