Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

26 Juni 2015

Dialah Yang Memikul Kelemahan Kita Dan Menanggung Penyakit Kita

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XII – Sabtu, 27 Juni 2015)

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya, “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita.” Yesus berkata kepadanya, “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya, “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” Mendengar hal itu, Yesus pun heran dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari timur dan barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Surga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” Lalu Yesus berkata kepada perwira itu, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Pada saat itu juga sembuhlah hambanya.

Setibanya di rumah Petrus, Yesus melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam. Dipegang-Nya tangan perempuan itu, lalu lenyaplah demamnya. Ia pun bangun dan melayani Dia. Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan semua orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya digenapi firman yang disampaikan melalui Nabi Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” (Mat 8:5-17)

Bacaan Pertama: Kej 18:1-15; Mazmur Tanggapan: Luk 1:46-50,53
Tiga cerita pertama tentang penyembuhan Yesus (seorang kusta [Mat 8:1-4; hamba seorang perwira di Kapernaum [Mat 8:5-13]; dan ibu-mertua Petrus [Mat 8;14-15]) terikat satu sama lain dengan eratnya dan menggambarkan apa yang dikatakan oleh Yesaya mengenai Hamba YHWH dalam Mat 8:17. Semua mukjizat tersebut terjadi dalam satu hari. Orang kusta dan ibu-mertua Petrus disembuhkan lewat sentuhan. Hal ini penting karena pada umumnya Matius lebih menyukai untuk menunjukkan Yesus yang menyembuhkan hanya dengan mengucapkan kata-kata, seperti dilakukannya kepada sang perwira Romawi dalam antisipasi terhadap apa yang digambarkan dalam Mat 8:16, di mana Yesus mengusir roh-roh jahat dengan sepatah kata.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Perhatikanlah kontras antara permohonan sungguh-sungguh dari sang perwira dan orang kusta tersebut dengan absennya hal serupa dalam hal ibu-mertua Petrus. Apa yang mau dikatakan di sini? Yesus memberkati iman yang diwujudkan dalam permohonan yang sungguh-sungguh dari dalam hati, namun belarasa-Nya tidak dibatasi oleh ada atau tidaknya permohonan termaksud. Yesus senantiasa mengambil inisiatif dalam hal adanya kebutuhan nyata.

Ketiga orang yang menerima kesembuhan dari Yesus adalah orang-orang yang termarjinalisasi dalam masyarakat. Lihatlah si orang kusta. Dia adalah orang buangan secara hukum. Ia dituntut untuk hidup di luar kota/tempat berkumpulnya orang-orang, dan setiap kali ada orang berjalan mendekatinya dia harus berseru-seru: “Najis! Najis!”, sambil menutupi mukanya (lihat Im 13:45-46). Di dunia yang masih terkebelakang pada zaman modern ini, keluarga-keluarga seringkali menolak orang kusta sebagai orang yang dikutuk Allah karena dosa. Dan penderitaan orang kusta yang paling berat adalah bahwa dirinya diasingkan oleh keluarganya sendiri dan masyarakatnya sendiri. Jadi, sungguh lebih mengejutkan kitalah bahwa Yesus menyentuh orang kusta dalam menyembuhkannya. Yesus tidak takut kepada hal-hal yang ditakuti orang-orang lain. Yesus hanya menginginkan bahwa kasih Allah menyentuh siapa saja, termasuk mereka yang tidak dapat disentuh (the untouchable).

Sang perwira Romawi adalah seorang “kafir” menurut standar Yahudi yang berlaku, malah dipandang seperti “anjing-anjing”. Walaupun demikian dia menunjukkan iman yang lebih besar daripada yang ditemukan Yesus di antara orang-orang Israel. Ia adalah macam orang kafir yang membawa ke dalam komunitas Matius – yang awal mulanya melulu terdiri dari orang-orang Yahudi – lebih banyak kegairahan dan semangat daripada mereka yang berasal dari agama Yahudi. Akhirnya, ibu-mertua Petrus adalah seorang perempuan, warga masyarakat kelas dua seturut standar Yahudi yang berlaku pada saat itu. Namun setelah disembuhkan oleh Yesus dari demamnya, dia bangkit dan langsung saja melayani Dia. Ibu-mertua Petrus adalah suatu tipe murid Kristus yang melayani dan menunjukkan sikap yang bahkan pada waktu itu belum dimiliki oleh dua belas murid yang dipilih sendiri oleh Yesus: tidak berambisi untuk menjadi yang bukan-bukan (bdk. Mat 20:20-28).

Ketika Matius membuat klimaks bacaan Injil ini dengan petikan dari Yesaya 53:4, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Mat 8:17), yang dimaksudkannya adalah bahwa Yesus memenuhi janji Perjanjian Lama ini bukan dengan menjadi sakit sendiri, melainkan dengan penuh belarasa mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang sakit dan kemudian mengusir penyakit yang dideritanya untuk pergi dari orang bersangkutan. Akan tetapi beban-beban yang diangkat-Nya dari orang-orang yang ditolong-Nya adalah lebih daripada itu, yaitu beban-beban karena ditolak oleh masyarakat, beban-beban karena penindasan oleh mereka yang memegang kekuasaan, dlsb. Di atas bahu Yesus, beban-beban ini akan dialami bukan sebagai penyakit, melainkan penganiayaan dan akhirnya penyaliban, karena itulah “harga” yang harus dibayar oleh-Nya karena berpihak dan membela orang-orang yang tersingkirkan serta tertindas dan kemudian membuat komunitas dengan mereka. Dalam hal ini Yesus mewujudkan keyakinan-Nya bahwa semua orang adalah anak-anak dari “seorang” Bapa di surga.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Bacaan hari ini menantang kita untuk memeriksa hidup kita sendiri siapa saja yang termasuk dalam bilangan orang-orang buangan, orang-orang tersisihkan dan orang-orang tertindas. Para penderita HIV-Aids dapat dikatakan adalah orang-orang kusta zaman modern. Namun kita masing-masing perlu bertanya kepada diri kita sendiri apakah ada orang-orang yang kita sudah “hapus” dari buku kita, secara sadar maupun tidak sadar, sebagai orang-orang di luar lingkaran “orang-orang terhormat” yang kita kenal? Siapa saja yang selama ini kita pandang sebagai “orang-orang kafir”? Apakah saudari-saudara kita yang beragama Hindu, Buddha, Muslim? Apakah orang-orang yang berasal dari suku atau etnis lain dari kita? Dan bagaimana dengan orang Kristiani lain yang pelayanannya kepada kita sukar untuk diterima? Dst. Dlsb. Barangkali rahmat terbesar kita terima jika kita menerima “orang-orang lain” itu sebagai saluran kasih Allah kepada kita. Setiap komunitas Kristiani perlu/harus mempertanyakan apakah komunitas tersebut merupakan sekelompok orang yang puas-diri dengan yang apa mereka miliki, ataukah komunitas itu setia kepada tantangan yang diberikan Yesus untuk membuka pintu dan melangkah ke luar guna berkomunitas dengan orang-orang “lain” tersebut.

DOA: 

Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Engkau menanggung segala sakit-penyakitku, memikul segala penderitaanku. Engkau adalah andalanku, ya Yesus. Oleh kuasa Roh Kudus, bentuklah aku menjadi murid-Mu yang setia. Sembuhkanlah dan kuatkanlah imanku yang lemah ini. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Yesus, sekarang dan selama-lamanya. 
Amin.