Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

28 Mei 2015

Keragu-raguan Menantang Iman Kita


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa VIII – Jumat, 29 Mei 2015)
Ordo Fransiskan Sekular: Peringatan S. Maria Anna dr Paredes, Perawan Ordo III

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Sesampainya di Yerusalem Ia masuk ke Bait Allah. Di sana Ia meninjau semuanya, tetapi karena hari hampir malam, Ia keluar ke Betania bersama dengan kedua belas murid-Nya.

Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. Dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia menemukan sesuatu pada pohon itu. Tetapi waktu tiba di situ, Ia tidak menemukan apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara. Kata-Nya kepada pohon itu, “Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya!” Murid-murid-Nya pun mendengarnya.

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerusalem. Sesudah Yesus masuk ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah. Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya, “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mendengar tentang peristiwa itu, dan mereka mencari jalan untuk membinasakan Dia, sebab mereka takut kepada-Nya, karena seluruh orang banyak takjub kepada pengajaran-Nya. Menjelang malam mereka keluar lagi dari kota.

Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-murid-Nya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. Lalu teringatlah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Rabi, lihatlah, pohon ara yang Kaukutuk itu sudah kering.” Yesus menjawab mereka, “Percayalah kepada Allah! Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa pun berkata kepada gunung ini: Terangkatlah dan terbuanglah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: Apa saja yang kamu doakan dan minta, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya seseorang bersalah terhadap kamu, supaya juga Bapamu yang di surga mengampuni kamu akan kesalahan-kesalahanmu.” [Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di surga juga tidak akan mengampuni kamu akan kesalahan-kesalahanmu.] (Mrk 11:11-26)

Bacaan Pertama: Sir 44:1,9-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Semuanya terlihat begitu sederhana bagi Yesus. Ia mengutuk pohon ara yang tidak berbuah, dan pada keesokan paginya pohon itu sudah kering-mati. Yesus kemudian mengajar para murid-Nya bahwa apabila mereka mempunyai iman akan Allah, maka mereka dapat berkata kepada sebuah gunung agar terangkat dan terbuang ke dalam laut, dan hal itu akan terjadi. Apakah Yesus terlalu dramatis dalam hal ini? Apakah Dia dapat memandang kehidupan dengan cara seperti kita lakukan – dengan kesulitan-kesulitan, halangan-halangan, dan kelemahan-kelemahan yang menyebabkan kita tidak dapat mengetahui dan mengenal damai-sejahtera dan kuat-kuasa seperti yang diketahui dan dikenal-Nya?

Setiap hari kita (anda dan saya) menghadapi keragu-raguan yang menantang iman-kepercayaan kita. Dan kita dapat mempunyai alsaan-alasan yang sangat dapat dimengerti atas keragu-raguan kita itu. Barangkali di masa lampau kita belum merasakan kehadiran Allah pada saat-saat pencobaan atau kesulitan yang menimpa diri kita, atau belum pernah dikejutkan dengan tragedi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Barangkali kita merasa bahwa kita telah mengecewakan Allah dan tidak mempunyai alasan untuk mengharapkan apa-apa dari Dia. Barangkali kita tidak memiliki pengalaman atau kemauan untuk mempraktekkan iman kita. Apa pun alasannya, keragu-raguan dapat melumpuhkan kita dan membiarkan kita diperlemah dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari.

Keragu-raguan berarti pikiran kita mendua, ada dua perasaan tentang satu hal khusus. Double-mindedness atau keragu-raguan antara memilih janji-janji Allah dan menerima dunia seperti yang kita ketahui – inilah yang menjadi penghalang terhadap iman kita dan pertumbuhannya. Perspektif kita yang terbatas membuat kabur sabda Allah dan kesetiaan-Nya kepada kita dan membuat ekspektasi Yesus berkenan dengan iman kita menjadi tidak masuk akal.

Bagaimana seharusnya kita membuat terobosan? Bagaimana kiranya kita harus mematahkan lingkaran keragu-raguan yang ada? Semakin kita merangkul pikiran Allah dengan memperdalam permenungan kita atas sabda Allah dalam Kitab Suci, memperoleh kekuatan dari Sakramen-sakramen, dan mengembangkan suatu hidup doa pribadi kita, semakin penuh keyakinan kita akan kasih Allah kepada kita. Selagi kita memperkenankan Roh Kudus meyakinkan diri kita akan realitas hal-hal yang tidak kelihatan dan membuat pemikiran-pemikiran kita tertangkap oleh kebenaran sejati, maka damai sejahtera akan memerintah dalam pikiran kita dan keragu-raguan pun akan terusir pergi. Marilah kita menempatkan iman-kepercayaan kita tidak hanya pada apa yang Allah telah lakukan, melainkan juga pada apa saja yang telah dijanjikan untuk dilakukan-Nya bagi kita dan bagi Gereja.

DOA: 
Tuhan Yesus, aku percaya akan janji-janji-Mu. Aku percaya bahwa Engkau sangat realistis dalam ekspektasi-ekspektasi-Mu, karena Engkau sendirilah yang telah membuat fondasi dari kebenaran yang tak tergoyahkan untuk ekspektasi-ekspektasi-Mu itu. Aku akan memusatkan pandanganku pada perspektif-Mu dan akan berjalan bersama-Mu dalam iman. Amin.