Sudah ada lauk, tapi masih minta ini itu. Sudah ada pakaian tapi selalu mengejar baju-baju mahal dan baru. Sudah punya mobil satu, masih berusaha mendapat beberapa lagi. Begitu dan begitu seterusnya, tidak ada puasnya hidup dihabiskan hanya untuk mengejar harta milik dan kekayaan duniawi, tidak ada waktu untuk mengejar hal-hal sorga.
1 Timotius 6:6-12 memberitahu kita bahwa ibadah yang disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Kata “ibadah” dalam penjabarannya mengacu kepada kehidupan kekristenan. Asal ada makanan dan pakaian, maka cukuplah, karena kita tidak akan membawa sesuatupun ketika kita meninggalkan dunia. Mereka yang mengejar uang seringkali menyimpang dari iman kepada Allah dan menyiksa diri dengan berbagai duka dan usaha yang sia-sia. Tetapi kita yang telah dipanggil sebagai orang-orang percaya, kepada kita dituntut keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Pertandingan iman yang kita menangkan akan kita bawa sebagai bekal untuk kita menghadap kepada Allah di surga.
Rasa cukup yang firman Allah tuliskan adalah anugerah. Seorang percaya yang hidup sederhana bisa menikmati segala yang dipunyainya jika Allah menganugerahkan kepadanya rasa cukup dan kemampuan untuk menikmati seberapapun berkat yang dia terima. Sebaliknya, seorang yang hidup berlimpah-limpah tapi tidak punya rasa cukup akan selalu merasa ada yang kurang, dan hal itu sangat mempengaruhi level kebahagiaannya.
Atau sekalipun ia bergelimang segalanya, tetapi jika Allah tidak memberikan kepadanya kesehatan untuk menikmati semuanya itu, lalu untuk apa? Selama masih ada waktu bagi kita untuk hidup, maka mintalah rasa cukup dan kemampuan untuk menikmati berkat dari Allah, supaya apabila tiba saat kita mengalami kekurangan kita tidak menghujat Allah, atau saat kita berkelimpahan kita tidak melupakan Dia, karena kita tahu seluruh hidup kita sudah ada di tangan, pikiran, dan rencana Allah.
Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.
(1 Timotius 6:6)