Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

12 Oktober 2015

Kemunafikan


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVIII – Selasa, 13 Oktober 2015)

Keluarga Fransiskan Kapusin (OFMCap.): Peringatan B. Honoratus Kosminski, Biarawan 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/


Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Ia masuk ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu heran melihat bahwa Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.” (Luk 11:37-41) 

Bacaan Pertama: Rm 1:16-25; Mazmur Tanggapan: Mzm 19:2-5 

Dalam pengajaran khusus-Nya kepada para murid, Yesus mengingatkan mereka: “Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi” (Luk 12:1). Sang pemazmur berkata: “Taurat ialah kesukaanku” (Mzm 199:70), berabad-abad sebelum orang-orang Farisi melipatkangandakan hukum Taurat itu dengan begitu banyak hal-hal kecil, tetek bengek yang sungguh memusingkan kepala. “Orang-orang Farisi” di segala zaman setelah itu – baik orang-orang munafik yang Kristiani maupun non-Kristiani – dengan setia mengikuti pola pemikiran orang-orang Farisi pada zaman itu.

Reformasi selalu diserukan, kadang-kadang orang bersedia mati untuk terwujudnya reformasi, namun betapa jarangnya reformasi itu dengan sungguh-sungguh dicoba dilaksanakan!

Kemunafikan orang yang kaya dan berkuasa menginspirasikan timbulnya “pemberontakan”. Namun setiap generasi baru pemberontak dalam kurun waktu yang cukup singkat menjadi generasi tua para munafik. Ramai-ramai demonstrasi di depan gedung parlemen pada tahun 1998 menentang segala macam KKN dan kemunafikan lainnya dari para penguasa di kala itu, namun sekarang – setelah menduduki jabatan – sudah tidak ubahnya dengan mereka yang ditentang dan dikritisi oleh mereka sekian tahun lalu. Sungguh terlalu mudah bagi orang-orang untuk melakukan demontrasi protes demi perubahan atau katakanlah “pemberontakan”, untuk mengutuk dan menghancurkan, namun tidak demikianlah halnya dengan memimpin, merencanakan dengan matang, membangun dan memelihara serta melestarikan segala sesuatu yang sudah baik.

Kita tidak dapat menyangkal nilai baik dari para “nabi” yang “bernubuat” tentang masa depan yang suram dan hampir tak berpengharapan (Inggris: prophets of doom), dan kita pun tidak perlu berpura-pura terkejut melihat depresi dan rasa putus asa para pemudi-pemuda kita karena mereka melihat secara jelas terjadinya berbagai macam pembodohan oleh mereka yang memegang kekuasaan dan pembiaran terjadinya dosa-dosa dalam masyarakat oleh mereka yang seharusnya bertugas untuk menjaga semua itu agar semakin sedikit/jarang terjadi, bukan sebaliknya. Contoh-contoh: pelecehan seksual atas diri anak-anak, pembakaran hutan dlsb. Akan tetapi siapakah yang akan membangun kota yang baru jikalau kota yang lama dihancurkan? Siapa yang menjamin bahwa yang baru itu lebih baik daripada yang lama? Siapa yang akan memeliharanya dan melestarikannya. Di mana para “nabi” yang akan menyusun serts menggelar rencana-rencana, dan para pembangun yang membangun bangunan dengan struktur yang lebih baik?

Perhatikanlah “rapat-rapat kerja” yang diselenggarakan untuk memecahkan masalah-masalah yang serius, baik instansi publik maupun swasta. Dengarkanlah baik-baik argumentasi masing-masing peserta rapat kerja perihal apa yang seharusnya dilakukan, namun lihatlah bagaimana ketika memberikan suara, mereka pun pada umumnya menggunakan standar yang berbeda … standar demi kepentingan pribadi masing-masing.

DOA: 

Tuhan Yesus, buatlah kami menjadi pribadi-pribadi jujur yang selalu menjunjung kebenaran. Sadarkanlah kami akan bahaya-bahaya dari kemunafikan di mana-mana, namun janganlah biakan kami melupakan kemunafikan-kemunafikan kami sendiri. Reformasi – seperti juga segalanya yang lain – harus dimulai dari dalam – artinya dari dalam pikiran dan hati kami sendiri. 
Amin.