Semua orang pasti ingin memiliki kehidupan yang layak. Namun, meraih kehidupan yang layak, tak semudah membalik telapak tangan. Ada yang harus merantau ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri untuk mendapatkan mata pencaharian. Banyak kisah sukses tentang mereka, namun tidak sedikit pula kisah sedih yang terjadi.
Kisah sedih para perantau bukan sesuatu yang baru. Lihatlah kisah hidup Naomi. Siapa menyangka usaha Elimelekh, suaminya, untuk mencari kehidupan yang layak di Moab justru membawa petaka. Di sana Naomi kehilangan Elimelekh, juga kedua anaknya, Mahlon dan Kilyon. Gagal di negeri orang, Naomi memutuskan pulang ke Betlehem. Dalam keadaan terpuruk. Begitu terpuruk--sampai ia menolak dipanggil Naomi. Ia memilih dipanggil Mara, yang artinya pahit (ay. 20). Sungguh bertolak belakang dengan Naomi, yang artinya manis.
Kegagalan kerap membuat seseorang terpuruk. Tetapi, kegagalan bukan akhir dari segalanya. Firman-Nya berkata, "Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan" (Rm 8:28). Ya. Dalam segala sesuatu. Termasuk kegagalan. Dengan kata lain, bahkan dalam kegagalan pun, Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.
Perjalanan hidup tak selalu mulus. Ada kalanya Tuhan mengizinkan kegagalan terjadi. Namun, tanamkan selalu dalam hati, semua itu akan mendatangkan kebaikan. Naomi pulang ke Betlehem sebagai pecundang. Namun, pada waktunya, Tuhan mengangkat Naomi sebagai pemenang (Rut 4:14-17). Tuhan sanggup mengubah segala yang pahit menjadi manis.
DALAM TUHAN, SEKALIPUN PAHIT, KEGAGALAN AKAN BERBUAH MANIS.