Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

14 Maret 2015

SEORANG FARISI DAN SEORANG PEMUNGUT CUKAI



PERUMPAMAAN TENTANG DOA - FARISI DAN PEMUNGUT CUKAI 

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Sabtu, 14 Maret 2015)

Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus menyampaikan perumpamaan ini. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Luk 18:9-14) 

Bacaan Pertama: Hos 6:6:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,18-21

Orang Farisi dalam perumpamaan Yesus ini datang menghadap Allah dengan tangan-tangan yang penuh. Ia telah mengumpulkan segala puasanya, persepuluhan yang dilakukannya, dan ketaatannya kepada hukum Musa dan menunjukkan semuanya kepada Allah. Katanya: “Lihatlah Tuhan, lihatlah segala kebaikanku.” Tentunya Allah melihat semua yang dihaturkan kepada-Nya itu. Dia tidak dapat menyangkal segala puasa, persepuluhan dan ketaatan orang Farisi itu kepada hukum Musa. Masalahnya adalah bahwa tangan-tangan orang Farisi itu sudah penuh, sehingga tidak ada ruang kosong lagi bagi belas kasih Allah. Sesungguhnya, dengan memusatkan perhatiannya pada perbuatan-perbuatan baiknya sendiri, kelihatannya dia tidak membutuhkan belas kasih Allah sama sekali.
Bagaimana dengan kita (anda dan saya)? Apakah kita melihat diri kita sendiri sekali-kali tersandung dalam perjalanan kita menuju hidup kesalehan dan merasa hanya butuh untuk mencoba lebih keras lagi? Atau, apakah kita melihat bahwa dalam diri kita terdapat ketidakmampuan fundamental untuk mengasihi Allah dan sesama kita tanpa banyak pengampunan dan pertolongan dari Allah? Dua pandangan ini sangat berbeda satu sama lain. Pandangan pertama mengakui keberadaan dosa-dosa dalam diri kita, namun gagal untuk melihat kuasa dosa yang bekerja dalam hati kita.

Bahaya dari hanya melihat dosa-dosa adalah bahwa kita dapat menjadi seperti orang Farisi dalam perumpamaan ini, yang berharap bahwa perbuatan-perbuatan baik kita akan menghapus dosa-dosa dan berbagai hal buruk dalam  diri kita. Mentalitas melihat “neraca pembukuan” seperti itu mengabaikan kebutuhan kita akan Yesus dan salib-Nya yang akan mematikan kuasa dosa dalam diri kita. Hal itu juga mengabaikan kebutuhan kita agar hati kita diarahkan kembali kepada jalan Kristus.

Kita semua akan berdosa hari ini, baik dengan pikiran, perkataan, perbuatan maupun kelalaian kita. Tidak ada jalan untuk berbalik kecuali melalui kuat-kuasa rahmat Allah. Membereskan segala dosa dan kesalahan kita tidak dapat dilakukan dengan cara mengimbangi atau menghapusnya dengan perbuatan-perbuatan baik kita. Kita harus melihat dosa-dosa kita sebagai bukti-bukti bahwa kita membutuhkan rahmat Allah. Dosa-dosa harus memacu kita untuk berseru kepada Allah, Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini!(Luk 18:13). Dengan demikian kita dapat mengenal dan mengalami sukacita pengampunan dari Allah. Dia senantiasa siap untuk mengambil kita kembali ke sisi-Nya.

Saudari-Saudara terkasih, pada saat kita melakukan pemeriksaan batin malam ini, marilah kita (anda dan saya) memohon kepada Roh Kudus untuk menolong kita. Marilah kita mohon kepada-Nya untuk mematikan kuasa dosa dalam diri kita masing-masing dan memberikan kepada kita hati yang baru. Apabila kita menggantungkan diri kepada-Nya, maka Dia akan membebaskan kita.


DOA: 

 Roh Kudus, biarlah terang-Mu bercahaya dalam hatiku. Nyatakanlah segala hal dalam diriku yang Engkau ingin ubah. Datanglah, Roh Kudus, dan angkatlah diriku kepada suatu hidup baru dalam Kristus. 
Amin.

---ooOoo---

Tak kenal maka tak sayang. Ungkapan yang sering terdengar saat orang pertama kali memperkenalkan diri kepada orang lain. Bagi banyak orang, mengenal itu pintu menuju mengasihi. Apakah pengenalan itu menjadi syarat pertama sebelum mencintai seseorang atau sebaliknya, kasih yang menjadi syarat pertama untuk mengenal seseorang? Apakah kita bisa mencintai seseorang tanpa harus lebih dahulu mengenalnya? Misalnya, seorang asing, seorang tamu, seorang miskin di jalan, atau para korban bencana alam di belahan dunia lain. Lalu bagaimana caranya kita mengasihi Tuhan yang tidak kita kenal secara baik? Pengetahuan kita tentang Tuhan sangat terbatas. Apakah kita lalu tidak mengasihi Dia karena kita tidak sungguh mengenalNya?

Melalui Hosea, Tuhan meminta umat Samaria dan Yehuda mengenal dan mengasihi Dia. "Aku lebih menyukai kasih setia ... dan lebih menyukai pengenalan akan Allah," kata Tuhan. Di sini kita melihat bahwa Tuhan menempatkan kasih sebagai syarat utama mengenal secara lebih mendalam DiriNya. Kasih harus berjalan mendahului pengetahuan, pemahaman atau pengenalan tentang diriNya. Semakin dalam seorang mengasihi Tuhan, semakin dalam pula ia mengenal, mengetahui siapa Tuhan itu. Pengetahuannya akan Tuhan adalah buah dari kasihnya kepadaNya. Semakin sempurna kita mengasihi Tuhan, semakin sempurna juga pengenalan dan pengetahuan kita tentang Dia.

Ketika seorang hanya mengetahui Tuhan secara rasional, belum tentu dia sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Seorang terpelajar yang punya banyak pengetahuan tentang Tuhan, belum tentu dia sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Tetapi seorang nenek yang tak punya pengetahuan tentang Tuhan, mungkin lebih besar kasihnya kepada Allah.
  1. Apakah saya mengasihi Tuhan?
  2. Apakah pengetahuanmu, pengenalanmu akan Tuhan berdasar pada kasih sejati?