Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

25 September 2015

Kita Pun Dipanggil Untuk Menghayati Kehidupan Tersalib

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXV – Sabtu, 26 September 2015)
Ordo Franciscanus Saecularis: Peringatan S. Elzear dan Delfina, OFS 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Ketika semua orang itu masih heran karena segala sesuatu yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Dengarlah dan perhatikanlah semua perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia. Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Namun mereka segan menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya. (Luk 9:43b-45)

Bacaan Pertama: Za 2:1-5,10-11a; Mazmur Tanggapan: Yer 31:10-13
Yesus telah mengatakan kepada para murid-Nya bahwa diri-Nya akan mengalami banyak penderitaan dan ditolak oleh para pemuka agama Yahudi, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (Luk 9:22). Sekarang – dalam pemberitahuan kedua tentang penderitaan-Nya – Yesus mengatakan kepada mereka lagi bahwa diri-Nya akan diserahkan ke dalam tangan manusia (Luk 9:44). Mereka (para murid-Nya) sungguh tidak mengerti!

Dalam Injil yang ditulisnya, Lukas ingin mengemukakan bahwa kebutaan atau kebebalan para murid itu tidaklah lepas dari rancangan Allah itu sendiri. Bagaimana pun juga Pentakosta belum datang, artinya para murid belum menerima Roh Kudus yang akan menyatakan kepada mereka arti sepenuhnya dari Kalvari. Lukas juga mencatat bahwa para murid merasa takut untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Yesus. Seakan-akan dia mau mengungkapkan bahwa para murid tidak tahu karena mereka tidak ingin/mau tahu (Luk 9:45).

Dalam proses menuju kepada pengenalan akan Allah, bukankah kita juga seringkali dihinggapi rasa takut atau menghindarkan diri dari apa yang kita pikir Allah mungkin mencoba katakan kepada kita? Dengan demikian, betapa indah jadinya untuk mengetahui bahwa kita dapat mengenal Yesus secara pribadi. Melalui Dia kita mengetahui bahwa kita mempunyai seorang Bapa di surga yang kasih-Nya dapat kita alami setiap hari. Barangkali hal yang pada awalnya agak tidak mudah untuk kita pahami namun setahap demi setahap dapat kita pahami dan imani (semuanya di bawah pengaruh Roh Allah) adalah bahwa “karena Tuhan yang kita ikuti disalibkan, maka kita pun dipanggil untuk menghayati kehidupan tersalib”, suatu crucified life.Sebagai man of the Cross, Santo Fransiskus dari Assisi tahu benar apa makna dari “kehidupan tersalib” itu, yang dihayatinya dengan setia sejak saat pertobatannya sampai saat kematiannya.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Tuhan Yesus tidak hanya membawa serta dosa-dosa kita ke atas kayu salib, Ia juga membawa-serta kita juga: “Aku telah disalibkan dengan Kristus”, tulis Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia (Gal 2:19). Setiap hari kita harus mempasrahkan diri kita kepada karya Roh Kudus Allah selagi kita berupaya untuk mati terhadap kebiasaan-kebiasaan lama kita, dosa-dosa kita, sikap dan perilaku mementingkan diri-sendiri, agar kita dapat menjadi “ciptaan baru”, yang dijiwai dengan hidup Kristus sendiri.

Santo Yohanes dari Salib [1542-1591], seorang pembaharu Ordo Karmelit, menulis tentang bagaimana Allah memurnikan dan membersihkan mereka yang ingin menjadi matang/dewasa sebagai orang Kristiani: “Ah, Tuhanku dan Allahku! Berapa banyak orang datang kepada-Mu mencari penghiburan dan kepuasan bagi diri mereka sendiri dan menghasrati bahwa Engkau memberikan kebaikan-kebaikan dan karunia-karunia, namun alangkah sedikitnya orang-orang yang ingin memberikan kepada-Mu kesenangan dan sesuatu yang menimbulkan biaya bagi mereka sendiri, mengesampingkan kepentingan mereka sendiri” (Malam Gelap).

Nah, marilah kita tanpa rasa takut mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Allah tentang makna salib Kristus atau bagaimana kita dapat menyenangkan diri-Nya.

DOA: 

Bapa surgawi, biarlah salib Putera-Mu berlaku pada setiap bagian dari keberadaanku – kecerdikanku, rasa percaya-diriku, simpati-simpatiku, afeksi-afeksiku, selera-seleraku, perasaan-perasaanku, ambisi-ambisiku, pemikiran-pemikiran duniawiku, kemalasanku, pengabaian doaku, keinginan tahu diriku yang tidak sehat, sifat pemarahku, ketidakpercayaanku, kecepatanku dalam mengkritisi orang lain, dan apa saja yang merupakan penghinaan terhadap kekudusan-Mu dan suatu kesempatan yang dapat digunakan Iblis untuk maksud jahatnya. Terima kasih, Bapa! 
Amin.