Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

02 Oktober 2015

Aku Bersyukur Kepada-Mu, Bapa, Tuhan Langit dan Bumi

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVI – Sabtu, 3 Oktober 2015)


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata, “Tuhan, setan-setan pun takluk kepada kami demi nama-Mu.” Lalu kata Yesus kepada mereka, “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga.”

Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.” Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya secara tersendiri dan berkata, “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.” (Luk 10:17-24)

Bacaan Pertama: Bar 4:5-12,27-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 69:33-37


Lukas menggambarkan kegembiraan Yesus pada waktu para murid-Nya kembali dari misi mereka mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan. Yesus menunjukkan kepada para murid-Nya bagaimana seharusnya mereka memuji-muji Bapa-Nya di surga. Lalu kita pun dapat melihat sekilas lintas gaya doa Yesus: pujian penuh sukacita dalam Roh Kudus kepada Bapa: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, ……” (Luk 10:21).

Doa yang paling sejati adalah doa pujian dan syukur; ini adalah bentuk komunikasi yang paling meluas. Hal ini benar dalam relasi kita satu sama lain. Suatu sikap memuji, sikap menghargai, sikap mengasihi yang ditujukan kepada orang lain, adalah yang paling sehat bagi ke dua belah pihak dalam berkomunikasi. Lebih benar lagi adalah sikap kita terhadap Allah. Kita berkomunikasi secara paling baik jika kita mengenal orang lain dengan siapa kita berkomunikasi dan juga siapa kita ini. Allah adalah segalanya yang besar, agung dan indah. Yesus adalah yang paling besar dan agung! Dengan demikian puji-pujian adalah bentuk komunikasi dengan Dia yang paling nyata dan alamiah. Puji-pujian mengungkapkan secara paling akurat perasaan-perasaan kita yang benar dalam berbicara dengan Dia dan juga dalam mendengarkan Dia. Kita tidak boleh lupa bahwa “mendengarkan” sudah merupakan separuh (yang lebih baik) dari komunikasi yang kita lakukan. Mendengarkan dengan puji-pujian dan rasa syukur kepada Tuhan!

Puji-pujian dapat mengambil banyak bentuk, bahkan dalam keheningan maupun lagu pujian. Lagu pujian membuka diri kita terhadap Allah dan juga perasaan-perasaan kita yang paling dalam tentang diri-Nya. Ada banyak doa pujian dalam Kitab Suci, Buku Doa Allah, dan banyak dari doa-doa itu adalah dalam bentuk lagu.

Baiklah bagi kita kalau sungguh menikmati lagu-lagu pujian dan menyanyikan lagu-lagu itu juga. Berdoa dengan menyanyikan lagu pujian adalah berkomunikasi dengan Tuhan, mengatakan kepada-Nya apa yang kita rasakan tentang diri-Nya, mengatakan kepada-Nya apa yang membuat kita mengasihi Dia dan berterima kasih penuh syukur kepada-Nya dan menaruh kepercayaan kepada-Nya, serta membuat Dia sebagai pusat kehidupan kita. Doa yang berbentuk lagu, jika kita masuk ke dalamnya dengan sikap ini, meluaskan kita dan membuat kita bertumbuh secara spiritual. Doa-lagu seperti ini menyelamatkan kita dari bentuk doa yang sempit dan terasa sekadar mohon ini-itu, menggunakan Allah sebagai seorang sugar-Daddy atau Sinterklas yang harus memberikan kepada kita apa saja yang kita minta. Dengan doa permohonan yang terlalu bersifat sepihak, sepertinya kita bertransaksi dengan Allah. Kita melakukan tawar-menawar yang sungguh tidak sehat. Doa yang jauh lebih bijak adalah doa pujian. “Biar bagaimana pun juga, puji Tuhan! Apapun yang terjadi, marilah kita memuji Tuhan” adalah motto yang hebat. Motto ini mengajar kita bagaimana membalikkan setiap hal menjadi suatu berkat bagi hidup kita.

DOA: 

Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. 
Amin.