“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; berkatilah orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang berbuat jahat terhadap kamu. Siapa saja yang menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan siapa saja yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada yang mengambil kepunyaanmu. Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari dia, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan tanpa mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu murah hati.”
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: Suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam pangkuanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Luk 6:27-38)
Bacaan Pertama: Kol 3:12-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 150:1-6
“Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; berkatilah orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang berbuat jahat terhadap kamu” (Luk 6:27-28).
Rasanya, dari perintah Yesus yang keras-keras, maka perintah untuk mengasihi musuh inilah perintah paling keras dan sulit yang harus kita laksanakan. Berapa banyak dari kita telah mendengar perintah Yesus ini memandangnya sebagai “terlalu idealistis”? Berapa banyak dari kita yang telah mendengar sabda Yesus ini dan merasa bersalah karena ketidakmampuan kita selama ini untuk setia pada perintah itu. Biar bagaimana pun, siapakah yang dapat sungguh mengasihi secara sempurna?
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: Suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam pangkuanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Luk 6:27-38)
Bacaan Pertama: Kol 3:12-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 150:1-6
“Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; berkatilah orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang berbuat jahat terhadap kamu” (Luk 6:27-28).
Rasanya, dari perintah Yesus yang keras-keras, maka perintah untuk mengasihi musuh inilah perintah paling keras dan sulit yang harus kita laksanakan. Berapa banyak dari kita telah mendengar perintah Yesus ini memandangnya sebagai “terlalu idealistis”? Berapa banyak dari kita yang telah mendengar sabda Yesus ini dan merasa bersalah karena ketidakmampuan kita selama ini untuk setia pada perintah itu. Biar bagaimana pun, siapakah yang dapat sungguh mengasihi secara sempurna?
Kasih yang sempurna itu murah hati dan konstan. Karena didirikan di atas suatu komitmen batiniah (dari dalam, interior), maka kasih yang sempurna tidak berubah berdasarkan tindakan-tindakan orang yang kita kasihi. Mengasihi musuh-musuh kita juga bukan merupakan hasil dari kalkulasi cost and benefit seperti halnya rata-rata keputusan bisnis. Kalau kita sungguh mengasihi mereka, maka bukan berarti ada jaminan bahwa musuh-musuh kita kemudian menjadi kawan kita.
Tujuan utama dari “mengasihi musuh-musuh” adalah agar kita dapat mencerminkan kasih Allah kepada mereka. Lewat tindakan kita tersebut kita membantu melembutkan hati mereka terhadap Allah. Allah ingin agar kita memandang musuh-musuh kita seperti Dia memandang mereka. Mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah seperti kita juga; orang-orang yang membutuhkan belas kasih Allah, seperti kita juga.
Kasih sempurna adalah kasih Allah yang ditunjukkan oleh-Nya pada waktu Dia mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan kita, meskipun kita masih menjadi musuh-musuh-Nya (lihat Rm 5:8-10). Sebagai anak-anak Allah sekarang kita turut serta dalam hidup ilahi-Nya. Ini adalah sumber “kasih sempurna”. Inilah yang akan memampukan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Yesus mengetahui bahwa tidak mungkinlah bagi kita untuk mengasihi musuh kita berdasarkan sumber daya manusiawi yang terpisah dari Allah. Kita hanya dapat mengasihi seperti Yesus sendiri mengasihi, kalau kita menanggapi rahmat yang mengalir dari kematian dan kebangkitan-Nya.
Semakin besar kita bertumbuh dalam kesatuan dengan Kristus, semakin besar pula kita akan mencerminkan “kasih sempurna”-Nya kepada setiap orang dalam kehidupan kita – baik musuh-musuh maupun kawan-kawan. Kasih Yesus yang “lebar” akan mengatasi kasih kita yang “sempit”. Hati-Nya yang lemah lembut akan mengalahkan hati kita yang keras. Sebagai akibatnya, kita akan mengalami sukacita besar ketika kita menyadari bahwa kita mengasihi orang-orang lain dengan cara yang melebihi kemampuan alami kita sendiri.
Tujuan utama dari “mengasihi musuh-musuh” adalah agar kita dapat mencerminkan kasih Allah kepada mereka. Lewat tindakan kita tersebut kita membantu melembutkan hati mereka terhadap Allah. Allah ingin agar kita memandang musuh-musuh kita seperti Dia memandang mereka. Mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah seperti kita juga; orang-orang yang membutuhkan belas kasih Allah, seperti kita juga.
Kasih sempurna adalah kasih Allah yang ditunjukkan oleh-Nya pada waktu Dia mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan kita, meskipun kita masih menjadi musuh-musuh-Nya (lihat Rm 5:8-10). Sebagai anak-anak Allah sekarang kita turut serta dalam hidup ilahi-Nya. Ini adalah sumber “kasih sempurna”. Inilah yang akan memampukan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Yesus mengetahui bahwa tidak mungkinlah bagi kita untuk mengasihi musuh kita berdasarkan sumber daya manusiawi yang terpisah dari Allah. Kita hanya dapat mengasihi seperti Yesus sendiri mengasihi, kalau kita menanggapi rahmat yang mengalir dari kematian dan kebangkitan-Nya.
Semakin besar kita bertumbuh dalam kesatuan dengan Kristus, semakin besar pula kita akan mencerminkan “kasih sempurna”-Nya kepada setiap orang dalam kehidupan kita – baik musuh-musuh maupun kawan-kawan. Kasih Yesus yang “lebar” akan mengatasi kasih kita yang “sempit”. Hati-Nya yang lemah lembut akan mengalahkan hati kita yang keras. Sebagai akibatnya, kita akan mengalami sukacita besar ketika kita menyadari bahwa kita mengasihi orang-orang lain dengan cara yang melebihi kemampuan alami kita sendiri.
DOA:
Roh Kudus Allah, bukalah mataku agar dapat memandang orang-orang lain dengan kasih, dengan kasih mana Yesus sendiri memandang mereka. Perbaikilah kesempitan pandanganku dengan visi Yesus yang jelas mengenai kasih yang kekal-abadi.
Amin.