“Benih-benih perpecahan, yang menurut pengalaman setiap hari begitu mengakar pada manusia sebagai akibat dosa, ditangkal oleh daya pemersatu tubuh Kristus”
(Beato Yohanes Paulus II)
Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah lorong-lorong-Mu kepadaku.
Allah Bapa Mahakudus, Engkau takkan menyangkal diri-Mu, melainkan melimpahkan janji setia-Mu kepada umat manusia. Ajarilah kami cinta kasih-Mu melalui Yesus. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, Allah, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Rasul Paulus menyatakan bahwa ia menderita karena pewartaan Injil supaya orang lain pun memperoleh keselamatan dalam Yesus Kristus dengan kemuliaan yang kekal. Yesus Kristus tetap setia meskipun kita tidak setia.
Bacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada Timotius (2:8-15)
"Sabda Allah tidak terbelenggu. Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan,
Ref. Ya Tuhan, tunjukkanlah lorong-lorong-Mu kepadaku.
Ayat. (Mzm 25:4bc-5ab.8-9.10-14)
- Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah lorong-lorong-Mu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan daku.
- Tuhan itu baik dan benar, sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang bersahaja.
- Segala jalan Tuhan adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian dan peringatan-peringatan-Nya. Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya Ia beritahukan kepada mereka.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. (Mzm 119:34)
Berilah aku pengertian, maka aku akan menaati hukum-Mu, aku akan menepatinya dengan segenap hati, ya Tuhan.
Yesus menjelaskan kepada seorang ahli Taurat bahwa perintah yang utama ialah kasih. Kasihilah Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan dan kasihilah sesama seperti diri sendiri.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (12:28b-34)
"Inilah perintah pertama. Dan yang kedua sama dengan yang pertama."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Menghayati perintah yang paling utama itu tidak mudah. Yang paling utama ialah memusatkan perhatian untuk mengasihi Allah dengan segenap jiwa raga. Bila kita mampu melakukannya, dengan sendirinya mengasihi sesama akan lebih gampang. Karena bila kita telah mampu mengasihi Allah dan diri kita sendiri, dengan sendirinya kita dapat mengasihi sesama dan menerima mereka apa adanya. Apakah aku sungguh-sungguh mengasihi Allah dengan segenap hatiku?
Kali ini orang Saduki dan ahli Taurat menguji Yesus dengan pertanyaan: Manakah hukum yang paling utama? Terhadap pertanyaan ini, Yesus mengingatkan mereka akan apa yang diajarkan hukum Taurat: ”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”. Dan hukum yang kedua ialah ”kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Tuhan Yesus menekankan tindakan mengasihi sebagai yang terutama karena Allah adalah Kasih itu sendiri. Allah menciptakan dunia dan segala isinya dengan kasih-Nya yang melimpah. Dunia ciptaan dan manusia adalah luapan kasih Allah. Hal ini berpuncak pada peristiwa inkarnasi, di mana Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Putra-Nya. Karena kasih-Nya yang begitu besar akan dunia ini maka Allah mengutus Yesus untuk menyelamatkan kita.
Ketika mengasihi menjadi hukum yang terutama, maka kasih hendaknya menjadi rujukan pokok dari setiap perbuatan dan tindakan hidup manusia. Pola perilaku dan sikap hidup mesti berakar pada hal ini. Maka, kualitas keberimanan kita sebagai pengikut Kristus dinilai sejauh mana sikap hidup kita mengekspresikan kasih terhadap Allah dan sesama manusia. Sesama di sini juga berhubungan dengan alam ciptaan, sebagaimana diteladankan oleh St. Fransiskus dari Assisi.
Dunia saat ini semakin individualis. Sering kali kita menjadikan kepentingan pribadi yang egois sebagai sumber dan tujuan dari sikap dan tindakan kita. Orang seperti ini akan sulit untuk mencintai. Sebab, dalam pikirannya bukan lagi apa yang harus saya berikan kepada sesama, tetapi apa yang sesama harus berikan kepada saya. Kita ditantang untuk membangun sikap hidup tanpa pamrih, yang terarah pada kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan diri dan sesama.
Pada tahun 177 sewaktu kekaisaran Romawi diperintah oleh Kaisar Markus Aurelius, terjadi penganiayaan besar terhadap orang-orang Kristen, baik di Roma maupun daerah-daerah jajahan Roma.
Pada waktu itu, kota Lyon, Prancis Selatan, sudah terkenal sebagai pusat perdagangan dan pusat kehidupan orang-orang kafir. Disana juga ada banyak orang Kristen. Sebagaimana di Roma, orang-orang Kristen di Lyon juga dikejar-kejar, dipenjarakan bahkan dibunuh. Harta milik mereka disita. Dari surat-surat yang dikirim umat di Lyon dan Vienne kepada umat di Asia Kecil, diketahui ada 48 orang martir di sana dan sebagian besar berasal dari kota Lyon.
Yang pantas dicatat adalah Uskup Lyon, Potinus, Blandina bersama saudaranya Pontikus, Maturus yang baru saja dibaptis dan Sanktus, yang dengan gagah berani mempertahankan imannya di hapadan para penganiaya mereka. Penganiayaan itu sungguh kejam.
Potinus, terhadap pertanyaan hakim di pengadilan “Siapakah Allah orang Kristen?”, dengan tegas menjawab: “Jika tuan layak, tuan akan mengetahuinya nanti!” Jawaban ini menghantar Potinus kepada penganiyaan yang keras hingga mati dua hari kemudian. Blandina, gadis budak belian itu menguatkan hati saudaranya Pontikus yang kurang tahan terhadap beratnya penyiksaan atas mereka. Maturus yang baru dibaptis dan Sanktus,
dengan gagah berani menahan derita sengsara yang dilakukan atas mereka, hingga para algojo kafir itu tercengang dan menanyai asal-usul mereka. Mereka mati demi mempertahankan imannya kepada Kristus.
Santo Erasmus, Uskup dan Martir
Santo Erasmus, Uskup dan Martir
Erasmus, yang juga dipanggil Elmo, dikenal sebagai Uskup kota Farmiae, Italia. Kemungkinan ia dihukum mati sekitar tahun 303 tatkala terjadi penganiyaan atas orang-orang Kristen di masa pemerintahan Kaisar Diokletianus. Kisah menyeluruh tentang masa hidupnya tidak banyak diketahui. Dari laporan Paus Gregorius I pada abad ke nam diketahui bahwa relikiunya disemayankan di Katedral Famiae.
Banyak cerita yang beredar waktu itu sering menyamakan Elmo dengan Erasmus lain, orang kudus kebangsaan Syria yang menjadi Uskup Antiokia. Menurut cerita ini, Erasmus atau Elmo adalah uskup Antiokia yang dikejar-kejar oleh para musuh sampai akhirnya ditangkap dan dibunuh di Farmiae.
Erasmus atau Elmo dihormati sebagai pelindung para pelaut Italia. Hal ini mungkin didasarkan pada cerita bahwa kemartirannya terjadi di atas sebuah kapal. Para pelaut Italia percaya bahwa cahaya biru yang sering dilihat di puncak tiang kapal sebelum dan sesudah kilatan halilintar, menandakan perlindungan Santo Erasmus. Oleh karena itu, cahaya ini dinamakan “Cahaya Santo Elmo”. Erasmus dihormati sebagai pelindung para pelaut.
Santo Marselinus dan Petrus, Martir
Petrus dikenal sebagai pelayan Gereja yang dipenjarakan semasa pemerintahan kaisar Diokletianus. Ketika itu ia baru saja menerima tabhisan exorsista yang memberi kuasa untuk mengusir setan. Dengan karisma yang ada padanya, ia menyembuhkan kepala penjara dari penyakitnya. Kesembuhan ini mempertobatkan kepala penjara itu bersama keluarganya ke pangkuan iman Kristen. Mereka dipermandikan menjadi Kristen oleh Marselinus, seorang iman yang saleh. Karena perbuatan ini, Petrus dan Marselinus dijatuhi hukuman mati oleh penguasa Romawi pada tahun 302.
Santo Nicephorus dari Konstantinopel, Pengaku Iman
Nicephorus dikenal sebagai negarawan dan filsuf. Ia lahir di Konstantinopel kira-kira pada tahun 758. Putra sekretaris Konstantin V (741-775) ini bekerja sebagai komisaris kekaisaran. Ketika Konsili Nicea (787) berlangsung, ia diangkat sebagai sekretaris Konsili.
Dari statusnya sebagai seorang awam, ia dipilih dan ditabhiskan menjadi Patriakh Konstantinopel pada tahun 806. Kemudian pada tahun 815, ia dibuang oleh Kaisar Leo, seorang Armenia karena melawan gerakan bidaah yang melarang penghormatan gambar-gambar Kudus (ikonklasme). Hari-hari terakhir hidupnya dihabiskan di dalam sebuah biara yang ia dirikan di Bosphorus.