“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang punya Kerajaan Allah.
Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.
Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.
Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.
Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.
Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu.
Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar.
Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.
Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.” (Luk 6:20-26)
Bacaan Pertama: Kol 3:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:2-3,10-13
Pengajaran Yesus yang dicatat oleh Santo Lukas bacaan dalam Injil hari ini dan bahan selebihnya dalam Luk 6 mencirikan orang Kristiani sebagai orang yang dikenal karena kemiskinannya, untuk kewaspadaanya terhadap bahaya-bahaya dari kekayaan. “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, hai kamu yang sekarang ini lapar dan menangis; namun celakalah kamu, hai kamu yang kaya, hai kamu yang kenyang dan sekarang ini tertawa.”
Dalam berbagai kesempatan Yesus mengucapkan kata-kata keras tentang bagaimana kekayaan atau keterlekatan pada hal-hal duniawi, dapat membuat kita susah. Kepada orang kaya yang ingin menjadi sempurna (memperoleh hidup yang kekal), Yesus mengatakan agar orang itu menjual harta miliknya, memberikannya kepada orang-orang miskin, lalu dapat mengikuti-Nya secara sempurna. Namun orang itu dengan sedih hati meninggalkan Yesus, karena banyak hartanya (lihat Mrk 10:17-22). Pesan yang disampaikan oleh Yesus adalah bahwa kekayaan membuat seseorang sulit untuk bertumbuh dalam keutamaan, Menjadi miskin membuat lebih mudah untuk menjalani hidup yang baik, jika dengan kemiskinan itu kita menjadi miskin dalam roh, dan tidak iri dan cemburu kepada orang-orang kaya. Yesus “menjagokan” kemiskinan bagi setiap orang yang ingin sungguh bertumbuh dalam keutamaan dan kekudusan.
Kita hidup dalam suatu era di mana ditekankan “teologi inkarnasional” (Inggris: incarnational theology) yang mengatakan bahwa karena Kristus menjadi manusia, maka segala sesuatu yang dilakukan manusia, segala sesuatu yang dimiliki manusia tentunya baik adanya. Hal ini benar; kita memandang dunia dan segalanya yang ada pada dasarnya baik pada dirinya sendiri, bahwa dunia dan segala sesuatu dalam dunia harus direstorasikan dalam Kristus.
Semuanya baik, namun apa saja yang telah menarik kita dari sikap dan perilaku adil, penuh kebaikan, penuh pertimbangan, hidup doa, maka semuanya itu tidak baik bagi kita. Kita dapat dengan mudah menjadi terlalu menghasrati kemewahan, kemudahan, kenyamanan dan apa saja yang dapat dibeli dengan uang. Kita mulai mempertimbangkan banyak dari hal-hal ini sebagai keperluan hidup, namun pada saat sama kita mengabaikan orang-orang miskin dan sebab-sebab lainya yang seharusnya didukung oleh uang kita.
Yesus dalam keempat Injil mengajar kepada kita bahwa lebih baiklah bagi kita untuk menjadi miskin daripada kaya. Lebih mudahlah bagi kita; kita menjadi lebih bebas-merdeka dengan cara demikian, karena kita menjadi semakin terlepas dari keterlekatan kita. Hal-hal untuk mana kita merasa susah pun akan menjadi lebih sedikit.
DOA:
Tuhan Yesus, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada mereka yang miskin dan kesepian, dibenci, lapar; mereka yang termarjinalisasi dalam masyarakat. Tolonglah aku agar dapat menjumpai mereka dengan benda-benda materiil dan dengan kekayaan Injil-Mu. Terpujilah nama-Mu, ya Yesus, sekarang dan selama-lamanya.
Amin.