Bapak serta ibu-Nya amat heran akan segala sesuatu yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2:33-35)
Bacaan Pertama 1Kor 12:31-13:13 atau Ibr 5:7-9;
Bacaan Pertama 1Kor 12:31-13:13 atau Ibr 5:7-9;
Mazmur Tanggapan: Mzm 31:2-6,15-16,20;
Bacaan Injil Alternatif: Yoh 19:25-27
Sungguh luar biasa nubuatan dari Simeon ini. Bayangkan dan renungkanlah berbagai penderitaan yang dialami Maria sepanjang hidupnya. Sudah hampir dipastikan ia mengalami cemoohan, ejekan, penghinaan, dan rasa curiga orang-orang berkaitan dengan kehamilan-nya. Maria melahirkan bayinya tidak dalam suasana hangat di tengah keluarganya, namun dalam sebuah gua yang jauh dari tempat asalnya. Kemudian, tidak lama setelah melahirkan, ia dipaksa untuk melarikan diri dari Israel dengan Yusuf dan bayinya, karena raja Herodes Agung ingin membunuh-Nya.
Maria adalah seorang ibu yang sesungguhnya, yang menghadapi berbagai tantangan hidup dalam dunia nyata. Dia melakukan tugas masak-memasak, mencuci, mengganti popok bayinya, mengajar dan mendidik Anak-nya, mengurus suaminya, mengasihi para tetangga-nya, memberi sedekah kepada para pengemis, dan pergi tidur pada saat ia sudah lelah sekali karena kegiatannya sepanjang hari. Pagi-pagi sekali dia bangun tidur dan mengulangi lagi rutinitas hariannya. Namun justru dalam suasana seperti itulah, dalam sebuah rumah tangga yang tidak menonjol dalam kampungnya, Maria bertumbuh dalam kekudusan. Maria kehilangan suaminya pada saat ia belum tua-tua amat. Ia telah menjadi perempuan yang “tahan banting” ketika Anak-nya memulai pelayanan-Nya di depan publik. Jadi, sungguh sulitlah baginya sebagai seorang ibu untuk melepaskan Anak-Nya. Dia mengamati tindak-tanduk Yesus dari kejauhan selagi Anak-Nya itu mencurahkan kasih-Nya tanpa batas kepada orang-orang tak dikenal, bahkan menghadapi penolakan, menerima cercaan dan lain sebagainya dari orang-orang yang melawan-Nya. Ibu mana pun yang mengamati anak-anaknya yang pergi meninggalkan rumah dan merasa susah tentang masa depan mereka dapat memahami keprihatinan Maria.
Hati Maria ditembus pada kali terakhir di bukit Kalvari, ketika dia menyaksikan Anak-Nya mengalami kematian yang kejam dan mengenaskan. Kepedihan hati mana yang lebih besar daripada kepedihan hati Maria ketika menerima jenazah Anak-Nya yang baru diturunkan dari atas kayu salib. Siapa yang dapat ikut ambil bagian secara lebih penuh daripada Maria dalam hal persembahan kurban Yesus di kayu salib guna menebus dunia yang penuh dosa dan sungguh sakit?
Patung karya Michelangelo yang terkenal, Pieta, menunjukkan Maria memegang tubuh Yesus yang diletakkan di pangkuannya setelah Ia diturunkan dari atas kayu salib. Jenazah Yesus tidak dipeluk olehnya seakan untuk dirinya sendiri, melainkan di atas pangkuannya, artinya mengundang kita semua untuk bergabung dengan dirinya, baik dalam dukacitanya maupun dalam penghiburan yang akan dialaminya ketika Yesus bangkit pada hari ketiga untuk kita semua.
Bagi kita semua yang telah kehilangan seorang anak atau menderita karena terpisah dari orang yang kita kasihi, Maria terus memberikan kepada kita Anak-nya, Yesus Kristus. Maria terus mengajar kita untuk menyerahkan anak-anak kita ke tangan-tangan Allah, karena dia mengetahui benar bahwa Dia yang membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, tentunya pasti mampu memberikan hidup kepada kita dan anak-anak kita.
Sungguh luar biasa nubuatan dari Simeon ini. Bayangkan dan renungkanlah berbagai penderitaan yang dialami Maria sepanjang hidupnya. Sudah hampir dipastikan ia mengalami cemoohan, ejekan, penghinaan, dan rasa curiga orang-orang berkaitan dengan kehamilan-nya. Maria melahirkan bayinya tidak dalam suasana hangat di tengah keluarganya, namun dalam sebuah gua yang jauh dari tempat asalnya. Kemudian, tidak lama setelah melahirkan, ia dipaksa untuk melarikan diri dari Israel dengan Yusuf dan bayinya, karena raja Herodes Agung ingin membunuh-Nya.
Maria adalah seorang ibu yang sesungguhnya, yang menghadapi berbagai tantangan hidup dalam dunia nyata. Dia melakukan tugas masak-memasak, mencuci, mengganti popok bayinya, mengajar dan mendidik Anak-nya, mengurus suaminya, mengasihi para tetangga-nya, memberi sedekah kepada para pengemis, dan pergi tidur pada saat ia sudah lelah sekali karena kegiatannya sepanjang hari. Pagi-pagi sekali dia bangun tidur dan mengulangi lagi rutinitas hariannya. Namun justru dalam suasana seperti itulah, dalam sebuah rumah tangga yang tidak menonjol dalam kampungnya, Maria bertumbuh dalam kekudusan. Maria kehilangan suaminya pada saat ia belum tua-tua amat. Ia telah menjadi perempuan yang “tahan banting” ketika Anak-nya memulai pelayanan-Nya di depan publik. Jadi, sungguh sulitlah baginya sebagai seorang ibu untuk melepaskan Anak-Nya. Dia mengamati tindak-tanduk Yesus dari kejauhan selagi Anak-Nya itu mencurahkan kasih-Nya tanpa batas kepada orang-orang tak dikenal, bahkan menghadapi penolakan, menerima cercaan dan lain sebagainya dari orang-orang yang melawan-Nya. Ibu mana pun yang mengamati anak-anaknya yang pergi meninggalkan rumah dan merasa susah tentang masa depan mereka dapat memahami keprihatinan Maria.
Hati Maria ditembus pada kali terakhir di bukit Kalvari, ketika dia menyaksikan Anak-Nya mengalami kematian yang kejam dan mengenaskan. Kepedihan hati mana yang lebih besar daripada kepedihan hati Maria ketika menerima jenazah Anak-Nya yang baru diturunkan dari atas kayu salib. Siapa yang dapat ikut ambil bagian secara lebih penuh daripada Maria dalam hal persembahan kurban Yesus di kayu salib guna menebus dunia yang penuh dosa dan sungguh sakit?
Patung karya Michelangelo yang terkenal, Pieta, menunjukkan Maria memegang tubuh Yesus yang diletakkan di pangkuannya setelah Ia diturunkan dari atas kayu salib. Jenazah Yesus tidak dipeluk olehnya seakan untuk dirinya sendiri, melainkan di atas pangkuannya, artinya mengundang kita semua untuk bergabung dengan dirinya, baik dalam dukacitanya maupun dalam penghiburan yang akan dialaminya ketika Yesus bangkit pada hari ketiga untuk kita semua.
Bagi kita semua yang telah kehilangan seorang anak atau menderita karena terpisah dari orang yang kita kasihi, Maria terus memberikan kepada kita Anak-nya, Yesus Kristus. Maria terus mengajar kita untuk menyerahkan anak-anak kita ke tangan-tangan Allah, karena dia mengetahui benar bahwa Dia yang membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, tentunya pasti mampu memberikan hidup kepada kita dan anak-anak kita.
DOA:
Bapa surgawi, kami berterima kasih penuh syukur karena kasih-Mu yang begitu besar kepada kami, Engkau memberikan Bunda Maria kepada kami semua – yang oleh kuasa Roh Kudus menjadi ibunda Anak-Mu Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Bunda Maria adalah sungguh seorang ibu bagi siapa saja yang berpaling dan datang kepadanya, seorang ibu yang menjaga anak-anak kami dan anak-anak di seluruh dunia. Biarlah nama Bunda Maria selalu ada dalam hati kami, anak-anak-Mu. Terpujilah Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, sekarang dan selama-lamanya.
Amin.