Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari kamu. Pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku. (Yoh 16:20-23a)
Bacaan Pertama: Kis 18:9-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 47:2-7
Yesus bersabda: “… dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yoh 16:20).
Bagaimana kita menjelaskan sukacita para kudus yang berada di bawah penderitaan karena penganiayaan, penindasan dll.? Bagaimana kita (anda dan saya) dapat menjelaskan perasaan Santo Paulus ketika dia bergembira di tengah-tengah segala kesulitan dan penderitaannya? Di mana letak kelucuannya, dalam penderitaan dan pencobaan yang dihadapi para kudus? Bagaimana seorang martir dapat mempersembahkan dirinya dengan penuh sukacita?
Kita harus melakukan investigasi atas “humor ilahi” para kudus. Lagipula, apa sih yang dapat membuat sesuatu menjadi lucu? Apa yang menyebabkan kita tertawa? Mengapa kita tertawa melihat seorang laki-laki kerdil sedang berjalan bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang tegap dan bertubuh tinggi? Yang lucu kiranya adalah karena ketiadaan proporsionalitas antara kedua orang itu. Ngak cocok! Nah, humor seringkali bertumbuh karena adanya sesuatu yang tidak proporsional.
Inilah yang dinamakan “humor ilahi” para kudus. Ini adalah paradoks yang dikatakan Yesus ketika Dia berbicara kepada para murid-Nya, “dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.” Para kudus melihat ini sebagai suatu lelucon ilahi: mereka menyadari begitu sedikit yang mereka harus bayar untuk memperoleh Kerajaan Surga. Mereka bergembira penuh sukacita karena mereka telah menemukan sesuatu yang sangat bernilai dengan “harga” yang sangat murah. Memang di sana sini para murid Yesus menghadapi penghinaan, pengejaran, penganiayaan, penindasan dan sejenisnya, malah ada curahan darah yang berharga – namun semua itu dapat dikatakan murah harganya, dengan kata lain tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan surga penuh kemuliaan yang telah disediakan oleh Bapa. Seandainya Yesus bertanya kepada kita, apakah yang dapat kita berikan sebagai sebagai pengganti jiwa kita, maka jawaban apakah yang dapat kita berikan kepada-Nya? Paling-paling kita hanya dapat tertawa (nyengar-nyengir), karena apakah yang dapat ditukarkan dari pihak kita dengan keselamatan yang diberikan oleh-Nya?
Barangkali hanya para kudus yang dapat sungguh-sungguh mentertawai segala penderitaan dan kesulitan hidup yang mereka alami. Mengapa? Karena hanya merekalah yang dapat melihat dan sungguh menyadari bahwa segala penderitaan dan kesulitan hidup itu sungguh kecil, sungguh tidak proporsional, dengan apa yang akan mereka peroleh. Para kudus ini mampu berkata seperti Santo Paulus: “… aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Rm 8:18).
DOA:
Yesus, Engkau mengatakan bahwa segala dukacita kami akan berubah menjadi sukacita. Engkau berjanji untuk menunjukkan kepada kami kemuliaan yang telah Kausediakan bagi mereka yang dapat tertawa karena menyadari betapa sedikit dan kecilnya harga yang diminta dari kami untuk membayar semua yang akan kami peroleh itu. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami! Amin.