Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

01 Agustus 2015

Memahami Lebih Jauh Jalan-Jalan Tuhan

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
“Setetah Yesus mengakhiri pesan-Nya kepada kedua belas murid-Nya …. pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka” 
(Matius 11:1).

Dia datang ke tempat Dia memerintahkan kita pergi.

Jika Allah mengatakan “Pergi,” Anda tetap diam karena Anda sedemikian “sibuk” dengan anggota keluarga Anda sendiri dirumah, maka dalam hal ini Anda sesungguhnya merampas mereka dari ajaran Yesus Kristus.

Bila Anda taat dan membiarkan semua konsekwensinya kepada Allah, Tuhan pergi ke kota tempat Anda untuk mengajar. Akan tetapi, selama Anda tidak taat, Anda merintangi jalan-Nya.

Waspadalah saat Anda mulai berdalih pada-Nya dan menjadikan apa yang Anda sebut “tugas kewajiban Anda” sebagai saingan perintah-Nya. Jika Anda berkata, “Aku tahu Dia menyuruhku pergi, tetapi kewajibanku ialah tinggal di sini,” itu berarti Anda tidak mempercayai kesungguhan ucapan-Nya.

Dia mengajar di tempat Dia melarang kita mengajar.
“Guru .. .biarlah kami dirikan sekarang tiga kemah … “ (Lukas 9:33).

Apakah kita sedang berusaha mencoba memainkan peranan Allah dalam kehidupan orang lain – menjadi pengatur rohani amatir bagi mereka? Apakah kita sedemikian hebohnya memberi petunjuk pengajaran kepada orang lain sehingga Allah tidak dapat mendekati mereka?

Kita harus belajar menutup mulut kita dan membiarkan roh kita berjaga-jaga, dengar-dengaran pada Tuhan. Allah ingin mengajar kita tentang Anak-Nya, dan Dia ingin mengubahkan waktu doa kita menjadi “gunung kemuliaan” (dimana Dia hadir). Bila kita merasa pasti bahwa Allah akan bekerja menurut cara tertentu (yang kita pikirkan), Dia takkan pernah bekerja dengan cara itu lagi.

Dia bekerja di tempat mana Dia menyuruh kita menanti.
Kamu harus tinggal ….. sampai... ” (Lukas 24:49).

Nantikanlah Tuhan, maka Ia akan bekerja (lih. Mazmur 37:34). Akan tetapi, jangan menanti sambil bersungut-sungut, hanya karena Anda tidak melihat apa yang akan terjadi ”dekat sekali” di depan Anda, seperti yang kita pikirkan!

Apakah kita sudah melepaskan emosi kita sendiri dan berdiam diri dihadapan Tuhan dan menantikan Dia dengan sabar? (lih. Mazmur 37:7). Menanti bukan berarti duduk sambil berpangku tangan, melainkan belajar melakukan yang diperintahkan-Nya kepada kita. Inilah sebagian dari faset atau segi jalan-Nya yang jarang kita kenali.