"Kurban Ekaristi juga dipersembahkan untuk umat beriman yang mati di dalam Kristus, 'yang belum disucikan seluruhnya'" -
Segala bangsa, bertepuk-tanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai.
Doa
Allah Bapa yang penuh kasih, Engkau menghendaki agar kami mengikuti Putra-Mu dengan sepenuh hati. Kami mohon, bebaskanlah kami dari segala hambatan agar kami dapat menjadi pengikut-pengikut-Nya yang setia dan siap sedia melaksanakan kehendak-Nya. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Pertama Raja-Raja (19:16b.19-21)
"Bersiaplah Elisa, lalu mengikuti Elia."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = g 2/4, PS 840
Ref. Bahagia kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.
Ayat. (Mzm 16:1-2a.5.7-8.9-10.11)
- Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung. Aku berkata kepada Tuhan, "Engkaulah Tuhanku, Engkaulah bagian warisan dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepada-Ku."
- Aku memuji Tuhan yang telah memberi nasihat kepadaku, pada waktu malam aku diajar oleh hati nuraniku. Aku senantiasa memandang kepada Tuhan karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.
- Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorai, dan tubuhku akan diam dengan tentram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati dan tidak membiarkan orang kudus-Mu melihat kebinasaan.
- Engkau memberitahukan kepadaku, ya Allah, jalan kehidupan, di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah, dan di tangan kanan-Mu ada nikmat yang abadi.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Galatia (5:1.13-18)
"Kamu dipanggil untuk merdeka."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = f, 4/4, Kanon, PS 960
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (1Sam 3:9; Yoh 6:68c)
Bersabdalah, ya Tuhan, sebab hamba-Mu mendengarkan. Sabda-Mu adalah sabda hidup yang kekal.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (9:51-62)
"Yesus mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem. Aku akan mengikuti Engkau ke mana saja Engkau pergi."
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan
Apa yang akan kita lakukan ketika berhadapan dengan orang yang menolak kebaikan kita atau menyakiti kita? Reaksi spontan yang muncul pasti sumpah serapah, kata kutukan, makian, atau bahkan keinginan agar orang tersebut binasa. Reaksi spontan seperti itu juga ditunjukkan para murid ketika orang Samaria tidak menghendaki Yesus melewati wilayah mereka dalam perjalanan menuju Yerusalem. Mengapa orang Samaria menolak? Hal ini dipengaruhi sejarah masa silam dimana orang Samaria dianggap sebagai bangsa yang tidak diselamatkan karena sudah tercemar oleh pengaruh bangsa kafir melalui perkawinan. Selain itu, orang di Yerusalem merefleksikan bahwa peristiwa pembuangan merupakan teguran Yahweh atas ketidaksetiaan umat-Nya. Maka masa pembuangan diyakini sebagai periode keselamatan dan orang-orang yang dibuang diyakini sebagai orang yang diselamatkan Allah.
Persis, orang Samaria tidak ikut dalam pembuangan itu, maka mereka dianggap pengkhianat dan orang yang tidak diselamatkan. Predikat tersebut membuat orang Samaria bermusuhan dengan Yerusalem.
Penolakan orang Samaria itu membuat Yohanes dan Yakobus naik darah. ”Tuhan, apakah Engkau mau supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Tetapi Yesus menegur mereka dan memilih untuk pergi ke desa lain. Dengan sikap itu, Yesus menunjukkan sebuah sikap tanpa kekerasan, sekaligus menyadarkan para murid untuk bertobat dari sejarah masa silam yang membawa perpecahan dan permusuhan. Pesan buat kita saat ini: Jangan membelenggu sesama kita pada masa lalunya dengan fanatisme yang sempit dan picik, serta labelisasi negatif yang bisa membunuh karakter seseorang. Apalagi jika hal itu sengaja dilakukan untuk membatasi ruang gerak sesama atau membinasakannya.
Penolakan orang Samaria itu membuat Yohanes dan Yakobus naik darah. ”Tuhan, apakah Engkau mau supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Tetapi Yesus menegur mereka dan memilih untuk pergi ke desa lain. Dengan sikap itu, Yesus menunjukkan sebuah sikap tanpa kekerasan, sekaligus menyadarkan para murid untuk bertobat dari sejarah masa silam yang membawa perpecahan dan permusuhan. Pesan buat kita saat ini: Jangan membelenggu sesama kita pada masa lalunya dengan fanatisme yang sempit dan picik, serta labelisasi negatif yang bisa membunuh karakter seseorang. Apalagi jika hal itu sengaja dilakukan untuk membatasi ruang gerak sesama atau membinasakannya.
Santo Yohanes dan Paulus, Martir
Kedua orang kudus kakak-beradik ini berasal dari keluarga istana Konstansia, puteri Kaisar Konstantinus Agung. Mereka berdua adalah pegawai tinggi negara yang setia. Konstansia menghadiahkan kepada mereka banyak harta. Namun selanjutnya kekayaan ini dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin.
Ketika Yulianus Apostad menduduki tahkta Kekaisaran Romawi, banyak orang dari keluarga istana Konstansia ditarik ke istananya. Yohanes dan Paulus pun dipanggil ke sana dan diberikan kedudukan yang terhormat. Tetapi keduanya menolak undangan itu, karena mereka tidak mau mengabdi kepada Yulianus yang murtad dari iman Kristen yang benar. Kaisar Yulianus naik darah dan mengeluarkan ancaman kepada Yohanes dan Paulus. Ia memberi waktu 10 hari kepada Yohanes dan Paulus untuk mempertimbangkan hal berikut: “Mempersembahkan kurban kepada Yupiter atau mati!”
Tanpa berpikir panjang, kedua kakak beradik itu memutuskan untuk tidak mengkhianati imannya akan Kristus. Kesempatan 10 hari yang diberikan kepada mereka untuk berpikir, dipergunakan untuk membagi-bagikan harta kekayaannya kepada para miskin. Mereka tahu pasti bahwa kaisar akan bertindak secara bengis atas diri mereka. Oleh karena itu, mereka membagikan hartanya dengan maksud membebaskan dirinya dari keterikatan batin pada barang-barang duniawi sekaligus menyilih dosa-dosanya.
Ketika tiba hari terakhir, yakni hari kesepuluh, datanglah kepada mereka Prefek Terensius sambil membawa serta patung Yupiter. Mereka dipaksa untuk menyembah patung Yupiter itu. Dengan tegas mereka serentak menolak menyembah patung itu, dan menyatakan keteguhannya untuk tetap menyembah Kristus yang diimaninya.oleh karena itu, keduanya dipenggal kepalanya di rumah mereka sendiri. Peristiwa itu terjadi pada tahun 362.
Santa Maria Magdalena Fontaine, Martir
Maria Magdalena Fontaine dikenal sebagai pemimpin biara Suster-suster Karitas di Arras, Perancis. Bersama tiga orang kawannya, yakni Suster Frances Lanel (49 tahun), Teresa Fantou (47 tahun) dan Yoan Gerard (42 tahun), ia dipenggal kepalanya di Cambrai, Perancis.
Pada masa itu Revolusi Perancis sedang berkecamuk. Negara mengeluarkan suatu undang-undang yang ditujukan kepada rohaniwan-rohaniwati. Isi undang-undang ini dinilai sangat bertentangan dengan ajaran agama. Para biarawan-wati diharuskan menaati dan mengucapkan sumpah setia kepada negara. Karena mereka menolaknya, maka banyak di antara mereka dibunuh.
Suster Maria Magdalena Fontaine bersama tiga orang kawannya dipanggil oleh para pejabat untuk mengucapkan janji setia kepada negara sebagaimana diwajibkan undang-undang itu. Mereka bersedia pergi namun tidak bersedia mengucapkan sumpah setia itu, karena bertentangan dengan suara hati mereka. Karena itu mereka dituduh sebagai aktifis anti revolusi, ditangkap dan dipenjarakan pada tanggal 14 Februari 1794.
Tanpa banyak pertimbangan, keempat suster itu digiring ke tempat pembantaian. Mereka kelihatan tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya maut yang segera tiba. Mereka bahkan menyambut gembira hukuman mati itu. Sepanjang jalan mereka menyanyikan lagu “Ave Maris Stella”.
Di atas tempat pembantaian itu, kepala mereka satu per satu dipenggal dengan guilotine. Suster Magdalena mendapat giliran terakhir. Ketika mendekati guilotine, ia berpaling kepada orang banyak yang berkumpul dan berkata: “Dengarkanlah hai umat Kristen! Kami adalah korban terakhir. Penganiayaan akan segera berakhir, tiang gantungan akan segera roboh dan altar-altar Tuhan Yesus akan muncul lagi dengan semarak”. Ramalan ini ternyata benar-benar terjadi.