Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

10 April 2015

Dimensi Kontemplatif Komunitas


http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Bapa Suci mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bakti. Satu aspek penting dalam Hidup Bakti adalah hidup berkomunitas, yang meneladani pola hidup Jemaat Perdana. Komunitas bukan sekadar kumpulan, tapi bersama-sama membentuk kesatuan.

Kesatuan selalu mengandaikan adanya keanekaragaman, seperti pandangan, tingkat pendidikan, latar belakang keluarga, suku, warna kulit, dan karakter. Walaupun begitu, tetap memungkinkan bisa hidup bersama dalam kesatuan sebagai saudara; dan menjadikan hidup lebih hangat, berarti, dan indah, seperti kesaksian Pemazmur, “Lihatlah, betapa baik dan indahnya hidup bersama sebagai saudara” (Mzm 133:1).


Ada beberapa dasar hidup komunitas. Pertama, kehidupan Jemaat Perdana (Kis 2:42-46). Mereka sehati sejiwa, dengan segala ungkapannya. Setiap anggota komunitas Hidup Bakti diingatkan untuk hidup sebagai saudara dan terus-menerus mengembangkan, serta meningkatkan hubungan antarpribadi, seturut teladan Jemaat Perdana di Yerusalem.

Sehati sejiwa seperti Jemaat Perdana bisa berarti saling tukar pikiran dan pengalaman, berjuang bersama, serta menghargai anggota komunitas. Sehati sejiwa juga berarti menanggalkan penilaian-penilaian klise, kategori-kategori beku tentang kekurangan dan kerapuhan anggota komunitas. Jika terpaksa memberikan penilaian, jangan pernah dijadikan statis mutlak. Hal ini berarti sikap kesediaan menanti sesuatu yang baru, unsur yang mengubah (transformatif ).

Kedua, teologi tubuh St Paulus. Komunitas bagaikan tubuh, walaupun satu memiliki banyak organ; dan walaupun memiliki banyak organ tetap menjadi satu kesatuan (1Kor 12:12-31). Bagai organ- organ tubuh, tiap anggota komunitas saling terkait, tak terpisahkan, dan saling membutuhkan. Penghargaan kepada yang satu menggembirakan semua anggota komunitas (1Kor 12:26).

Setiap orang butuh kehadiran orang lain. Bukan saja untuk mengusir kesepian, tapi juga rasa persaudaraan, aman, damai, saling berbagi, dan memperhatikan. Betapa indahnya kehidupan komunitas yang bisa meminimalkan kemarahan (Kol 3:8; Tit 1:7; bdk.Yak 1:19).

Isi kehidupan komunitas pertama-tama bukan rentetan aturan yang membebani, melainkan para anggotanya. Seorang pemimpin komunitas harus bijaksana dalam menjaga keseimbangan antara aturan dan pribadi-pribadi yang mengalami kesulitan beserta luka-luka batinnya.

Aturan jangan kaku dan membebani, kecuali benar- benar dibutuhkan untuk ‘organ tubuh’ yang sakit. Namun, mesti dianggap penting agar mereka sedapat mungkin mengikuti acara bersama dan aktif di dalamnya. Jangan sampai acara komunitas dijadikan sebagai agenda sampingan.

Ketiga, hidup Allah Tritunggal. Misteri hidup ‘komunitas’ Tritunggal adalah dasar paling kokoh kehidupan komunitas. Circumincessio (Bahsa Latin) berarti saling menerobos masuk, dan saling mempengaruhi secara intens. Dalam kehidupan Allah Tritunggal, mungkin kata circumincessio bisa menjelaskan misteri kesatuan ketiga Pribadi Ilahi itu.

Bapa dan Putra punya hubungan kasih yang sangat mendalam dan keterbukaan total dalam ikatan Roh Kudus, Sang Pemersatu. Bapa ada dalam Putra dan Putra ada dalam Bapa (Yoh 14:10). Bapa dan Putra adalah satu (Yoh 10:30), sehingga siapa melihat Putra berarti melihat Bapa (Yoh 14:9). Tingkat kedalaman hidup komunitas religius diharapkan mengungkapkan kehidupan setingkat itu.

Dari misteri Tritunggal, kita belajar misteri Allah yang menghargai relasi. Maka, penemuan terdalam bagi setiap anggota komunitas ialah: Aku tak mungkin ada di sini tanpa yang lain.

Setiap anggota komunitas merupakan butiran rosario, yang membentuk untaian tasbih. Bagaikan doa, setiap anggota tak mungkin terlepas dari seluruh untaian. Sikap meremehkan anggota dalam komunitas akan segera memutuskan seluruh untaian tasbih.

Marilah menjadikan komunitas kita sebagai tempat yang membuat setiap penghuninya merasa betah. Sesama anggota komunitas yang kita jumpai setiap hari adalah cetusan kasih Allah yang hadir secara nyata. Mereka adalah cermin yang membuat kita melihat bahwa diri kita masing-masing merupakan citra Allah yang nyata, riang-gembira, dan terbantu untuk menemukan penghayatan cinta kasih yang maksimal. Akhirnya, dalam batin setiap anggotanya mampu menggemakan madah, “Sungguh, Allah hadir di sini, dan aku telah menemukan- Nya dalam diri saudara-saudaraku.