(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Paskah – Kamis, 30 April 2015)
OFMCap.: Peringatan B. Benediktus dr Urbino, Biarawan
OSU: Peringatan B. Maria dr Inkarnasi
Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada orang yang mengurusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.
Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah digenapi nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya bahwa Akulah Dia. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan siapa saja yang menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.” (Yoh 13:16-20)
Bacaan Pertama: Kis 13:13-25; Mazmur Tanggapan: Mzm 89L2-3,21-22,25,27
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, atau seorang utusan daripada orang yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yoh 13:16-17).
Manusia tidaklah lebih besar daripada Penciptanya. Bayangkan betapa penuh kebahagiaan seisi dunia, apabila para penghuninya memahami dan menghayati hal ini dalam hati mereka.
Sayang sekali, si “hamba” sudah menilai dirinya sebagai seorang tuan – maka segala sesuatunya mulai berjalan ke arah yang salah. Misalnya, banyak orang yang menganut paham atheisme telah mengalami betapa hidup mereka dapat menjadi begitu salah. Hukum-hukum yang berlaku dalam atheisme telah menjadi jubah penutup bagi berbagai pengkhianatan terhadap martabat dan kebebasan manusia. Tirani adalah akibat dari para hamba yang berpura-pura menjadi tuan. Para hamba yang melupakan kenyataan bahwa tidak ada seorang hamba yang lebih tinggi dari tuan yang mengutusnya.
Dalam negara-negara yang mengklaim diri sebagai negara-negara demokratis seperti Indonesia, tidak jarang hukum yang bertujuan keadilan di mana diterima prinsip equality before the law justru diselewengkan oleh para petinggi/pejabat yang tidak adil, sehingga penegakan hukum menjadi masalah besar dan rumit: “hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas!” Seorang filsuf dan pencinta lingkungan dari negara Inggris, Edward [Rene David] Goldsmith [1928-2009] pernah mengatakan: “Laws grind the poor, and rich men rule the law.” Para hamba berlagak menjadi tuan-tuan, mereka memandang hukum yang benar sebagai musuh dari kebebasan mereka yang palsu, mereka mengabaikan dan mencemooh keadilan yang sesungguhnya berasal dari Allah demi ketamakan mereka akan uang dan rasa lapar serta haus mereka akan kenikmatan duniawi.
Akan tetapi tatanan ilahi tidak dapat diabaikan tanpa kejatuhan yang tidak dapat dihindari. Manakala hukum Allah tidak lagi terukir dengan mendalam dalam hati mereka, maka orang-orang atau bangsa-bangsa mengalami kemerosotan secara gradual dalam hal tatanan yang baik, keadilan, kedamaian, dan kebebasan sejati.
Bagi seorang hamba tidak ada pengharapan selain dalam hukum sang Tuan. Manusia tidak dapat menjadi Allah. Gambaran yang mengerikan dari jutaan orang korban kekejaman Nazi-Jerman pada Perang Dunia II demi kemurnian ras tertentu, kekejaman ISIS yang memperagakan penyembelihan manusia dalam nama Allah Yang Mahabesar dan penuh belas kasih, perbudakan dan perdagangan manusia yang masih ada pada abad 21 ini, teriakan orang-orang miskin di dunia akan keadilan yang semakin tidak terdengar; semua ini seharusnya membangunkan kita semua agar sungguh-sungguh menaruh hormat pada hukum Allah dan mematuhinya. Sudahkah kita dibangunkan?
Semua kehidupan manusia diresapi dengan suatu kebutuhan mendalam akan hukum ilahi. Banyak negara/bangsa telah membawa kekacauan besar atas diri mereka sendiri karena mengabaikan sabda Allah. Demikian halnya dengan manusia sebagai individu-individu. Jarang ada manusia yang tidak mengalami biaya dari sikap dan perilaku mereka yang melawan hukum Allah.
DOA:
Bapa surgawi, selagi kami meninjau kembali sebab-sebab dari ketidakbahagiaan kami, kegelisahan kami, setiap kegagalan yang ingin kami lupakan dan tidak mau mengulanginya lagi, oleh Roh Kudus Engkau mengingatkan kami bahwa kesetiaan kami terhadap hukum-hukum-Mu akan menyelamatkan kami. Dari setiap kekalahan yang kami derita, akhirnya kami disadarkan bahwa perintah-perintah-Mu sesungguhnya dapat menyelamatkan kami. Terima kasih, ya Bapa yang baik, untuk kasih dan belas kasih-Mu terhadap kami.Terima kasih untuk Yesus Kristus yang Kaukaruniakan kepada kami. Terima kasih untuk segalanya yang telah Kauanugerahkan kepada kami. Terpujilah nama-Mu selalu, Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.