Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”
Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9).
Bacaan Pertama: Rm 18:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6
Yesus melanjutkan pengajaran-Nya tentang tema “pertobatan” dan memerintahkan para pendengar-Nya supaya mengindahkan peringatan-Nya tentang urgency dari tugas yang harus mereka lakukan, yaitu melakukan pertobatan sebelum terlambat. Beberapa dari orang banyak yang hadir menceritakan kepada-Nya suatu peristiwa yang mungkin terjadi pada waktu-waktu di sekitar hari raya Paskah, di mana sejumlah orang Galilea dibunuh selagi mereka mempersembahkan kurban.
Tidak ada sumber lain kecuali Injil Lukas yang membuktikan nilai kesejarahan dari peristiwa yang mengejutkan ini. Namun, jika kita sungguh mengetahui betapa bencinya Pilatus terhadap orang-orang Yahudi, dan jika kita sungguh mengetahui catatan tentang intensitas dan bobot perlawanan orang-orang Galilea dalam perjuangan mereka melawan orang-orang Romawi, maka peristiwa itu sangat mungkin merupakan peristiwa yang memang sungguh terjadi. Pilatus biasanya mengirim pasukannya yang menyaru dengan mengenakan jubah-jubah panjang. Mereka menyelusup ke tengah-tengah umat Yahudi yang sedang berkumpul. Dengan demikian, jika mulai ada tanda-tanda yang mencurigakan, maka massa dapat dibubarkan dengan menggunakan pentungan. Sejarawan Yosefus memberi kesaksian tentang efisiensi yang penuh keganasan dari para serdadu di bawah komando Pilatus. Memang Yosefus tidak menyebutkan peristiwa yang diceritakan dalam bacaan Injil hari ini, namun pesannya sungguh selaras, sedikitnya tidak bertentangan.
Akan tetapi, dalam hal ini kita pun tidak boleh mengabaikan bahwa orang-orang yang membawa kabar tersebut mungkin saja membuat-buat cerita untuk men-tes tanggapan Yesus terhadap pendudukan negeri mereka oleh Kekaisaran Roma dan mungkin-tidaknya Dia mengambil inisiatif untuk memulai gerakan revolusioner secara besar-besaran. Apa pun motif yang melatar-belakangi tindakan orang-orang tersebut melaporkan peristiwa tersebut kepada Yesus, Ia menggunakan saat itu untuk mengajarkan kepada mereka tentang “pertobatan”.
Yesus kemudian mensyeringkan refleksi-Nya sendiri tentang suatu insiden di mana 18 orang mati ditimpa menara di dekat Siloam. Yesus mengatakan bahwa para korban kecelakaan tersebut tidak lebih buruk daripada orang-orang Galilea lain dalam hal kedosaan. Dengan tegas Yesus menolak pandangan kuno yang menyamakan antara kedosaan dan penderitaan. Bencana dan kecelakaan bukanlah ditimpakan oleh Allah atas diri orang sebagai hukuman atas dosa orang itu. Kalau begitu halnya, maka orang dapat berkesimpulan bahwa orang yang hidup adalah kurang berdosa. Lebih penting lagi, Yesus menolak imaji Allah yang memiliki pandangan khusus seperti itu. Yesus membuat jelas bahwa Allah yang diwartakan-Nya tidak menjalin relasi dengan umat-Nya melalui peristiwa bencana dan kecelakaan, juga Allah tidak membuktikan diri-Nya Allah dengan menyusun “liturgi sadisme” di mana Ia sungguh akan diakui sebagai Allah.
Allah yang diperkenalkan oleh Yesus adalah Allah yang tidak memiliki kharisma untuk menimbulkan kekacau-balauan. Ia adalah Allah yang ingin agar supaya umat-Nya kembali kepada-Nya dan menemukan diri mereka sendiri yang sebenarnya. Yesus mengatakan bahwa setiap orang memiliki keserupaan dasar dengan orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus dan 18 orang yang menjadi korban kecelakaan di dekat Siloam: setiap orang adalah orang berdosa yang perlu/harus melakukan pertobatan. Namun sebaliknya dari orang-orang itu, generasi sekarang ini telah diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya agar supaya dapat mempersiapkan diri dengan baik. Yesus bersabda: “… jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13:5).
Sekarang, kita akan menyoroti bagian kedua bacaan Injil ini, yaitu “perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah” (Luk 13:6-9). Pesan dari perumpamaan Yesus ini adalah, bahwa masih ada waktu untuk perubahan. Imaji Allah yang disampaikan oleh Yesus di sini adalah “seorang” Allah yang sabar, yang bersedia atau mau untuk menunggu. Namun apabila Allah memiliki segala waktu di dalam dunia, tidak demikian halnya dengan manusia. Per definisi, waktu membatasi tindak-tanduk manusia, dan Yesus mendesak agar supaya para pendengar-Nya menggunakan waktu yang mereka miliki untuk melakukan pertobatan. Kedosaan dari seseorang yang direncanakan-Nya untuk menjadi seorang manusia baik, sama saja artinya dengan ketidakmampuan untuk berbuah dari sebatang pohon yang diciptakan untuk menghasilkan buah. Yesus menginginkan agar orang-orang sungguh-sungguh berupaya untuk melakukan pertobatan.
Allah yang diperkenalkan oleh Yesus adalah Allah yang tidak memiliki kharisma untuk menimbulkan kekacau-balauan. Ia adalah Allah yang ingin agar supaya umat-Nya kembali kepada-Nya dan menemukan diri mereka sendiri yang sebenarnya. Yesus mengatakan bahwa setiap orang memiliki keserupaan dasar dengan orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus dan 18 orang yang menjadi korban kecelakaan di dekat Siloam: setiap orang adalah orang berdosa yang perlu/harus melakukan pertobatan. Namun sebaliknya dari orang-orang itu, generasi sekarang ini telah diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya agar supaya dapat mempersiapkan diri dengan baik. Yesus bersabda: “… jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13:5).
Sekarang, kita akan menyoroti bagian kedua bacaan Injil ini, yaitu “perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah” (Luk 13:6-9). Pesan dari perumpamaan Yesus ini adalah, bahwa masih ada waktu untuk perubahan. Imaji Allah yang disampaikan oleh Yesus di sini adalah “seorang” Allah yang sabar, yang bersedia atau mau untuk menunggu. Namun apabila Allah memiliki segala waktu di dalam dunia, tidak demikian halnya dengan manusia. Per definisi, waktu membatasi tindak-tanduk manusia, dan Yesus mendesak agar supaya para pendengar-Nya menggunakan waktu yang mereka miliki untuk melakukan pertobatan. Kedosaan dari seseorang yang direncanakan-Nya untuk menjadi seorang manusia baik, sama saja artinya dengan ketidakmampuan untuk berbuah dari sebatang pohon yang diciptakan untuk menghasilkan buah. Yesus menginginkan agar orang-orang sungguh-sungguh berupaya untuk melakukan pertobatan.
DOA:
Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku, terimalah pengakuan dosa-dosaku yang selama ini menjadi beban yang menindih diriku. Perkenankanlah aku menjadi seorang murid-Mu yang setia.
Amin.