(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXII – Rabu, 2 September 2015)
Keluarga Fransiskan: Peringatan B. Yohanes Fransiskus Burte, Severinus Girault, Apolinaris Morel, dkk.-Martir-martir Revolusi Perancis
Kemudian Yesus meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Lalu Ia berdiri di sisi perempuan itu dan mengusir demam itu, maka penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka.
Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya ke atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak, “Engkaulah Anak Allah.” Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Dialah Mesias.
Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang terpencil. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Di kota-kota lain juga Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus.” Lalu Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea. (Luk 4:38-44)
Bacaan Pertama: Kol 1:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 52:10-11
Ibu mertua Petrus sedang menderita sakit demam keras. Kita semua tentu tahu sekali bagaimana rasanya tubuh panas-dingin, menggigil, kepala yang “cenot-cenotan” dan terasa pusing yang sangat tidak nyaman dst. Itulah kiranya yang dirasakan oleh ibu mertua Petrus (catatan: pada masa itu belum ada aspirin atau obat-obat sejenis). Kita dapat mengasumsikan bahwa keluarga Petrus telah mencoba segalanya yang mereka ketahui guna menolong perempuan itu, namun tanpa hasil. Kelihatannya mereka sudah hampir mencapai titik jenuh, … tinggal menyerah saja. Pada saat-saat kritis seperti inilah Yesus datang, dan dengan kata-kata sederhana – namun penuh kuat-kuasa – Ia mengusir penyakit itu. Injil mencatat yang berikut ini dengan singkat: “Lalu Ia (Yesus) berdiri di sisi perempuan itu dan mengusir demam itu, maka penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka” (Luk 4:39).
Ibu mertua Petrus tidak menunggu lama-lama. Digerakkan oleh rasa terbebaskan dan terima kasih penuh syukur, ia langsung bangkit berdiri dan melayani mereka (Luk 4:39). Sungguh luar biasa perempuan ini! Contoh baik bagi seorang pengikut Yesus!
Yesus Kristus, sang Dokter/Tabib Agung, telah menyembuhkan kita masing-masing juga. Dia telah membebaskan kita dari ikatan dosa dan keterpisahan dari Allah, dan Ia terus saja menyembuhkan segala penyakit sehubungan dengan jiwa dan roh kita: akar kepahitan hidup, perasaan bahwa kita adalah makhluk-makhluk tidak berarti, rasa takut kita, ketagihan kita akan sesuatu yang bukan berasal dari Allah. Kematian-Nya pada kayu salib adalah obat penyembuh satu-satunya terhadap segala kejahatan dosa dan maut. Jika kita terpisah dari Yesus Kristus, maka kita sama tidak berdayanya dengan ibu mertua Petrus yang sedang menderita demam keras.
Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya ke atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak, “Engkaulah Anak Allah.” Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Dialah Mesias.
Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang terpencil. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Di kota-kota lain juga Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku diutus.” Lalu Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea. (Luk 4:38-44)
Bacaan Pertama: Kol 1:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 52:10-11
Ibu mertua Petrus sedang menderita sakit demam keras. Kita semua tentu tahu sekali bagaimana rasanya tubuh panas-dingin, menggigil, kepala yang “cenot-cenotan” dan terasa pusing yang sangat tidak nyaman dst. Itulah kiranya yang dirasakan oleh ibu mertua Petrus (catatan: pada masa itu belum ada aspirin atau obat-obat sejenis). Kita dapat mengasumsikan bahwa keluarga Petrus telah mencoba segalanya yang mereka ketahui guna menolong perempuan itu, namun tanpa hasil. Kelihatannya mereka sudah hampir mencapai titik jenuh, … tinggal menyerah saja. Pada saat-saat kritis seperti inilah Yesus datang, dan dengan kata-kata sederhana – namun penuh kuat-kuasa – Ia mengusir penyakit itu. Injil mencatat yang berikut ini dengan singkat: “Lalu Ia (Yesus) berdiri di sisi perempuan itu dan mengusir demam itu, maka penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka” (Luk 4:39).
Ibu mertua Petrus tidak menunggu lama-lama. Digerakkan oleh rasa terbebaskan dan terima kasih penuh syukur, ia langsung bangkit berdiri dan melayani mereka (Luk 4:39). Sungguh luar biasa perempuan ini! Contoh baik bagi seorang pengikut Yesus!
Yesus Kristus, sang Dokter/Tabib Agung, telah menyembuhkan kita masing-masing juga. Dia telah membebaskan kita dari ikatan dosa dan keterpisahan dari Allah, dan Ia terus saja menyembuhkan segala penyakit sehubungan dengan jiwa dan roh kita: akar kepahitan hidup, perasaan bahwa kita adalah makhluk-makhluk tidak berarti, rasa takut kita, ketagihan kita akan sesuatu yang bukan berasal dari Allah. Kematian-Nya pada kayu salib adalah obat penyembuh satu-satunya terhadap segala kejahatan dosa dan maut. Jika kita terpisah dari Yesus Kristus, maka kita sama tidak berdayanya dengan ibu mertua Petrus yang sedang menderita demam keras.
Nah, bagaimana seharusnya kita menanggapi suatu penyembuhan yang begitu hebat “kaliber”nya? Apakah kita harus menjadi lebih sibuk lagi? Mencoba lebih keras lagi untuk melakukan lebih banyak lagi. Jawabnya: tidak perlu! Tanggapan kita yang pertama haruslah memahami keselamatan yang telah kita terima dari Yesus, sehingga dengan demikian keselamatan ini akan menggerakkan kita, tidak selalu supaya bekerja lebih keras, malainkan untuk menjadi semakin penuh komitmen terhadap rencana Allah bagi hidup kita.
Dua ribu tahun lamanya, kematian Yesus dan kebangkitan-Nya telah mentransformasikan secara dramatis orang-orang dalam jumlah yang tak terbilang banyaknya. Mengapa? Karena mereka – lewat bimbingan Roh Kudus – sampai kepada pemahaman bahwa Putera Allah yang tanpa noda dan kekal-abadi memasuki sejarah dengan ruang-waktunya dan menderita sampai mati di kayu salib agar manusia dapat diciptakan kembali seturut gambar dan rupa-Nya.
Salib Kristus memiliki daya kekuatan yang sungguh besar. Hal ini perlu kita ketahui dan sadari. Sekarang, apakah kita menyadari bahwa sedemikian besar kasih-Nya bagi kita (anda dan saya) semua. Apakah kita mengetahui ruang lingkup penuh dari transformasi yang mampu dikerjakan oleh-Nya dalam diri kita? Setiap hari Dia ingin membuka pikiran dan hati kita agar dapat memahami sabda-Nya dalam Kitab Suci, membebas-merdekakan kita dari pola-pola dosa, dan mengajar kita untuk mengasihi dengan sesempurna mungkin seturut contoh yang diberikan-Nya dalam mengasihi.
Saudari dan Saudaraku, jika kita memandang Yesus dalam kontemplaasi, apa pun menjadi mungkin. Marilah kita memusatkan pandangan kita pada-Nya pada hari ini.
Dua ribu tahun lamanya, kematian Yesus dan kebangkitan-Nya telah mentransformasikan secara dramatis orang-orang dalam jumlah yang tak terbilang banyaknya. Mengapa? Karena mereka – lewat bimbingan Roh Kudus – sampai kepada pemahaman bahwa Putera Allah yang tanpa noda dan kekal-abadi memasuki sejarah dengan ruang-waktunya dan menderita sampai mati di kayu salib agar manusia dapat diciptakan kembali seturut gambar dan rupa-Nya.
Salib Kristus memiliki daya kekuatan yang sungguh besar. Hal ini perlu kita ketahui dan sadari. Sekarang, apakah kita menyadari bahwa sedemikian besar kasih-Nya bagi kita (anda dan saya) semua. Apakah kita mengetahui ruang lingkup penuh dari transformasi yang mampu dikerjakan oleh-Nya dalam diri kita? Setiap hari Dia ingin membuka pikiran dan hati kita agar dapat memahami sabda-Nya dalam Kitab Suci, membebas-merdekakan kita dari pola-pola dosa, dan mengajar kita untuk mengasihi dengan sesempurna mungkin seturut contoh yang diberikan-Nya dalam mengasihi.
Saudari dan Saudaraku, jika kita memandang Yesus dalam kontemplaasi, apa pun menjadi mungkin. Marilah kita memusatkan pandangan kita pada-Nya pada hari ini.
DOA:
Yesus, pada saat ini aku datang kepada-Mu untuk memohon lebih banyak lagi kasih-Mu dan kuat-kuasa-Mu. Sembuhkanlah aku, ya Tuhan Yesus. Transformasikanlah diriku. Ajarlah aku. Aku ingin bangkit dan melayani-Mu.
Amin.