Suatu hari saya dan istri bertengkar karena perkara sepele. Saking sepelenya sampai saya malu untuk menyebutkannya di sini. Tetapi, rupanya dampak pertengkaran kami tidaklah sepele. Kami sampai tidak bertegur sapa sepanjang hari. Setelah keadaan membaik, saya pun menengok ke belakang, ingin tahu kenapa kami bisa bertengkar separah itu. Ternyata masalahnya ada di pihak saya. Tanpa saya sadari, saya memendam konflik-konflik kecil yang tidak saya selesaikan. Seiring dengan berjalannya waktu, konflik kecil makin menumpuk sehingga menjadi bom waktu dalam hubungan kami. Akibatnya, ketika ada perkara sepele lain yang memicu pertengkaran, bom waktu itu pun meledak.
Dalam hubungan suami istri, perbedaan cara pandang atau ketidak sepakatan mengenai suatu persoalan adalah hal yang wajar. Hanya masalahnya, jangan sampai perbedaan yang ada malah menghancurkan hubungan yang sudah dibangun. Kalau ada hal-hal yang memang harus dibereskan, jangan dipendam-pendam, karena hal itu seperti menimbun amunisi untuk bom waktu yang siap meledak. Komunikasikan perbedaan dengan baik, dan cari jalan keluar yang memperkuat hubungan suami-istri, bukan melemahkannya.
Rasul Paulus memang benar ketika menasihati jemaat Efesus, agar mereka menyelesaikan kemarahan sebelum matahari tenggelam. Kemarahan yang tidak segera diselesaikan hanya akan merusak diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Jadi, marilah kita membereskan kemarahan sesegera mungkin--hari ini juga.
KEMARAHAN HARUS DIBERESKAN SESEGERA MUNGKIN,
BUKANNYA DITIMBUN SEHINGGA MENJADI BOM WAKTU.