(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Paskah – Rabu, 15 April 2015)
Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia. Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab siapa saja yang berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak; tetapi siapa saja yang melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.” (Yoh 3:16-21)
Bacaan Pertama: Kis 5:17-26; Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-9
Kasih adalah sepatah kata yang sangat kuat, sepatah kata yang mempesona ketimbang kilat yang sambar-menyambar, sepatah kata dengan lebih banyak makna daripada semua buku yang pernah ditulis, sepatah kata yang selamanya berasal dari bibir Allah.
Kita mendengar kata-kata bernada sedih dari Yesus yang diucapkan-Nya berkenan dengan “semakin mendinginnya kasih” pada hari-hari ketika orang-orang akan melupakan perjuangan-Nya (Bait Allah akan diruntuhkan): “Kamu melihat semuanya itu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, tidak satu batu pun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan” (Mat 24:2).
Kita juga membaca dalam salah satu surat Santo Paulus: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing” (1Kor 13:1). Dalam bab 13 surat Santo Paulus ini, “kasih” digambarkan seorang pribadi yang tak mampu mati, menderita/menahan segala sesuatu, percaya segala sesuatu. Sebagai pembaca surat tersebut, kita diperingatkan bahwa tanpa kasih segalanya akan sia-sia; bahwa tidak artinya menjadi seorang martir kalau kita tidak mempunyai kasih (1Kor 13:3); bahwa kasih itu sabar dan baik hati dst. (1Kor 13:4 dsj.). Dengan perkataan lain di sini Paulus mau mengatakan bahwa kasih adalah Allah sendiri.
Santo Yohanes menulis, “Allah adalah kasih, dan siapa yang tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (1Yoh 4:16). Benarlah sang pemazmur ketika dia berkata: “… bumi penuh dengan kasih setia TUHAN (YHWH)” (Mzm 33:5).
DOA:
Bapa surgawi, kami berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena Engkau telah mengutus Putera-Mu yang tunggal ke tengah dunia. Melalui Putera-Mu ini, Engkau telah memberikan kepada kami akses ke surga dan menyambut kami ke dalam hidup kekal bersama-Mu – walaupun kami pantas dihukum karena dosa-dosa dan pemberontakaan kami. Siapakah kami, ya Allah yang baik, sehingga Engkau begitu berbelas kasih kepada kami? Ya Tuhan dan Allah kami, kobarkanlah kerinduan kami untuk hidup dalam hadirat-Mu. Amin.