Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada orang yang rendah hati.” Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala anugerah, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Dialah yang punya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.
Dengan perantaraan Silwanus yang kuanggap sebagai seorang saudara seiman yang dapat dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu bahwa ini adalah anugerah yang benar-benar dari Allah. Berdirilah dengan teguh di dalamnya!
Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang terpilih yang di Babilon dan juga dari Markus, anakku. Berilah salam seorang kepada yang lain dengan ciuman kudus. Damai sejahtera menyertai kamu sekalian yang berada dalam Kristus. Amin. (1Ptr 5:5b-14)
Mazmur Tanggapan: Mzm 89:2-3,6-7,16-17; Bacaan Injil: Mrk 16:15-20
Pada hari ini, tanggal 25 April, Gereja merayakan pesta Santo Markus. Orang kudus ini adalah salah seorang dari umat Kristiani awal yang ikut ambil bagian dalam masa-masa yang sungguh exciting menyusul peristiwa Pentakosta Kristiani yang pertama, ketika penyebaran Kekristenan (Kristiani) dimulai ke segala penjuru dunia.
Markus menemani Paulus dan Barnabas pada perjalanan misioner mereka yang pertama, dan dia bergabung dengan Barnabas dalam perjalanan-perjalanan lainnya dan pergi ke Roma di mana dia bekerja dengan Petrus, yang memandang dirinya sebagai anaknya sendiri (lihat 1Ptr 5:13). Menurut tradisi, Petruslah yang minta kepada Markus untuk menulis Injil yang dikenal sebagai Injil Markus itu.
Sembilan belas abad lamanya Injil Markus ini sempat tidak/kurang dikenal karena Markus dipandang sebagai penulis Injil yang kurang berarti, naif, dan tak lebih daripada seorang tukang kumpul-cerita yang ditumpuk-tumpuk begitu saja tanpa rencana dan tujuan, meskipun diakui kelincahan caranya bercerita menggambarkan kisah kehidupan Yesus, Injilnya lama sekali tidak ada yang merasa perlu memberi komentar, bahkan paling kurang disitir baik dalam tulisan-tulisan maupun dalam liturgi. Dan Injil Markus sendiri dianggap sebagai suatu ringkasan dari Injil Matius. Namun sejak awal abad ke-20, hal ini mengalami perubahan total, sejak W. Wrede (seorang pakar Kristen Protestan) pada tahun 1901 mengumumkan penemuannya yang baru mengenai analisis-teks dari struktur Injil Markus seperti yang kita kenal sekarang (A. Brotodarsono SJ, “Indjil Santo Markus”, Jogjakarta: Majalah Bulanan untuk Kehidupan Rohani”, Tahun XIV, Nomor 4, Mei 1967).
Sekilas lintas saja, riwayat hidup singkat Markus ini sudah memberi kesan betapa “hebatnya” orang ini. Dia pernah menjadi asisten rasul-rasul agung! Namun, seperti kita, Markus juga hidup tidak tanpa pencobaan yang digunakan Allah untuk “melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan” (1Ptr 5:10). Markus pergi meninggalkan Paulus dan Barnabas pada awal-awal perjalanan misioner yang pertama dan kemudian dia menjadi sumber ketegangan antara Paulus dan Barnabas (Kis 15:36-41).
Oh, betapa indahnya dan nyamannya apabila kita dapat mempelajari segala sesuatu yang kita perlukan dari pembacaan buku-buku, berbagai macam koran/majalah, atau tulisan-tulisan lewat internet di mana kita tidak perlu mengalami rasa sakit akibat komunikasi antar-pribadi, bukankah begitu? Namun, dalam hikmat-Nya, “Allah, sumber segala anugerah” (1Ptr 5:10) mengajar kita kerendahan hati dengan memperkenankan pengalaman-pengalaman hidup yang terkadang sungguh pahit.
Allah melihat gambar besarnya dan pengetahuan-Nya tak mengenal batas (janganlah kita pernah mencoba-coba untuk membandingkan pengetahuan kita dengan pengetahuan sang Mahatahu). Allah mampu untuk mendatangkan berkat-berkat-Nya dalam situasi-situasi yang menurut penilaian kita sudah tidak berpengharapan. Allah mengggunakan setiap situasi untuk mendekatkan kita kepada diri-Nya, untuk menyiapkan diri kita dalam menghadapi peristiwa-peristiwa di masa depan, dan untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita. Dia tidak pernah menguji kita melampau kekuatan kita, dan ketika Dia memulihkan kita, kita tidak lagi sama karena Dia telah “melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kita” (1Ptr 5:10).
Seringkali kita mencoba untuk mengambil jalan kita sendiri dalam kehidupan ini dengan mengandalkan kekuatan kita sendiri saja. Ujung-ujungnya kita mendapatkan diri kita terjerat dalam kecemasan dan stres. Beberapa saat kemudian barulah kita menyadari bahwa kita telah membuang tenaga dan memeras otak kita untuk sesuatu yang “nol besar”, karena sesungguhnya Allah sudah bekerja dalam diri kita selama itu. Di sinilah perlunya bagi kita untuk belajar semakin berserah diri kepada-Nya, langkah demi langkah dalam kehidupan kita. Sukacita sejati kita alami selagi kita melihat Allah “mengangkat diri kita pada saat-Nya” dan “memulihkan kita” kepada damai-sejahtera-Nya setelah mengalami suatu periode yang penuh dengan ketegangan, rasa was-was, kegalauan, kekhawatiran, ketakutan dan sejenisnya. Seperti Santo Markus, marilah kita belajar untuk merendahkan diri kita di hadapan Allah dan menanti dengan sabar saat di mana Dia mengangkat kita.
DOA:
Bapa surgawi, tolonglah kami mempercayai hasrat-Mu untuk mengajar kami dalam setiap situasi kehidupan kami. Kami mempersembahkan kepada-Mu kesulitan-kesulitan kami agar Engkau dapat menguatkan kami dan memenuhi diri kami dengan hidup-Mu sendiri.
Amin.
- Sejauh mana anda serius menanggapi tugas pewartaan dari Kristus?
- Apa sumbangan konkrit yang dapat anda berikan untuk tugas khusus tersebut?