(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PASKAH VI [TAHUN B], 10 Mei 2015)
“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitamu menjadi penuh.”
Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu melakukan apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang terhadap yang lain. (Yoh 15:9-17)
Bacaan Pertama: Kis 10:25-26,34-35,44-48; Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1-4; Bacaan Kedua: 1Yoh 4:7-10)
Bacaan Injil hari ini melanjutkan pelajaran dari “perumpamaan pokok anggur dan carang-carangnya” (“Pokok Anggur yang benar”). Apa yang ada dalam batang pohon mengalir ke cabang-cabang sampai ke ranting-rantingnya yang paling kecil sekali pun. Jadi, di sini Yesus menjelaskan bahwa hidup yang ada dalam Dia akan mengalir ke dalam diri para murid-Nya yang sejati.
Apa yang paling istimewa tentang Yesus adalah relasi-Nya dengan Bapa-Nya. Yesus adalah Putera Bapa yang terkasih, sabda (firman) Bapa. Kasih yang besar dan agung dari Bapa bagi Putera-Nya – sang Pokok Anggur – sekarang dialirkan ke cabang-cabang dan ranting-rantingnya. “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh 15:9). Rahasia hidup Kristiani adalah untuk “tinggal di dalam kasih Yesus”. Kasih Bapa, yang ditunjukkan kepada kita dalam diri Yesus Kristus, adalah dasar dari falsafah hidup kita: fondasi dari segala pengharapan kita: rumah tempat kita pulang, di mana kita tahu bahwa kita dipahami dan diterima.
Kasih ilahi datang kepada kita dalam tiga tahapan. Semua dimulai dalam penciptaan kehidupan oleh Bapa. Mengapa Allah pusing-pusing menciptakan kita? Santo Tomas Acquinas mengemukakan alasan ini: kasih tidak mengizinkan Allah untuk hidup sendiri. O, sungguh indahnya! Jadi, awal mula dari kehidupan manusia … dari kehidupan kita (anda dan saya) … adalah suatu tindakan penciptaan oleh Bapa. Tahapan kedua adalah peragaan kasih Allah kepada kita lewat hidup Yesus Kristus. Ia mengasihi kita sampai akhir dan memanggil para murid-Nya ke dalam persahabatan yang intim. Tahapan ketiga adalah karunia Roh Kudus yang menanamkan kasih Allah dalam diri kita sehingga dengan demikian kita dapat meneruskannya kepada orang-orang lain. Santo Paulus menulis: “… kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5). Kita dapat meringkaskan ulasan mengenai kasih ilahi ini sebagai berikut: kasih mulai di dalam diri Allah Bapa; ditunjukkan kepada kita dalam diri Yesus Kristus; dan ditanamkan ke dalam diri kita oleh Roh Kudus.
Kasih Allah itu praktis. Dalam pemahaman Yohanes Penginjil, hidup Kristiani adalah memperkenankan Allah bertindak melalui diri kita. Satu-satunya bukti adanya tindakan Allah adalah buah kasih. Kasih Allah bukanlah suatu teori yang membuat diri kita merasa nyaman, bukan juga rangkaian kata-kata indah yang enak didengar. Kasih Allah adalah suatu peristiwa yang bersifat konstan, tindakan tanpa akhir yang meresapi setiap saat dalam hidup kita. Betapa indahnya hidup kita ini apabila kita mempercayai sepenuhnya semua ini. Kita tinggal dalam kasih-Nya dan percaya bahwa kasih Allah itu hadir dalam segala hal dan melalui segala hal. Yesus bersabda, “… tinggallah di dalam kasih-Ku itu” (Yoh 15:9); artinya jadilah kerasan dengan kepercayaan ini, berakarlah pada kasih ini, dan timbalah semua energimu dari kasih ini.
Yesus juga bersabda: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12). Di sini kita dipanggil untuk mengasihi, yaitu dengan kasih yang lebih daripada sekadar “kasih kodrati”, melainkan “kasih adikodrati” (bersifat supernatural), yaitu suatu syering dalam kasih ilahi. Dalam bacaan kedua hari ini, Yohanes menulis, “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita” (1Yoh 4:10). Kasih tertinggi yang dalam bahasa Latin disebut caritas bukanlah cinta kasih seperti yang secara alamiah kita kenal, melainkan kasih Allah yang hidup dalam diri kita dan bertindak melalui diri kita.
Kasih kodrati membutuhkan suatu dasar dalam hal daya tarik, kepentingan bersama, komplementaritas dari karakter-karakter, bahkan rasa kasihan, yang mendorong seorang pribadi untuk pergi keluar menemui pribadi yang lain. Sebaliknya kasih adikodrati dicirikan oleh sumbernya. Sumbernya adalah kasih Allah sendiri yang hidup dalam diri kita melalui berdiamnya Roh Kudus dalam diri kita.
Dengan demikian, kasih Kristiani yang sejati akan menunjukkan karakteristik-karakteristik kasih Yesus sendiri. Kasih Kristus ini tidak terbatas untuk orang-orang yang disenangi-Nya saja. Seperti Bapa surgawi “yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang tidak benar” (lihat Mat 5:45), demikian pula kasih Kristus tidak bersifat diskriminatif. Kasih-Nya menolak untuk diracuni oleh kesalahan-kesalahan dan luka-luka (batin) mereka. Pengampunan-Nya mengatasi setiap luka pribadi. Yesus sendiri memberi contoh pengorbanan diri-Nya sampai mati di kayu salib, semuanya guna menyelamatkan umat manusia, termasuk tentunya diri kita sendiri. Pola dari kasih Kristus adalah “model” bagi semua orang Kristiani. “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12).
Kasih kodrati selalu terbatas kepada orang-orang tertentu saja; kasih seperti ini mengesampingkan orang-orang lain dan praktis tidak memungkinkan dilakukannya pengampunan secara total. Di lain pihak, kasih adikodrati – karena merupakan suatu partisipasi dalam kasih ilahi, dapat mengatasi kendala-kendala yang disebutkan di atas. Kasih adikodrati ini berasal dari pemahaman ilahi dan bela rasa ilahi guna menemukan kemampuan mengampuni mereka yang telah mendzolimi kita.
Jika ada seseorang yang merasakan tidak mungkinlah baginya untuk mengampuni seorang lain, maka hal ini menunjukkan bahwa orang itu belum menemukan Roh Kudus dalam dirinya, Roh yang diberikan kepada kita ketika dibaptis. Kasih kodrati terpusat kepada orang yang tidak dapat kita kasihi. Kasih adikodrati kurang memfokuskan perhatiannya terhadap pihak lain … melainkan lebih-lebih kepada sumber kasih ilahi di dalam diri kita. Kita harus menyerahkan segala masalah pengampunan kepada Allah yang tinggal dalam diri kita. Kita harus mengaku kepada Allah bahwa kemampuan alamiah kita telah mencapai batasnya. Setelah itu kita mengundang Allah yang berdiam dalam diri kita untuk berpikir dalam pikiran kita dan untuk mengasihi melalui hati kita.
Yesus memanggil para murid untuk dimurnikan oleh ajaran-Nya, dengan demikian mereka masuk ke dalam titik pandang mental-Nya. Dengan demikian mereka tidak akan bertindak-tanduk seperti hamba, melainkan sebagai sahabat-sahabat-Nya yang sejati. Yesus bersabda: “Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Para murid dipilih sendiri oleh Yesus dan diberi amanat untuk melanjutkan pekerjaan-Nya dan menyampaikan dan menyebarluaskan kasih-Nya di seluruh dunia.
Saudari dan Saudara terkasih, baiklah kita ingat selalu bahwa kasih sejati dimulai dalam Allah sang Maha Pencipta. Kasih itu ditunjukkan dalam pemberian-diri secara total dari Putera Bapa. Kasih itu ditanamkan ke dalam diri kita oleh Roh Kudus. Hidup Kristiani adalah mengetahui apa yang kita telah terima …… kita berdiam di dalamnya …… dan menyampaikannya atau menyebarluaskannya kepada orang-orang lain.
DOA:
Tuhan Yesus, cintakasih kami lemah dan hati kami kecil. Namun sebelum kami mengasihi-Mu, Engkau telah mengasihi kami dan memberikan hidup-Mu bagi kami. Bukalah hati kami lebar-lebar dan biarlah kasih-Mu memenuhi diri kami secara berlimpah. Kami ingin menunjukkan kepada dunia apa yang dapat dilakukan oleh kasih-Mu.
Amin.