Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

22 Mei 2015

Renungan Ziarah - Jum'at 22 Mei 2015

Pekan Paskah VII (P)

Sta. Rita dr Cascia; Sta. Rosa(na);
St. Renate; St. Yohanes Baptista Makado
Bacaan I: Kis. 25:13-21  
Mazmur: 103:1-2.11-12.19-20b; R:19a
Bacaan Injil: Yoh. 21:15-19
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: ”Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: ”Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: ”Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: ”Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ”Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: ”Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: ”Gembalakanlah domba-domba-Ku."
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ke­tika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: ”Ikutlah Aku.
Renungan
Petrus pernah berjanji untuk mengikuti dan memberikan nyawa bagi Yesus (bdk. Yoh. 13:37-38), namun karena malu dan ngeri, ia pun menyangkal-Nya. Petrus tentu mengasihi Yesus, namun sama seperti kita, ia gagal mengasihi Tuhan di setiap saat, di setiap tempat.
Banyak hal yang harus dikurbankan agar dapat mengasihi Tuhan setulus mungkin, di antaranya cinta diri dan aneka kebutuhan pribadi. Kasih seorang kepada Tuhan selalu ditandai dengan kerendahan hati, penyesalan dan pertobatan serta ketaatan. Kualitas itu pada akhirnya ditemukan dalam diri Petrus, Paulus, dan para rasul lain yang memungkinkan mereka untuk bertumbuh dalam kesetiaan, sehingga tugas penggembalaan pun diberikan Tuhan kepadanya. Memang seorang gembala yang baik wajib mengasihi ‘tuannya’ dan berani berkurban bagi kawanan dombanya.   
“Apakah engkau mengasihi Aku?”  adalah pertanyaan sentral dalam kehidupan setiap orang Kristiani. Kita selalu bisa bertanya pada diri sendiri: Apakah kini kita telah mampu mengasihi-Nya? Apakah kita mengasihi-Nya lebih daripada pekerjaan, harta, prestasi dan nama baik? Apakah kita mengasihi-Nya lebih daripada sesama umat beriman lainnya?
Tuhan Yesus Kristus, berikanlah aku kekuatan untuk dapat mengasihi-Mu dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, agar aku mampu menjadi pengikut dan pelayan-Mu yang setia. 
Amin.
---ooOoo---

Ada seorang suami yang baik. Hidupnya tidak pernah aneh-aneh. Ia pekerja keras yang rajin, setia serta bapak yang penuh perhatian terhadap anak-anaknya. Beberapa kali ia ditanya oleh istrinya, apakah ia sungguh-sungguh mencintainya serta anak-anaknya? Awalnya suami itu kaget dengan pertanyaan itu. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyi-kan oleh istrinya. Ia merasa dituduh melakukan sesuatu yang menodai keluarganya. Berkali-kali istrinya menanyakan hal itu, lama-lama ia merasa jengkel juga.

Petrus merasakan hal itu ketika ditanya sampai tiga kali oleh Yesus, apakah ia mencintai Yesus? Petrus sangat sedih karena seolah-olah Petrus diragukan oleh Yesus. Padahal sungguh, Petrus merasa dirinya sangat mencintai Tuhan.

Kita seringkali merasa sudah melaksanakan tugas kita dengan baik dan penuh tanggung jawab, sebagaimana mestinya. Kita juga mungkin tersinggung manakala ditanya, apakah kita mencintai Tuhan? Kita menyangka bahwa perwujudan cinta kita adalah dengan melaksanakan tugas dan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya. Namun ternyata itu belum cukup bagi Tuhan. Pertanyaan 'apakah kita mencintai Yesus dalam segala sepak terjang hidup kita', tetap perlu dan relevan, agar kita terhindar dari egoisme dan ingat diri, bahwa segala sesuatu yang kita lakukan hanyalah demi mencintai Tuhan.
  1. Apakah kita sungguh mencintai Tuhan Yesus?
  2. Bersediakah kita mengikuti Yesus selalu termasuk jalan salibNya?