Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

15 November 2015

Umat Peziarah Yang Sedang Menuju Rumah Bapa

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXXIII [TAHUN B] – 15 Nop 2015) 

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

“Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Pada waktu itu juga Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat dan akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit.

Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.

Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.” (Mrk 13:24-37) 

Bacaan pertama: Dan 12:1-3; Mzm 16:5-11; Bacaan kedua: Ibr 10:11-14,18

Walaupun kita sekarang masih berada pada pertengahan bulan November, Gereja pada Misa Kudus hari ini menatap ke akhir dari tahun liturgi, yang jatuh pada hari Minggu yang akan datang, dan tentunya menatap ke akhir zaman di mana Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Apakah hari yang mahapenting itu sudah dekat atau masih jauh di masa depan, kita tidak tahu. Sekali lagi: kita tidak tahu! Walaupun demikian, hari itu penting sekali bagi kita semua, dan kita harus mengakui bahwa dengan berjalannya waktu – hari lepas hari – kita terus melangkah maju dan menjadi semakin dekat dengan hari itu.

Bacaan pertama hari ini yang diambil dari Kitab Daniel dan juga bacaan Injil mengajar kita – walaupun dengan menggunakan imaji-imaji yang sangat kompleks – tentang kedatangan Yesus untuk kedua kalinya. Kedatangan kedua kali dari Yesus yang bersifat final ini adalah keprihatinan setiap Misa Kudus yang kita rayakan. Lagu Aklamasi Anamnesis dalam Doa Syukur Agung dengan jelas merujuk kepada kedatangan Yesus untuk kedua kalinya. Imam mengajak umat: “Marilah menyatakan misteri iman kita.” Umat menjawab: “Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan, kedatangan-Nya kita rindukan.” Lihatlah beberapa alternatif Aklamasi Anamnesis lainnya. Setelah doa “Bapa Kami”, ada doa sisipan atau Embolisme yang diucapkan oleh Imam Selebran. Salah satu contohnya: “Ya Bapa, bebaskanlah kami dari segala yang jahat dan berilah kami damai-Mu. Kasihanilah dan bantulah kami supaya selalu bersih dari noda dosa dan terhindar dari segala gangguan, sehingga kami dapat hidup dengan tenteram, sambil mengharapkan kedatangan Penyelamat kami Yesus Kristus. Umat yang hadir menjawab: “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.” Bukankah ini juga merujuk kepada kedatangan Yesus untuk kedua kalinya?

Jadi, sebagai umat yang sudah lama berada dalam perjalanan ziarah untuk kembali ke rumah Bapa – kita harus senantiasa menatap ke depan, yaitu kepada Yesus yang akan datang ke dunia untuk kedua kalinya. Rumah berarti tempat untuk beristirahat dan juga tempat yang nyaman, dan suatu akhir dari segala beban yang kita pikul dan juga ketidaknyamanan selama perjalanan ziarah kita. Rumah Bapa, yang juga merupakan rumah kita bersama, adalah akhir dari perjalanan kita, namun itu adalah awal dari hidup kekal yang sungguh membahagiakan.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Selagi kita melakukan perjalanan ziarah dalam hidup ini, kita perlu memiliki suatu sikap yang seimbang (a balanced attitude). Kita tidak dapat hanya memikirkan surga saja seakan hidup di dunia ini tidak bernilai dan tanpa tujuan sama sekali, namun di lain pihak kita sangat bodoh kalau menjalani hidup dengan hanya memikirkan eksistensi kita di dunia. Karena kita begitu disibukkan dengan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup di dunia guna menopang hidup keluarga, kenikmatan hidup duniawi, barangkali kebanyakan dari kita perlu mengingat bahwa ada hal yang jauh lebih besar terkait eksistensi kita daripada sekadar yang kita alami sekarang.

Ada dua titik ekstrim dalam hidup kita di mana kita harus mengingat bahwa ada banyak hal lagi yang akan datang. Pertama-tama adalah ketika kita mengalami penderitaan pada titiknya yang tertinggi, pada waktu kita menderita frustrasi total dan hampir mengalami keputusasaan; segalanya terasa gelap. Memang cukup pantas bagi seorang beriman untuk mencari penghiburan dan pengharapan bahwa Allah merencanakan  sesuatu yang lebih baik bagi kita, bahwa kita harus menderita dan bahkan mati seperti Yesus sendiri, sehingga dengan demikian kita dapat masuk ke dalam kebahagian tanpa akhir yang telah dipersiapkan Allah bagi mereka yang mengasihi-Nya.

Titik kedua adalah ketika hidup kita terasa paling nikmat, ketika semua berjalan dengan baik bagi kita dsb.; di sini barangkali kita luput untuk memikirkan Allah dan kebaikan-Nya, … kita lupa. Mengapa? Karena pikiran kita mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan Allah, puas dengan segala yang kita miliki dan terjadi dengan diri kita. Memang bukan hal yang aneh bagi orang-orang tertentu untuk berpaling kepada Allah dan berdoa kepada-Nya hanya jika adalah kebutuhan yang besar, yang mendesak, masalah hidup atau mati, misalnya dalam suasana perang atau setelah mengalami bencana hebat seperti gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, tsunami dlsb. Kita harus memandang saat-saat baik sebagai “icip-icip” dari apa yang akan datang, dengan demikian memuji dan bersyukur kepada Allah selagi mengalami semua itu karena kebaikan-Nya kepada kita.

Secara sederhana, baik pada saat-saat semua baik atau pun buruk, layaklah bagi seseorang beriman untuk hidup dengan satu mata yang memusatkan perhatian pada surga. Kita adalah umat yang sedang berziarah, dan kita tidak pernah boleh luput melihat tujuan perjalanan ziarah kita. Di lain pihak, kita tidak boleh memusatkan perhatian kita pada surga dengan menggunakan kedua biji mata kita. Hidup ini dan dunia ini mempunyai makna dan tujuan. Kita semua adalah anak-anak Allah dan kepada kitalah Dia mempercayakan dunia ciptaan-Nya ini. Rencana-Nya adalah bahwa segenap ciptaan akan secara perlahan-lahan menuju suatu saat penyempurnaan, dan kita adalah bagian dari rencana itu. Apakah yang kita lakukan – melalui bantuan rahmat Allah – untuk berkontribusi terhadap pembangunan ciptaan, sampai Yesus Kristus menyelesaikan pekerjaan-Nya melalui kuat-kuasa penebusan kematian dan kebangkitan-Nya.

Dengarlah ajaran Konsili Vatikan II yang indah ini: “… pria maupun wanita, yang – sementara mencari nafkah bagi diri maupun keluarga mereka – melakukan pekerjaan mereka sedemikian rupa sehingga sekaligus berjasa-bakti bagi masyarakat, memang dengan tepat dapat berpandangan, bahwa dengan jerih-payah itu mereka mengembangkan karya Sang Pencipta”. Hidup ini bermakna sebagai bagian dari rencana Allah.

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Dalam setiap Perayaan Ekaristi, kita diingatkan bahwa kita adalah umat yang sedang berziarah. Berjalan dalam prosesi untuk menyambut Komuni Kudus adalah sebuah tanda liturgis berkenan dengan perjalanan spiritual kita. Dan sebagai suatu umat peziarah kita mempunyai makanan untuk menopang hidup kita, Ekaristi. Kitab berdiri untuk menerima Komuni Kudus, karena berdiri adalah tanda kuno dalam Gereja dari kebangkitan Kristus. Makanan ini adalah jaminan, janji sehubungan dengan keikutsertaan kita dengan kebangkitan Kristus, yang telah berjanji, “Siapa saja yang makan daging-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yoh 6:54). Kita berasal dari Allah dan berada dalam perjalanan ziarah ke suatu tujuan – karunia hidup kekal-abadi melalui keikutsertaan kita dalam kebangkitan Kristus.

Kita harus menjalani kehidupan di dunia ini, namun marilah kita melaksanakannya  tanpa rasa cemas dan kekhawatiran, karena kita percaya bahwa dengan ketaatan penuh rendah hati kepada Yesus kita akan sampai pada tujuan kita, rumah Bapa.

DOA:  
Tuhan Yesus, Engkau adalah andalanku. Aku menyerahkan hidupku sepenuhnya kepada-Mu, ya Tuhan. Aku memohon pertolongan-Mu agar aku selalu sanggup menanggung beban-beban dalam perjalanan ziarahku di dunia. Ajarlah aku agar senantiasa penuh keyakinan akan kehadiran-Mu. Datanglah, Tuhan Yesus.
Amin.