Di surga jiwa tidak mempunyai perhatian selain mencintai Dia, karena ia mengenal Dia, seperti Dia adanya. (Santa. Teresia dari Avila)
Arahkanlah pandanganmu kepada Tuhan, maka mukamu akan berseri-seri dan takkan malu tersipu-sipu.
Allah Bapa di surga, kami bersyukur, karena tiada seorang pun yang menantikan keselamatan dengan sia-sia. Semoga Sabda Putra-Mu menjadi tantangan bagi kami untuk membangun kota-Mu, tempat Engkau menyempurnakan segalanya dan tempat kami menemukan kebebasan dan kedamaian. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (11:1-4.9-18.20)
"Mereka mengurapi Yoas dan berseru, 'Hiduplah Raja!'"
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Tuhan telah memilih Sion menjadi tempat kedudukan-Nya.
Ayat. (Mzm 132:11.12.13-14.17-18)
- Tuhan telah menyatakan sumpah setia kepada Daud , Ia tidak akan memungkirinya: “Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu.
- Jika anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan yang Kuajarkan kepada mereka, maka selamanya anak-anak mereka akan duduk di atas takhtamu.”
- Sebab Tuhan telah memilih Sion, dan mengingininya menjadi tempat kedudukan-Nya, "Inilah tempat peristirahatan-Ku untuk selama-lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya".
- Di sanalah Aku akan menumbuhkan sebuah tanduk bagi Daud, dan menyediakan pelita bagi orang yang Kuurapi. Musuh-musuhnya akan Kutudungi pakaian keaiban, tetapi ia sendiri akan mengenakan mahkota yang semarak!”
Bait Pengantar Injil do = f, 4/4, PS 960
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 5:3)
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, sebab milik merekalah Kerajaan Allah.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (6:19-23)
"Di mana hartamu berada, di situ pula hatimu."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
“Bekalmu tadi dimakan atau dibuang, nak?” tanya ibu kepada Themis sepulang dari sekolah Taman Kanak-kanak. “Makan semuanya donk, termasuk sayurnya,” jawab Themis. Mendengar jawaban Themis sang ibu berkata, “Ayo jangan bohong. Ngaku saja.”Dengan cemberut Themis berkata, “Kok tahu sih kalau aku buang bekalnya?” Dengan lembut ibu berkata, “Karena kamu tidak berani menatap ibu. Itu tandanya kamu sedang berbohong....”
Kita pasti setuju bahwa mata tidak bisa berbohong. Bahkan ada pepatah terkenal yang mengatakan, “Mata itu jendela jiwa”. Pepatah ini serupa dengan pernyataan Yesus hari ini,“Mata adalah pelita tubuh.” Melalui pernyataan ini, Yesus mau mengatakan, hendaknya kita hidup dengan tulus dan murni, karena semuanya itu akan terpancar lewat mata kita. Hidup dengan tulus dan murni berarti hidup dengan tidak berpura-pura. Selain itu, apa yang dilihat dan dinilai oleh mata, mencerminkan kondisi hati orang tersebut. Misalnya, orang yang selalu memandang negatif orang lain, mencerminkan hatinya yang sulit untuk menghargai dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang dapat menghargai diri sendiri akan cenderung melihat hal yang baik dari orang lain.
Sebagai pengikut Kristus, mata kita harus seperti mata Kristus: mata yang selalu memandang dengan belas kasihan orang yang lemah dan sakit; mata yang tidak menghakimi perempuan yang berbuat zinah, namun mengampuninya; mata yang membuat Matius, si pemungut cukai, bertobat dan menjadi salah satu rasul-Nya.
Namun, tampaknya lebih mudah bagi kita untuk menggunakan mata kita dengan memandang sinis kepada orang yang menyakiti kita; memandnag dengan tatapan meremehkan orang lain; memandang kelemahan orang lain daripada kelebihannya; memandang negatif orang lain karena iri hati dan sebagainya.
Agar dapat memandang dengan mata Kristus, pertama-tama kita perlu memohon rahmat itu dalam doa. Namun perlu diingat, rahmat itu hanya akan Allah berikan kepada orang yang berusaha hidup seperti Kristus. Kita tidak bisa memohon rahmat itu, apabila dalam hidup kita terus memandang rendah atau selalu berprasangka buruk terhadap orang lain.
Cinta dan Permata”, adalah judul lagu yang pernah didendangkan Pandjaitan bersaudara atau yang lebih dikenal sebagai PANBERS itu. Salah satu penggalan liriknya demikian, ”harta adalah kiasan hidup semata. Kejujuran, keikhlasan, itu yang utama”. Penggalan lagu ini menyiratkan betapa harta bukanlah satu-satunya jaminan bagi kehidupan. Harta mungkin memampukan kita untuk mendapatkan segala-galanya di dunia ini. Tetapi, hal itu bukanlah jaminan sebuah kebahagiaan. Hal ini bisa kita lihat betapa tidak sedikit orang yang berharta justru tidak bahagia dalam hidupnya dan bahkan mengakhiri hidupnya dengan tragis. Panbers melalui syairnya menawarkan sebuah kesadaran lain, bahwa menuju kebahagiaan perlu dijalankan dengan kejujuran dan keikhlasan. Itulah harta yang sesungguhnya.
Harta dan kekayaan bukanlah sesuatu yang buruk dan negatif dalam dirinya. Harta kekayaan menjadi sesuatu yang baik atau sesuatu yang buruk tergantung bagaimana orang memandang dan mempergunakan harta kekayaan tersebut. Atau menurut Yesus dalam sabda-Nya, tergantung pada mata sebagai pelita tubuh. ”Jika matamu baik, maka teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu gelap, maka gelaplah seluruh tubuhmu.” Dengan demikian, jika kita memandang harta dengan mata yang baik, maka harta itu akan membantu kita untuk menemukan kebahagiaan. Menjadikan kita lebih manusiawi dan menjadi sarana untuk memuliakan Allah. Sebaliknya, mata yang gelap, cara pandang yang suram, menjadikan kita pribadi yang memandang harta sebagai tujuan dan bukan sarana. Maka orang pun berfokus mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, bahkan dengan cara yang tidak halal sekalipun. Akan lebih parah juga ketika harta itu diperoleh dengan memeras ataupun mengambil hak orang lain.
Yesus mengajak kita hari ini untuk bijaksana dalam mengumpulkan dan menyikapi harta kekayaan yang kita miliki. Dengan harapan, harta kekayaan kita menjadi sarana keselamatan bagi diri sendiri maupun sesama kita. Itulah harta surgawi yang bersifat abadi.
Mari kita berusaha, agar teranglah hati kita.
Kumpulkanlah bagimu harta di surga. Sebab di mana hartamu, di situ pula hatimu berada.
Harta dan kekayaan bukanlah sesuatu yang buruk dan negatif dalam dirinya. Harta kekayaan menjadi sesuatu yang baik atau sesuatu yang buruk tergantung bagaimana orang memandang dan mempergunakan harta kekayaan tersebut. Atau menurut Yesus dalam sabda-Nya, tergantung pada mata sebagai pelita tubuh. ”Jika matamu baik, maka teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu gelap, maka gelaplah seluruh tubuhmu.” Dengan demikian, jika kita memandang harta dengan mata yang baik, maka harta itu akan membantu kita untuk menemukan kebahagiaan. Menjadikan kita lebih manusiawi dan menjadi sarana untuk memuliakan Allah. Sebaliknya, mata yang gelap, cara pandang yang suram, menjadikan kita pribadi yang memandang harta sebagai tujuan dan bukan sarana. Maka orang pun berfokus mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, bahkan dengan cara yang tidak halal sekalipun. Akan lebih parah juga ketika harta itu diperoleh dengan memeras ataupun mengambil hak orang lain.
Yesus mengajak kita hari ini untuk bijaksana dalam mengumpulkan dan menyikapi harta kekayaan yang kita miliki. Dengan harapan, harta kekayaan kita menjadi sarana keselamatan bagi diri sendiri maupun sesama kita. Itulah harta surgawi yang bersifat abadi.
Mari kita berusaha, agar teranglah hati kita.
Kumpulkanlah bagimu harta di surga. Sebab di mana hartamu, di situ pula hatimu berada.
Santo Gregorius Barbarigo, Uskup dan Pengaku Iman
Gregorius Barbarigo lahir pada tahun 1625 dari sebuah keluarga bangsawan di Venesia, Italia. Banyak kaum kerabatnya berjasa bagi Gereja dan tanah airnya. Semasa kecilnya, keluarganya mengungsi ke tempat lain untuk menghindari bahaya wabah pes yang berkecamuk pada waktu itu. Ibunya meninggal dunia ketika ia berusia tujuh tahun. Sepeninggal ibunya di pengungsian itu, Gregorius bersama ayah dan saudara-saudaranya kembali lagi ke Venesia. Di Venesia, ia memulai pendidikan dasarnya.
Tatkala berusia 18 tahun (1648), Gregorius melanjutkan studinya ke Jerman atas biaya pemerintah Venesia. Ia berada disana selama 5 tahun. Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Venesia dan mulai meniti kariernya. Selama berada di Jerman, Gregorius bertemu dan berkenalan dengan Kardinal Fabius Chigius, yang kemudian menjadi Paus Aleksander VII ( 1655-1667 ). Kardinal ini mengenal baik Gregorius sebagai anak asuhnya. Atas pengaruh kardinal, Gregorius kemudian melanjutkan studi lagi hingga ditabhiskan menjadi imam pada umur 30 tahun.
Sebagai imam baru, ia ditempatkan di Roma. Ia melayani Sakramen-sakramen, mengajar agama untuk anak-anak, mengunjungi orang-orang sakit serta menolong dan menghibur orang-orang yang berkesusahan. Kecintaannya kepada umatnya sungguh luar biasa. Hal ini nyata-nyata ditunjukkan tatkala penyakit sampar menimpa banyak orang. Ia menolong dan merawat orang-orang sakit itu tanpa mempedulikan kesehatan dan hidupnya sendiri.
Pada tahun 1657, dalam usia 32 tahun, ia diangkat menjadi uskup di Bergamo. Mulanya ia segan menerima jabatan mulia ini, sehingga dengan rendah hati ia meminta Sri Paus untuk membatalkan kembali penunjukkan ini. Tetapi atas peneguhan Sri Paus, Gregorius menerima juga jabatan Uskup ini. Tak lama kemudian, pada tahun 1660, ia diangkat menjadi Kardinal. Empat tahun kemudian, ia diangkat sebagai uskup di Padua hingga ia meninggal dunia.
Sebagai Uskup, ia memilih Santo Carolus Borromeus sebagai tokoh pujaannya. Ia mengunjungi semua paroki untuk meneguhkan umat dan iman-imannya. Untuk meningkatkan semangat iman dan mutu hidup iman umatnya, terlebih dahulu ia membina imam-imamnya. Ia selalu menegaskan pentingnya menghayati imamat sebaik-baiknya. Katanya: “Untuk memperoleh umat yang saleh dan dewasa imannya, perlulah pertama-tama membina imam-imam yang saleh dan suci.” Untuk itu, ia menaruh perhatian istimewa pada pendidikan di seminari-seminari sebagai taman pendidikan imam.
Karena tenaga rohaniwan sangat kurang, maka ia melibatkan juga kaum awam dan guru-guru Katolik untuk mengajar agama, baik di sekolah-sekolah maupun di antara umat. Di seminari ia mewajibkan pelajaran bahasa-bahasa Timur, supaya kelak dapat memperoleh imam-imam yang cakap untuk berkarya di Konstantinopel (Istambul).
Sebagai kardinal, beliau biasanya mengikuti konklaf. Dua kali menolak menjadi Paus, meskipun rekan-rekannya mendesak untuk menduduki Tahkta Santo Petrus. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Juni.