Mendadak saya merasa "kehilangan anak". Delapan tahun sudah putri sulung saya belajar di negeri tetangga: dari SMP hingga tamat PTN, dan kini mulai menapaki dunia kerja. Meski tiap hari bercakap di telepon dengan ibunya, dan sesekali dengan saya, bagi saya tetap ada sesuatu yang hilang. Saya tak tahu persis bagaimana kehidupannya di sana: di sekolah, di asrama, di gereja, bahkan yang terpenting: persekutuannya dengan Tuhan! Walau tiap libur semester dia pulang dan tinggal bersama kami sekitar dua minggu, namun kehidupannya yang sesungguhnya tetaplah "rahasia" bagi saya.
Masalah Filipus agaknya lebih parah. Bukankah tiap hari ia bergaul dengan Tuhan? Bukankah ia dapat secara langsung menanyakan ajaran Tuhan yang tak ia pahami? Bukankah kreativitas Tuhan membuatnya menjadi cerdas dan berhikmat pula? Tetapi, dari teguran Tuhan kepadanya (ay. 9), kelihatannya Filipus belum mengenal siapa Dia sesungguhnya! Dan, agaknya bukan ia saja yang demikian, melainkan Tomas juga. Pertanyaannya di ayat 5 menunjukkan ketidaktahuannya tentang siapa Tuhan dan apa tujuan-Nya datang ke dunia ini!
Saya pun jadi bertanya-tanya: apakah saya sudah betul-betul mengenal Dia? Pada "hari terakhir", Dia berterus terang bahwa banyak orang yang "tidak pernah dikenal-Nya", padahal mereka mengaku telah "bernubuat, mengusir setan, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Nya" (Matius 7:23). Oh, "kehilangan anak" memang suatu kerugian besar, namun "kehilangan Dia" sungguh tak terbayangkan! --Hiendarto Soekotjo
BERUSAHALAH SUNGGUH-SUNGGUH MENGENAL ALLAH,
SEBAB TAK SEMUA ORANG BERHASIL MENDAPATKANNYA!