Keluarga Besar Fransiskan: Pesta S. Bapa Dominikus
Keluarga Dominikan: Hari Raya S. Dominikus, Pendiri Tarekat, Imam
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya kembali kepada orang banyak itu, datanglah seseorang mendapatkan Yesus dan menyembah, katanya, “Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya.” Lalu kata Yesus, “Hai kamu orang-orang yang tidak percaya dan yang sesat, sampai kapan Aku harus tinggal di antara kamu? Sampai kapan Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!” Dengan keras Yesus menegur dia, lalu keluarlah setan itu dari dia dan anak itu pun sembuh seketika itu juga.
Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka, “Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” Ia berkata kepada mereka, “Karena kamu kurang percaya. Sebab sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan tidak akan ada yang mustahil bagimu.” (Mat 17:14-20)
Bacaan Pertama: Ul 6:4-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-4, 47,51
Ketika Petrus, Yakobus, dan Yohanes berada di atas gunung menyaksikan transfigurasi Yesus, ada hal-hal yang tidak beres atau tidak berjalan dengan semestinya yang dihadapi di bawah sana. Seorang laki-laki telah membawa anaknya kepada para murid itu agar disembuhkan, dan para murid tersebut ternyata tidak mampu menyembuhkan anak laki-laki yang sakit ayan itu (Mat 17:16). Pada saat Yesus sudah kembali ke bawah dan mendengar apa yang telah terjadi, maka Dia menegur pada murid-Nya perihal ketidakpercayaan mereka. Kemudian Yesus mengusir roh jahat yang merasuki anak itu dan menyembuhkannya.
Ketika para murid bertanya kepada Yesus mengapa mereka tidak mampu mengusir roh jahat dari anak itu, kembali Yesus mengemukakan ketiadaan iman-kepercayaan mereka. Yang jelas dan pasti adalah bahwa hari itu bukanlah hari yang baik bagi para rasul!
Namun kemudian Yesus berjanji – sebuah janji yang akan mengangkat para murid dari self-pity mereka – dan Ia juga memberi mereka pengharapan: “Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sama, – maka gunung ini akan pindah, dan tidak akan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20). Janji ini tidak hanya diperuntukkan bagi para murid Yesus yang pertama, melainkan bagi kita juga. Kadang-kadang perhatian dan susah hati kita dapat memperlemah iman kita. Pengharapan kita dapat menyusut dan membuat kita merasa tidak berdaya dalam menghadapi kesulitan. Situasi-situasi yang memberi tantangan semakin menekan kita dan kita merasa jauh dari Tuhan. Ini adalah waktu-waktu dimana kita harus berpegang teguh pada janji Yesus yang tak tergoyahkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita memiliki benih iman yang paling kecil sekalipun.
Bagaimana caranya kita memelihara bahkan sisa-sisa iman? Iman adalah karunia Allah, namun iman membutuhkan tanggapan kita. Dan barangkali tidak ada cara yang lebih efektif untuk membangun iman daripada datang menghadap hadirat-Nya dalam doa.
Walaupun kedengarannya mengecilkan hati – bahkan menakutkan – hal berdoa itu sesungguhnya cukup mudah. Yang harus kita lakukan adalah mencoba sebaik-baiknya untuk menghilangkan distraksi-distraksi (pelanturan-pelanturan) dan berkonsentrasi pada Yesus. Kita hanya perlu memusatkan pandangan kita pada kasih-Nya dan atas hasrat mendalam yang dimiliki-Nya untuk memberikan segalanya yang kita butuhkan untuk hidup dalam kekudusan. Yesus sangat ingin melihat bahwa kita mempunyai iman yang lebih, dan Ia bahkan sangat berhasrat untuk mencurahkan segala rahmat yang kita butuhkan agar bertumbuh dalam iman dan melihat bahwa iman itu bertumbuh dan bertumbuh – seperti pohon sesawi.
Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka, “Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” Ia berkata kepada mereka, “Karena kamu kurang percaya. Sebab sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan tidak akan ada yang mustahil bagimu.” (Mat 17:14-20)
Bacaan Pertama: Ul 6:4-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-4, 47,51
Ketika Petrus, Yakobus, dan Yohanes berada di atas gunung menyaksikan transfigurasi Yesus, ada hal-hal yang tidak beres atau tidak berjalan dengan semestinya yang dihadapi di bawah sana. Seorang laki-laki telah membawa anaknya kepada para murid itu agar disembuhkan, dan para murid tersebut ternyata tidak mampu menyembuhkan anak laki-laki yang sakit ayan itu (Mat 17:16). Pada saat Yesus sudah kembali ke bawah dan mendengar apa yang telah terjadi, maka Dia menegur pada murid-Nya perihal ketidakpercayaan mereka. Kemudian Yesus mengusir roh jahat yang merasuki anak itu dan menyembuhkannya.
Ketika para murid bertanya kepada Yesus mengapa mereka tidak mampu mengusir roh jahat dari anak itu, kembali Yesus mengemukakan ketiadaan iman-kepercayaan mereka. Yang jelas dan pasti adalah bahwa hari itu bukanlah hari yang baik bagi para rasul!
Namun kemudian Yesus berjanji – sebuah janji yang akan mengangkat para murid dari self-pity mereka – dan Ia juga memberi mereka pengharapan: “Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sama, – maka gunung ini akan pindah, dan tidak akan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20). Janji ini tidak hanya diperuntukkan bagi para murid Yesus yang pertama, melainkan bagi kita juga. Kadang-kadang perhatian dan susah hati kita dapat memperlemah iman kita. Pengharapan kita dapat menyusut dan membuat kita merasa tidak berdaya dalam menghadapi kesulitan. Situasi-situasi yang memberi tantangan semakin menekan kita dan kita merasa jauh dari Tuhan. Ini adalah waktu-waktu dimana kita harus berpegang teguh pada janji Yesus yang tak tergoyahkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita memiliki benih iman yang paling kecil sekalipun.
Bagaimana caranya kita memelihara bahkan sisa-sisa iman? Iman adalah karunia Allah, namun iman membutuhkan tanggapan kita. Dan barangkali tidak ada cara yang lebih efektif untuk membangun iman daripada datang menghadap hadirat-Nya dalam doa.
Walaupun kedengarannya mengecilkan hati – bahkan menakutkan – hal berdoa itu sesungguhnya cukup mudah. Yang harus kita lakukan adalah mencoba sebaik-baiknya untuk menghilangkan distraksi-distraksi (pelanturan-pelanturan) dan berkonsentrasi pada Yesus. Kita hanya perlu memusatkan pandangan kita pada kasih-Nya dan atas hasrat mendalam yang dimiliki-Nya untuk memberikan segalanya yang kita butuhkan untuk hidup dalam kekudusan. Yesus sangat ingin melihat bahwa kita mempunyai iman yang lebih, dan Ia bahkan sangat berhasrat untuk mencurahkan segala rahmat yang kita butuhkan agar bertumbuh dalam iman dan melihat bahwa iman itu bertumbuh dan bertumbuh – seperti pohon sesawi.
DOA:
Tuhan Yesus, tolonglah diriku agar dapat memusatkan pandanganku pada-Mu, bukan pada diriku sendiri. Berikanlah kepadaku suatu pemahaman yang segar tentang kasih-Mu bagiku. Penuhilah diriku dengan Roh-Mu sehingga dengan demikian aku akan berjalan dengan/oleh iman dan menjadi saksi-Mu bagi dunia yang sangat membutuhkan kasih-Mu.
Amin.