Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

06 Agustus 2015

Mati Terhadap Hidup Lama Kita


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVIII – Jumat, 7 Agustus 2015)
Fransiskan Kapusin: Peringatan B. Agatangelus dan Kasianus, Imam & Martir


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Di antara orang yang di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.” (Mat 16:24-28)

Bacaan Pertama: Ul 4:32-40; Mazmur Tanggapan: Mzm 77:12-16,21
“Siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat 16:25).

Mendengar kata-kata Yesus ini dapat menggiring kita untuk berpikir: “Kiranya aku tidak akan dapat masuk ke dalam surga. Hanya orang-orang yang sungguh suci sajalah yang bersedia untuk mati demi iman mereka, dan jelas aku bukan salah seorang dari mereka.” Namun apakah ini yang Yesus sungguh katakan di sini? Apakah kehilangan nyawa kita selalu harus diartikan mati sebagai martir?

Ada sejumlah orang yang memang dipanggil untuk menyerahkan hidup fisik mereka bagi Yesus. Akan tetapi banyak orang lain dipanggil untuk menyerahkan kehendak mereka, hasrat mereka akan hal-hal duniawi, atau senantiasa melakukan segala sesuatu seturut kehendak sendiri – ini semua ada dalam inti pokok kemartiran. Teristimewa dalam keluarga, setiap hari kepada kita diberi banyak kesempatan untuk mati terhadap diri kita sendiri agar orang-orang lain dapat hidup. Sebuah dokumen Konsili Vatikan II – “Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini” mengatakan: “Keluarga merupakan suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan komunikasi hati penuh kebaikan, kesepakatan suami-istri, dan kerja sama orang tua yang tekun dalam pendidikan anak-anak” (Gaudium et Spes, 52).

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/


Selagi kita belajar menyalibkan hasrat batiniah kita untuk mengendalikan hidup kita dan hidup untuk kepentingan diri kita sendiri saja, maka kita sungguh dapat menghormati para orang tua kita. Manakala satu hari panjang yang melelahkan membuat suami atau istri kita menjadi uring-uringan dan marah-marah, kita dapat berpaling kepada Yesus dan memohon kepada-Nya untuk memenuhi diri kita dengan kasih-Nya sehingga dengan demikian kita dapat menunjukkan bela rasa-Nya dan belas kasih-Nya. Konflik-konflik dapat dipecahkan jika kita memohon Roh Kudus untuk menunjukkan kepada kita hal-hal yang belum terpecahkan dalam hati kita, dan memenuhi diri kita dengan pengampunan yang diberikan Yesus selagi Dia tergantung pada kayu salib (Luk 23:34).

Kita semua dipanggil untuk saling mengasihi, saling menerima, dan saling mengampuni. Hal ini hanya dapat terwujud apabila kita mati terhadap “hidup lama” kita melalui iman dalam kematian Yesus dan kebangkitan-Nya. Janganlah kita menahan apa-apa lagi, melainkan memohon kepada Yesus untuk menyalibkan setiap sisa keserakahan kita, sikap mau-menang sendiri, dan hal-hal lain yang dimaksudkan untuk menggelembungkan ego kita, sehingga dengan demikian kita dapat bergerak melampaui rencana-rencana kita sendiri dan sampai kepada jalan yang sesuai dengan cara-cara hidup sempurna dari Allah.

DOA: 
Bapa surgawi, sebagai anggota-anggota keluarga umat yang percaya kepada-Mu, kami mohon berkat-Mu dan kesatuan serta persatuan dalam keluarga kami masing-masing. Kami berdoa teristimewa bagi mereka yang sedang mengalami tantangan hidup. Semoga kasih dan kemurahan hati-Mu yang tak mengenal batas memerintah dalam hati kami semua, memenuhi keluarga-keluarga kami dengan damai sejahtera dan hidup-Mu sendiri. 
Amin.