Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

21 Mei 2015

Supaya Mereka Semua Menjadi Satu

Pekan Paskah VII (P)
St. Eugenius de Mazenod OMI; St. Godrikus;
St. Herman Yoseph
http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/
Bacaan I: Kis. 22:30; 23:6-11
Mazmur: 16:1-2a.5.7-8.9-10.11; R:1
Bacaan Injil: Yoh. 17:20-26
Dalam perjamuan malam terakhir,  Yesus   mengadah ke langit dan berdoa  bagi para pengikut-Nya: ”Bapa yang kudus, bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. Ya Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.”
Renungan
Di persidangan Mahkamah Agama, Paulus mengangkat isu kebangkitan orang mati untuk menunjukkan perpecahan di antara orang Farisi dan Saduki. Ini mengingatkan kita pada sabda Yesus: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa ... atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan” (Mat.12:25).
Hal berbeda ditunjukkan oleh Gereja Perdana. Dalam masyarakat yang terkotak-kotak, orang kagum melihat orang Yahudi, Yunani, pria-wanita, budak-orang merdeka, kaya-miskin hidup sehati dan sejiwa. Inilah inti doa Yesus: agar kita semua satu, seperti Ia dan Bapa. Dan itu pasti terjadi jika kita memiliki dan hidup dalam kasih. Kesatuan umat Allah adalah tanda yang paling efektif untuk menunjukkan siapa kita dan untuk apa kita diutus. “… supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku, dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.”
Bagaimana dengan kita? Apakah paroki, keluarga dan komunitas Kristiani masa kini sungguh mencerminkan kesatuan itu? Atau jangan-jangan, kita justru menjadi momok yang menimbulkan perpecahan dan perselisihan?
Tuhan Yesus Kristus, rendahkanlah hati dan buanglah kesombonganku, agar mampu hidup sehati-sejiwa dan menjadi saksi kesatuan-Mu dengan Bapa, kesatuan-Mu dengan Gereja dan keselamatan yang Engkau sediakan bagi semua makhluk Terpujilah Allah Tritunggal Mahakudus, sekarang dan selama-lama-Nya
Amin.
---ooOoo---

Satu pertanyaan biasa bagi para calon pengantin Katolik adalah soal setelah menikah di manakah akan tinggal bersama sebagai suami istri. Mengapa perlu ditanyakan hal semacam itu? Sebab Gereja menganggap pentingnya sebuah proses persatuan pria-wanita itu bukan hanya secara psikis, tapi juga fisik, bukan hanya batin tapi juga lahiriah. Meskipun dari segi ilmu psikologis apa yang disebut long distance relationship (relasi jarak jauh) dikatakan sebagai suatu yang biasa dan normal saja, tapi dalam perspektif pernikahan Katolik, hal itu tetap bukanlah yang ideal.

Yesus sendiri sangat merindukan persatuan dengan murid-muridNya. Kerinduan utamanya adalah: di mana mereka berada, Aku pun berada bersama-sama mereka. Kesatuan utuh jasmani dan rohani adalah sedemikian penting menurut Yesus.

Kita seringkali merasa jenuh dan bosan menjalin relasi dengan orang-orang yang justru sangat dekat dengan kita. Tidak jarang dalam keluarga pun, relasi antara suami-istri, orang tua dengan anak-anak mengalami persoalan. Dalam situasi yang seperti itu perlu tetap diingatkan tentang idealnya persatuan yang membahagiakan dalam keluarga. Masing-masing pihak kiranya tetap selalu berusaha memberi ruang seperlunya untuk masing-masing bisa berkembang, dan bukan justru membelenggu satu sama lain.
  1. Apakah kita masih bisa bersyukur atas orang-orang terdekat kita yang dianugerahkan Tuhan pada kita?
  2. Apakah kita sudah menjadi pribadi penyatu dalam lingkup hidup kita?