“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah tempayan, melainkan di atas kaki pelita sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Mat 5:13-16)
Bacaan Pertama: 2Kor 1:18-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:129-133,135
Dalam tulisan ini, terjemahan yang digunakan oleh LAI “garam dunia”, saya ganti dengan “garam bumi” (salt of the earth) sesuai dengan semua versi terjemahan Alkitab dalam bahasa Inggris.
Salah satu penggunaan utama dari garam pada zaman alkitabiah dulu adalah untuk menjaga (mengawetkan) makanan agar jangan cepat rusak. Ketika Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, bahwa mereka adalah garam bumi, maka sebenarnya Dia mengatakan kepada mereka (dan kita sekarang), bahwa mereka akan memainkan suatu peranan yang vital dalam menjaga bumi dari proses pembusukan karena efek-efek dosa. Yesus juga mengatakan, bahwa mereka (dan kita sekarang) adalah terang dunia karena harus menghalau kegelapan maut dan ketidakpercayaan dari orang-orang yang mereka (kita) temui.
Kedengarannya tidak mudah, kan? Bagaimanakah kita dapat menjadi garam bumi dan terang dunia? Apakah kita harus sedemikian impresif atau mengesankan agar “terang kita bercahaya di depan orang …” (lihat Mat 5:16)? Apakah kita harus mendominasi dunia untuk menyelamatkannya? Jawabannya adalah “tidak”, paling sedikit tidak dalam artian duniawinya. Dunia kita seringkali terkesan pada orang-orang yang cantik, kaya-raya, mempunyai kekuasaan, pintar-cerdas, atletis, atau artistik dlsb. Hal-hal ini sampai titik tertentu dapat dicapai dengan upaya pencitraan pribadi. Dalam dunia ini, mereka yang sombong dan self-assertive adalah orang-orang yang dominan. Akan tetapi, kualitas-kualitas pribadi yang paling penting di mata Allah – kualitas-kualitas yang paling hakiki untuk keberadaan kita sebagai garam dan terang – adalah keutamaan-keutamaan (kebajikan-kebajikan) seperti lemah lembut, kerendahan hati, dan pelayanan penuh kasih kepada orang-orang lain.
Bagaimana orang-orang dengan kualitas pribadi ini dapat memainkan suatu peranan efektif di dalam dunia? Orang-orang yang lemah lembut dan rendah hati seringkali malah diabaikan – atau diinjak-injak. Marilah kita mencamkannya lagi, bahwa hal ini adalah kemuliaan Injil. Justru pada waktu kita rendah hati dan berbelas kasih, maka kuasa penyelamatan Allah bercahaya melalui diri kita, karena ini semua adalah kualitas-kualitas pribadi Yesus sendiri (1Kor 1:26-30). Justru pada saat kita mengampuni dan mengasihi maka kita membawa rasa asinnya garam – artinya vitalitas – Injil kepada teman-teman maupun musuh-musuh kita.
Yesus – yang selalu baik hati dan rendah hati – mengundang kita untuk belajar dari diri-Nya. Sukacita yang telah disediakan di depan kita tidak kurang dari ikut ambil bagian dalam keselamatan dunia. Yesus bersabda: “Akulah terang dunia; siapa saja yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan” (Yoh 8:12). Nah, Saudari dan Saudaraku, Yesus, sang Terang sejati – ingin membuat diri-Nya dikenal melalui kita, sehingga orang-orang di sekeliling kita akan melihat perbuatan-perbuatan baik kita – yang mencerminkan Dia sendiri – dan memuliakan Bapa di surga (lihat Mat 5:16).
DOA:
Bapa surgawi, aku membutuhkan rahmat-Mu untuk membentuk diriku menjadi gambaran Putera-Mu terkasih, Yesus. Kuatkanlah diriku agar iman-kepercayaanku tidak akan goyah. Aku ingin mengenal, mengasihi dan melayani Dikau dengan lebih baik lagi. Semoga aku dapat bersinar terang seperti sebuah bintang demi kemuliaan-Mu.
Amin.