Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

16 Juni 2016

Jum'at, 17 Juni 2016 == Hari Biasa Pekan XI

Di surga jiwa tidak mempunyai perhatian selain mencintai Dia, karena ia mengenal Dia, seperti Dia adanya. (Santa. Teresia dari Avila) 


Arahkanlah pandanganmu kepada Tuhan, maka mukamu akan berseri-seri dan takkan malu tersipu-sipu. 

Doa 

Allah Bapa di surga, kami bersyukur, karena tiada seorang pun yang menantikan keselamatan dengan sia-sia. Semoga Sabda Putra-Mu menjadi tantangan bagi kami untuk membangun kota-Mu, tempat Engkau menyempurnakan segalanya dan tempat kami menemukan kebebasan dan kedamaian. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin. 

Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (11:1-4.9-18.20)

"Mereka mengurapi Yoas dan berseru, 'Hiduplah Raja!'"

Ketika Atalya, ibu Ahazia, melihat bahwa anaknya sudah mati, maka bangkitlah ia membinasakan semua keturunan raja. Tetapi Yoseba, anak perempuan raja Yoram, saudara perempuan Ahazia, mengambil Yoas bin Ahazia, menculik dia dari tengah-tengah anak-anak raja yang hendak dibunuh itu, memasukkan dia dengan inang penyusunya ke dalam gudang tempat tidur, dan menyembunyikan dia terhadap Atalya, sehingga dia tidak dibunuh. Maka tinggallah dia enam tahun lamanya bersama-sama perempuan itu dengan bersembunyi di rumah TUHAN, sementara Atalya memerintah negeri. Dalam tahun yang ketujuh Yoyada mengundang para kepala pasukan seratus dari orang Kari dan dari pasukan bentara penunggu. Disuruhnyalah mereka datang kepadanya di rumah TUHAN, lalu diikatnya perjanjian dengan mereka dengan menyuruh mereka bersumpah di rumah TUHAN. Kemudian diperlihatkannyalah anak raja itu kepada mereka. Para kepala pasukan seratus itu melakukan tepat seperti yang diperintahkan imam Yoyada. Masing-masing mengambil orang-orangnya yang selesai bertugas pada hari Sabat bersama-sama dengan orang-orang yang masuk bertugas pada hari itu, lalu datanglah mereka kepada imam Yoyada. Imam memberikan kepada para kepala pasukan seratus itu tombak-tombak dan perisai-perisai kepunyaan raja Daud yang ada di rumah TUHAN. Kemudian para bentara itu, masing-masing dengan senjatanya di tangannya, mengambil tempatnya di lambung kanan sampai ke lambung kiri rumah itu, dengan mengelilingi mezbah dan rumah itu untuk melindungi raja. Sesudah itu Yoyada membawa anak raja itu ke luar, mengenakan jejamang kepadanya dan memberikan hukum Allah kepadanya. Mereka menobatkan dia menjadi raja serta mengurapinya, dan sambil bertepuk tangan berserulah mereka: "Hiduplah raja!" Ketika Atalya mendengar suara bentara-bentara penunggu dan rakyat, pergilah ia mendapatkan rakyat itu ke dalam rumah TUHAN. Lalu dilihatnyalah raja berdiri dekat tiang menurut kebiasaan, sedang para pemimpin dengan para pemegang nafiri ada dekat raja. Dan seluruh rakyat negeri bersukaria sambil meniup nafiri. Maka Atalya mengoyakkan pakaiannya sambil berseru: "Khianat, khianat!" Tetapi imam Yoyada memerintahkan para kepala pasukan seratus, yakni orang-orang yang mengepalai tentara, katanya kepada mereka: "Bawalah dia keluar dari barisan! Siapa yang memihak kepadanya bunuhlah dengan pedang!" Sebab tadinya imam itu telah berkata: "Janganlah ia dibunuh di rumah TUHAN!" Lalu mereka menangkap perempuan itu. Pada waktu ia masuk ke istana raja dengan melalui pintu bagi kuda, dibunuhlah dia di situ. Kemudian Yoyada mengikat perjanjian antara TUHAN dengan raja dan rakyat, bahwa mereka menjadi umat TUHAN; juga antara raja dengan rakyat. Sesudah itu masuklah seluruh rakyat negeri ke rumah Baal, lalu merobohkannya; mereka memecahkan sama sekali mezbah-mezbahnya dan patung-patung dan membunuh Matan, imam Baal, di depan mezbah-mezbah itu. Kemudian imam Yoyada mengangkat penjaga-penjaga untuk rumah TUHAN. Bersukarialah seluruh rakyat negeri dan amanlah kota itu, setelah Atalya mati dibunuh dengan pedang di istana raja.

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Tuhan telah memilih Sion menjadi tempat kedudukan-Nya.
Ayat. (Mzm 132:11.12.13-14.17-18)
  1. Tuhan telah menyatakan sumpah setia kepada Daud , Ia tidak akan memungkirinya: “Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu.
  2. Jika anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan yang Kuajarkan kepada mereka, maka selamanya anak-anak mereka akan duduk di atas takhtamu.”
  3. Sebab Tuhan telah memilih Sion, dan mengingininya menjadi tempat kedudukan-Nya, "Inilah tempat peristirahatan-Ku untuk selama-lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya".
  4. Di sanalah Aku akan menumbuhkan sebuah tanduk bagi Daud, dan menyediakan pelita bagi orang yang Kuurapi. Musuh-musuhnya akan Kutudungi pakaian keaiban, tetapi ia sendiri akan mengenakan mahkota yang semarak!”

Bait Pengantar Injil do = f, 4/4, PS 960
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 5:3)

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, sebab milik merekalah Kerajaan Allah.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (6:19-23) 

"Di mana hartamu berada, di situ pula hatimu."

Dalam khotbah di bukit, berkatalah Yesus, "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.

Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan 

“Bekalmu tadi dimakan atau dibuang, nak?” tanya ibu kepada Themis sepulang dari sekolah Taman Kanak-kanak. “Makan semuanya donk, termasuk sayurnya,” jawab Themis. Mendengar jawaban Themis sang ibu berkata, “Ayo jangan bohong. Ngaku saja.”Dengan cemberut Themis berkata, “Kok tahu sih kalau aku buang bekalnya?” Dengan lembut ibu berkata, “Karena kamu tidak berani menatap ibu. Itu tandanya kamu sedang berbohong....”
Kita pasti setuju bahwa mata tidak bisa berbohong. Bahkan ada pepatah terkenal yang mengatakan, “Mata itu jendela jiwa”. Pepatah ini serupa dengan pernyataan Yesus hari ini,“Mata adalah pelita tubuh.” Melalui pernyataan ini, Yesus mau mengatakan, hendaknya kita hidup dengan tulus dan murni, karena semuanya itu akan terpancar lewat mata kita. Hidup dengan tulus dan murni berarti hidup dengan tidak berpura-pura. Selain itu, apa yang dilihat dan dinilai oleh mata, mencerminkan kondisi hati orang tersebut. Misalnya, orang yang selalu memandang negatif orang lain, mencerminkan hatinya yang sulit untuk menghargai dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang dapat menghargai diri sendiri akan cenderung melihat hal yang baik dari orang lain.

Sebagai pengikut Kristus, mata kita harus seperti mata Kristus: mata yang selalu memandang dengan belas kasihan orang yang lemah dan sakit; mata yang tidak menghakimi perempuan yang berbuat zinah, namun mengampuninya; mata yang membuat Matius, si pemungut cukai, bertobat dan menjadi salah satu rasul-Nya.

Namun, tampaknya lebih mudah bagi kita untuk menggunakan mata kita dengan memandang sinis kepada orang yang menyakiti kita; memandnag dengan tatapan meremehkan orang lain; memandang kelemahan orang lain daripada kelebihannya; memandang negatif orang lain karena iri hati dan sebagainya.

Agar dapat memandang dengan mata Kristus, pertama-tama kita perlu memohon rahmat itu dalam doa. Namun perlu diingat, rahmat itu hanya akan Allah berikan kepada orang yang berusaha hidup seperti Kristus. Kita tidak bisa memohon rahmat itu, apabila dalam hidup kita terus memandang rendah atau selalu berprasangka buruk terhadap orang lain.

Cinta dan Permata”, adalah judul lagu yang pernah didendangkan Pandjaitan bersaudara atau yang lebih dikenal sebagai PANBERS itu. Salah satu penggalan liriknya demikian, ”harta adalah kiasan hidup semata. Kejujuran, keikhlasan, itu yang utama”. Penggalan lagu ini menyiratkan betapa harta bukanlah satu-satunya jaminan bagi kehidupan. Harta mungkin memampukan kita untuk mendapatkan segala-galanya di dunia ini. Tetapi, hal itu bukanlah jaminan sebuah kebahagiaan. Hal ini bisa kita lihat betapa tidak sedikit orang yang berharta justru tidak bahagia dalam hidupnya dan bahkan mengakhiri hidupnya dengan tragis. Panbers melalui syairnya menawarkan sebuah kesadaran lain, bahwa menuju kebahagiaan perlu dijalankan dengan kejujuran dan keikhlasan. Itulah harta yang sesungguhnya.

Harta dan kekayaan bukanlah sesuatu yang buruk dan negatif dalam dirinya. Harta kekayaan menjadi sesuatu yang baik atau sesuatu yang buruk tergantung bagaimana orang memandang dan mempergunakan harta kekayaan tersebut. Atau menurut Yesus dalam sabda-Nya, tergantung pada mata sebagai pelita tubuh. ”Jika matamu baik, maka teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu gelap, maka gelaplah seluruh tubuhmu.” Dengan demikian, jika kita memandang harta dengan mata yang baik, maka harta itu akan membantu kita untuk menemukan kebahagiaan. Menjadikan kita lebih manusiawi dan menjadi sarana untuk memuliakan Allah. Sebaliknya, mata yang gelap, cara pandang yang suram, menjadikan kita pribadi yang memandang harta sebagai tujuan dan bukan sarana. Maka orang pun berfokus mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, bahkan dengan cara yang tidak halal sekalipun. Akan lebih parah juga ketika harta itu diperoleh dengan memeras ataupun mengambil hak orang lain.

Yesus mengajak kita hari ini untuk bijaksana dalam mengumpulkan dan menyikapi harta kekayaan yang kita miliki. Dengan harapan, harta kekayaan kita menjadi sarana keselamatan bagi diri sendiri maupun sesama kita. Itulah harta surgawi yang bersifat abadi.
Mari kita berusaha, agar teranglah hati kita.


Kumpulkanlah bagimu harta di surga. Sebab di mana hartamu, di situ pula hatimu berada.


Santo Gregorius Barbarigo, Uskup dan Pengaku Iman 

Gregorius Barbarigo lahir pada tahun 1625 dari sebuah keluarga bangsawan di Venesia, Italia. Banyak kaum kerabatnya berjasa bagi Gereja dan tanah airnya. Semasa kecilnya, keluarganya mengungsi ke tempat lain untuk menghindari bahaya wabah pes yang berkecamuk pada waktu itu. Ibunya meninggal dunia ketika ia berusia tujuh tahun. Sepeninggal ibunya di pengungsian itu, Gregorius bersama ayah dan saudara-saudaranya kembali lagi ke Venesia. Di Venesia, ia memulai pendidikan dasarnya. 

Tatkala berusia 18 tahun (1648), Gregorius melanjutkan studinya ke Jerman atas biaya pemerintah Venesia. Ia berada disana selama 5 tahun. Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Venesia dan mulai meniti kariernya. Selama berada di Jerman, Gregorius bertemu dan berkenalan dengan Kardinal Fabius Chigius, yang kemudian menjadi Paus Aleksander VII ( 1655-1667 ). Kardinal ini mengenal baik Gregorius sebagai anak asuhnya. Atas pengaruh kardinal, Gregorius kemudian melanjutkan studi lagi hingga ditabhiskan menjadi imam pada umur 30 tahun. 

Sebagai imam baru, ia ditempatkan di Roma. Ia melayani Sakramen-sakramen, mengajar agama untuk anak-anak, mengunjungi orang-orang sakit serta menolong dan menghibur orang-orang yang berkesusahan. Kecintaannya kepada umatnya sungguh luar biasa. Hal ini nyata-nyata ditunjukkan tatkala penyakit sampar menimpa banyak orang. Ia menolong dan merawat orang-orang sakit itu tanpa mempedulikan kesehatan dan hidupnya sendiri. 

Pada tahun 1657, dalam usia 32 tahun, ia diangkat menjadi uskup di Bergamo. Mulanya ia segan menerima jabatan mulia ini, sehingga dengan rendah hati ia meminta Sri Paus untuk membatalkan kembali penunjukkan ini. Tetapi atas peneguhan Sri Paus, Gregorius menerima juga jabatan Uskup ini. Tak lama kemudian, pada tahun 1660, ia diangkat menjadi Kardinal. Empat tahun kemudian, ia diangkat sebagai uskup di Padua hingga ia meninggal dunia. 

Sebagai Uskup, ia memilih Santo Carolus Borromeus sebagai tokoh pujaannya. Ia mengunjungi semua paroki untuk meneguhkan umat dan iman-imannya. Untuk meningkatkan semangat iman dan mutu hidup iman umatnya, terlebih dahulu ia membina imam-imamnya. Ia selalu menegaskan pentingnya menghayati imamat sebaik-baiknya. Katanya: “Untuk memperoleh umat yang saleh dan dewasa imannya, perlulah pertama-tama membina imam-imam yang saleh dan suci.” Untuk itu, ia menaruh perhatian istimewa pada pendidikan di seminari-seminari sebagai taman pendidikan imam. 

Karena tenaga rohaniwan sangat kurang, maka ia melibatkan juga kaum awam dan guru-guru Katolik untuk mengajar agama, baik di sekolah-sekolah maupun di antara umat. Di seminari ia mewajibkan pelajaran bahasa-bahasa Timur, supaya kelak dapat memperoleh imam-imam yang cakap untuk berkarya di Konstantinopel (Istambul). 

Sebagai kardinal, beliau biasanya mengikuti konklaf. Dua kali menolak menjadi Paus, meskipun rekan-rekannya mendesak untuk menduduki Tahkta Santo Petrus. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Juni.