(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Bonifasius, Uskup-Martir – Jumat, 5 Juni 2015)
Dalam pada itu duduklah Hana mengamati jalan yang harus ditempuh anaknya. Ia pun telah mendapat firasat bahwa anaknya tengah datang. Berkatalah Hana kepada ayah Tobia: “Sungguh anakmu tengah datang dan juga orang yang menyertainya.”
Sebelum Tobia mendekati ayahnya berkatalah Rafael kepadanya: “Aku yakin bahwa mata ayahmu akan dibuka. Sapukanlah empedu ikan itu kepada matanya. Obat itu akan memakan dahulu, lalu mengelupaskan bintik-bintik putih itu dari matanya. Maka ayahmu akan melihat lagi dan memandang cahaya.”
Adapun Hana bergegas-gegas mendekap anaknya, lalu berkatalah ia kepadanya: “Setelah engkau kulihat, anakku, maka mulai sekarang aku dapat mati.” Maka ia menangis. Tobitpun berdiri dan meskipun kakinya tersandung namun ia keluar dari pintu pelataran rumah. Tobia menghampiri dengan empedu ikan itu di tangan lalu ditiupinya mata Tobit, ditopangnya ayahnya dan kemudian berkatalah ia kepadanya: “Tetapkanlah hati, pak!” Selanjutnya obat itu dikenakannya padanya dan dibiarkannya sebentar. Lalu dengan kedua tangannya dikelupaskannya sesuatu dari ujung-ujung matanya. Maka Tobit mendekap Tobia sambil menangis. Katanya: “Aku melihat engkau, anakku, cahaya mataku!” Ia menyambung pula: “Terpujilah Allah, terpujilah nama Tuhan yang besar ada di atas kita dan terpujilah hendaknya segala malaikat-Nya yang kudus. Hendaklah nama Tuhan yang besar ada di atas kita dan terpujilah hendaknya segala malaikat untuk selama-lamanya. Sungguh aku telah disiksa oleh Tuhan, tetapi kulihat anakku Tobia!” Kemudian masuklah Tobia ke rumah dengan sukacita sambil memuji Allah dengan segenap hatinya. Diceritakannya kepada ayahnya bahwa perjalanannya berhasil baik; bahwa ia telah uang itu dan sudah mengambil Sara anak perempuan Raguel menjadi isteerinya dan bahwa isterinya masih dalam perjalanan dan sudah dekat pada pintu gerbang kota Niniwe.
Maka keluarlah Tobit menjemput anak menantunya pada pintu gerbang kota Niniwe dengan sukacita seraya memuji Allah. Melihat Tobit berjalan dan maju dengan kekuatannya seperti dahulu tanpa diantar oleh siapapun maka tercengang-cenganglah penduruk kota Niniwe. Tobitpun lalu mengumumkan di hadapan mereka bahwa ia telah dikasihani oleh Allah yang telah mencelikkan matanya. Akhirnya Tobit mendekati Sara, isteri anaknya Tobia, lalu diberkatinya dengan berkata:”Selamat datang, anakku. Terpujilah Allahmu yang mengantar engkau kepada kami, hai anakku! Tuhan memberkati ayahmu, memberkati anakku Tobia dan memberkati engkau sendiri, hai anakku. Masuklah ke rumahmu dengan selamat, dengan berkat dan gembira! Masuklah, hai anakku!” (Tob 11:5-17)
Mazmur Tanggapan: Mzm 146:2,7-10; Bacaan Injil: Mrk 12:35-37
Dari awal sampai akhir, Kitab Tobit adalah sebuah testimoni tentang kesetiaan Allah, kuat-kuasa-Nya, dan belas kasih-Nya. Dengan bantuan Rafael dan doa-doa Tobia, Sara dilepaskan/dibebaskan dari kuasa roh jahat dan dibawa ke dalam suatu perkawinan yang penuh berkat. Sekarang, Allah juga mempersiapkan segalanya untuk memulihkan penglihatan Tobit dan harta-kekayaannya – seperti yang telah dijanjikan oleh Rafael.
Marilah kita membaca dengan cepat Kitab Tobit dan juga kitab-kitab lain dalam Kitab Suci – agar dapat memperoleh pandangan sekilas tentang cara Allah menyembuhkan berbagai penyakit. Tobia tidak hanya mendapat seorang isteri, dia juga mendapat separuh harta-kekayaan Raguel dan mendapat tagihan ayahnya dari Gabael dan dapat memulai hidup keluarga dengan isterinya. Tetapi Tobia tidak melakukannya, dia pulang ke rumah ayahnya yang menderita kebutaan dan melakukan pelayanan penyembuhan Allah terhadap diri ayahnya. Marilah kita bayangkan: Tobia, seorang laki-laki muda yang baru saja menikah, sehat wal’afiat dan penuh semangat, dengan segala kehidupan di depannya, memilih untuk mendampingi Tobit yang sudah tua, miskin, buta dan diabaikan. Tobia mau mengotori dirinya sendiri dengan masalah-masalah ayahnya, dan dalam prosesnya membawa kesembuhan. Allah tidak hanya menyembuhkan Tobit begitu saja, melainkan bekerja melalui Tobia.
Kita harus menyadari bahwa kita telah disembuhkan, diselamatkan, dan dibebaskan dari kuasa roh jahat, bukan demi diri kita sendiri, melainkan dengan demikian kita dapat melayani Injil kepada orang-orang lain juga. Tobia telah dipakai Allah untuk menjadi instrumen sentuhan kesembuhan-Nya. Demikian pula Allah ingin menggunakan kita untuk melayani terkait kesetiaan-Nya dan belas kasih-Nya. Kita (anda dan saya) tidak perlu menjadi orang yang sempurna atau berhasil. Yang diperlukan adalah kemauan dan ketersediaan kita. Roh Kudus, yang hidup di dalam diri kita masing-masing, senantiasa siap untuk membimbing dan memberdayakan kita.
Selagi kita menerima keselamatan dan berkat berkesinambungan dari Allah, kita tidak boleh melupakan mereka yang tersisihkan, mereka yang patah hati, mereka yang menderita, karena merekalah orang-orang yang dikasihi Kristus, dan Ia memang mengidentifasikan diri-Nya dengan orang-orang ini (lihat Mat 25:31-46). Tentunya ada banyak orang di sekeliling kita yang hampir berputus asa seperti Sara dan Tobit. Barangkali – seperti Sara dan Tobit – mereka juga telah berseru kepada Allah untuk memperoleh pertolongan. Allah jelas ingin mencurahkan belas kasih-Nya dan kasih-Nya ke tengah dunia, dan kita dapat menjadi orang-orang yang akan dipakai-Nya! Bersediakah kita membawa kesembuhan-Nya dan kebebasan dari Dia kepada orang-orang lain?
DOA:
Bapa surgawi, Allah Yang Mahakuasa dan Mahakasih, gunakanlah diriku untuk menolong orang-orang yang merasa kesepian dan tersisihkan. Tolonglah aku agar dapat menjadi lebih sadar akan kesulitan hidup orang-orang lain di sekelilingku, dan berdayakanlah diriku untuk membawa kesembuhan kepada orang-orang lain dan juga pelepasan diri mereka dari kuasa roh jahat.
Amin.