Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilauan. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat memutihkan pakaian seperti itu. Lalu tampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus, “Rabi, alangkah baiknya kita berada di tempat ini. Biarlah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Lalu datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara, “Inilah Anak-Ku yang terkasih, dengarkanlah Dia.” Tiba-tiba sewaktu memandang sekeliling, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.
Pada waktu turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka tidak menceritakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan itu sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati”. (Mrk 9:2-10)
Bacaan Pertama: Dan 7:9-10,13-14 (atau 2Ptr 1:16-19); Mazmur Tanggapan: Mzm 97:1-2, 5-6,9
Yesus mengatakan kepada tiga orang murid-Nya agar tidak menceritakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat di atas gunung, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati (Mrk 9:9). Sekarang Yesus telah bangkit, maka kita tentunya dapat berbicara tentang hal itu secara bebas. Yesus naik ke sebuah gunung yang tinggi dengan membawa serta tiga orang murid-Nya: Petrus, Yakobus dan Yohanes. Di sana mereka menyaksikan Musa dan Elia muncul dan berbicara dengan Yesus. Tiga orang rasul/murid tersebut terkejut penuh rasa takjub dan mereka sujud menyembah. Apakah sebenarnya makna dari semua ini?
Yesus sering naik ke atas sebuah bukit/gunung untuk berdoa. Setelah mukjizat penggandaan roti dan ikan untuk memberi makan lebih dari lima ribu orang, Yesus pergi ke bukit untuk berdoa (Mrk 6:46). Semalam sebelum Ia memberikan janji besar tentang Roti Kehidupan kepada orang banyak, Yesus berada di atas bukit seorang diri (Yoh 6:15). Untuk apa “sorangan wae”? Tentunya untuk berdoa kepada Bapa-Nya di surga. Orang banyak dengan paksa mau menjadikan-Nya seorang raja dunia; dan Yesus tahu bahwa misi-Nya di dunia bukanlah untuk itu. Matius menulis: “Setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Menjelang malam Ia sendirian di situ” (Mat 14:23).
Seringkali dalam cerita-cerita yang tercatat dalam Kitab Suci, naik ke atas bukit/gunung sendirian berarti masuk ke dalam persekutuan yang erat dan intim dengan Allah. Di atas gunung seseorang menjauhi kebisingan dan hiruk-pikuk serta distraksi, dan di atas bukit itulah kita dapat mengalami suatu perasaan istimewa adanya kedekatan dengan Allah.
Musa naik ke atas gunung untuk berdoa dan belajar tentang Kehendak Allah. Dalam Kel 24:17 kita membaca: “Tampaknya kemuliaan TUHAN sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu pada pemandangan orang Israel.” Namun Musa masuk ke tengah-tengah awan itu dengan mendaki gunung itu. Lalu tinggallah ia di atas gunung itu empat puluh hari dan empat puluh malam lamanya. Hal ini tentunya mengingatkan kita kepada Yesus yang sendirian berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam di padang gurun.
Ketika Ratu Izebel (istri Raja Ahab) – lewat seorang suruhannya – mengancam untuk membunuh nabi Elia dalam waktu dua puluh empat jam, maka karena takut Elia pun melarikan diri ke padang gurun (1 Raj 19:1-4). Karena rasa lapar dan haus, Elia tidak dapat meneruskan perjalanannya, namun Allah mengutus malaikat-Nya untuk membawa roti dan minuman agar dapat melanjutkan perjalanannya ke Gunung Horeb, di mana Allah berbicara kepadanya dan mengatakan apa yang harus dilakukan olehnya.
“Kelompok 3” ini – Yesus, Musa dan Elia – penuh dengan makna. Itulah sebabnya mengapa Yesus ingin agar tiga orang murid-Nya yang istimewa ini (lingkaran pertama) untuk berada di atas gunung bersama dengan-Nya. Sah-sah saja apabila kita bertanya: Apa sih yang sebenarnya terjadi di atas gunung itu? Sebuah pertemuan/persekutuan doa yang luar biasa! Sebuah kelompok datang bersama untuk berdoa, untuk bercakap-cakap dengan Allah Tritunggal Mahakudus. Dalam doa kita datang untuk berbicara dengan Yesus, dengan Bapa surgawi, dengan Roh Kudus, juga bersama dengan para malaikat-Nya, Musa, Elia, para rasul, dan para kudus lainnya. Yesus bersabda: “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).
Seringkali dalam cerita-cerita yang tercatat dalam Kitab Suci, naik ke atas bukit/gunung sendirian berarti masuk ke dalam persekutuan yang erat dan intim dengan Allah. Di atas gunung seseorang menjauhi kebisingan dan hiruk-pikuk serta distraksi, dan di atas bukit itulah kita dapat mengalami suatu perasaan istimewa adanya kedekatan dengan Allah.
Musa naik ke atas gunung untuk berdoa dan belajar tentang Kehendak Allah. Dalam Kel 24:17 kita membaca: “Tampaknya kemuliaan TUHAN sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu pada pemandangan orang Israel.” Namun Musa masuk ke tengah-tengah awan itu dengan mendaki gunung itu. Lalu tinggallah ia di atas gunung itu empat puluh hari dan empat puluh malam lamanya. Hal ini tentunya mengingatkan kita kepada Yesus yang sendirian berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam di padang gurun.
Ketika Ratu Izebel (istri Raja Ahab) – lewat seorang suruhannya – mengancam untuk membunuh nabi Elia dalam waktu dua puluh empat jam, maka karena takut Elia pun melarikan diri ke padang gurun (1 Raj 19:1-4). Karena rasa lapar dan haus, Elia tidak dapat meneruskan perjalanannya, namun Allah mengutus malaikat-Nya untuk membawa roti dan minuman agar dapat melanjutkan perjalanannya ke Gunung Horeb, di mana Allah berbicara kepadanya dan mengatakan apa yang harus dilakukan olehnya.
“Kelompok 3” ini – Yesus, Musa dan Elia – penuh dengan makna. Itulah sebabnya mengapa Yesus ingin agar tiga orang murid-Nya yang istimewa ini (lingkaran pertama) untuk berada di atas gunung bersama dengan-Nya. Sah-sah saja apabila kita bertanya: Apa sih yang sebenarnya terjadi di atas gunung itu? Sebuah pertemuan/persekutuan doa yang luar biasa! Sebuah kelompok datang bersama untuk berdoa, untuk bercakap-cakap dengan Allah Tritunggal Mahakudus. Dalam doa kita datang untuk berbicara dengan Yesus, dengan Bapa surgawi, dengan Roh Kudus, juga bersama dengan para malaikat-Nya, Musa, Elia, para rasul, dan para kudus lainnya. Yesus bersabda: “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).
DOA:
Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kami ucapkan kepada-Mu karena Engkau juga senantiasa mengundang kami ke dalam suatu persekutuan doa yang sangat luar biasa, yaitu Perayaan Ekaristi. Dalam puncak perayaan iman itu kami Engkau undang untuk menyaksikan lagi penghadiran kembali wafat-Mu pada kayu salib di bukit Kalvari dan diberi tubuh-Mu sendiri sebagai makanan rohani bagi kami. Terpujilah nama-Mu selalu.
Amin.