Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

09 September 2016

Jumat, 09 September 2016 == Hari Biasa Pekan XXIII

http://theresia-patria-jaya.blogspot.com/

Bagaimana Kitab Suci seharusnya dibaca? Kitab Suci harus dibaca dan ditafsirkan dengan bantuan Roh Kudus dan di bawah tuntunan Kuasa Mengajar Gereja menurut kriteria: 

  1. harus dibaca dengan memperhatikan isi dan kesatuan dari keseluruhan Kitab Suci, 
  2. harus dibaca dalam Tradisi yang hidup dalam Gereja, 
  3. harus dibaca dengan memperhatikan analogi iman, yaitu harmoni batin yang ada di antara kebenaran-kebenaran iman itu sendiri.  
Doa

Ya Allah, dalam diri Yesus Kristus, Putra-Mu, Engkau telah menaruh Sabda cinta kasih-Mu. Kami mohon, buatlah Sabda-Mu itu berkembang subur dalam diri kami agar kami semakin menyerupai Putra-Mu dalam cinta kasih yang tulus kepada sesama kami. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. 
Amin.

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus (1Kor 9:16-19.22b-27) 

"Bagi semua orang aku menjadi segala-galanya, untuk menyelamatkan mereka semua."

Saudara-saudara, memberitakan Injil bukanlah suatu alasan bagiku untuk memegahkan diri. Sebab bagiku itu suatu keharusan. Celakalah aku bila aku tidak memberitakan Injil. Andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil. Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya. Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain,

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam!
Ayat. (Mzm. 84:3.4-5-6.8.12)

  1. Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.
  2. Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya Tuhan semesta alam, ya Rajaku dan Allahku!
  3. Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!
  4. Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.
  5. Sebab Tuhan Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.

Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya
Ayat. (Yoh 17:17b.a)

Sabda-Mu, ya Tuhan, adalah kebenaran. Kuduskanlah kami dalam kebenaran. 

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:39-42)

"Mungkinkah seorang buta membimbing orang buta?"

Pada suatu ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini kepada murid-murid-Nya, "Mungkinkah seorang buta membimbing orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang? Seorang murid tidak melebihi gurunya, tetapi orang yang sudah tamat pelajarannya, akan menjadi sama dengan gurunya. Mengapa engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kauketahui? Bagaimana mungkin engkau berkata kepada saudaramu, 'Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar dalam matamu', padahal balok dalam matamu tidak kaulihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."

Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

Renungan
 


Yesus menyatakan pesan yang baru saja kita dengar tadi melalui perumpamaan orang buta, bahwasanya tidak mungkin orang buta menuntun orang buta lain, karena keduanya akan masuk lubang bersama-sama. Demikian jugalah orang berdosa tidak mungkin mempertobatkan orang berdosa lain. Keduanya melekat pada dosa yang sama. Hanya saja memilih cara berlawanan. Orang munafik tidak mengakui kelekatannya pada dosa, dengan mati-matian berupaya menekan, menolak, dan memerangi kelekatannya. Pengikut hasrat mengalah dan tunduk mengikuti dorongannya, dengan menyalurkan dan bertindak dosa. Orang munafik jelas marah, karena iri pada pengikut hasrat, tidak terima mereka bebas menyalurkan hasrat, menghakiminya salah dan merasa dirinya yang benar. Pengikut hasrat merasa dirinya lebih jujur dan tidak menyukai kepalsuan orang munafik.

Seolah terbentang jurang perbedaan antara orang munafik dan pengikut hasrat. Sikap mereka terhadap dorongan dosa memang bertentangan, namun sebetulnya kondisi batin mereka sama. Sama-sama melekat, sama-sama budak yang tidak bebas menentukan tindakan sendiri. Setiap kali dorongan itu datang, orang munafik akan bersegera memerangi dan pengikut hasrat akan bersegera menyalurkan. Dorongan dosa menjadi tuan yang berkuasa atas jiwa dan menentukan apa yang harus mereka lakukan, entah memerangi ataupun mengikutinya. Ada masanya, dimana orang munafik kemudian berubah menjadi pengikut hasrat. Mereka lelah terus-terusan berperang. Atau mereka menyesal atas kehilangan akibat tidak mengikuti hasrat. Mereka lalu berubah menjadi jujur mengakui dan mengikuti hasratnya agar kekecewaan yang mendalam tidak terulang.
Saudara-saudari terkasih.

Ada seorang ibu yang bersahabat secara istimewa dengan seorang bapak. Kehidupan mempertemukan mereka secara natural sedemikian indahnya, dan dapat ditafsirkan mereka saling jatuh cinta, meski masing-masing sudah menikah. Ibu merasa takut salah. Ia menarik diri sehingga intensitas komunikasi berkurang. Bapak awalnya memperjuangkan cintanya, karena pernah kecewa tidak mengikuti hasratnya saat muda dan tidak mau mengalami penyesalan yang sama. Namun melihat ibu yang lambat laun belajar konsisten menarik diri, bapak pun menyesuaikan caranya berelasi. Ia tidak lagi mengekspresikan keintiman sebagaimana sebelumnya. Awalnya, ibu lega, karena ada ruang dan merasa aman. Namun ibu mulai kehilangan. Ia mulai memahami latar belakang penyesalan yang mendorong perjuangan bapak. Terbersit niat meminta bapak untuk kembali berhubungan seperti dulu. Namun ia sadar, segalanya sudah bergeser. Ibu berada di ujung persimpangan. Apakah ia mau mengikuti dorongan hatinya untuk kembali berhubungan dekat sebelum peluang itu sirna? Atau ia mau konsisten menarik diri dan menerima statusnya kini teman biasa?

Ibu tidak mau menjadi orang munafik, yang mati-matian menolak kenyataan diri. Ia paham, penolakan kenyataan diri hanya akan memancingnya mudah cemburu saat bapak bersahabat intim dengan perempuan lain, ataupun ia akan mudah menghakimi persahabatan lawan jenis dari rekan-rekannya. Namun di sisi lain, ia juga tidak mau melanggar pesan Yesus untuk mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri, yang menimbulkan konsekuensi ia perlu menahan diri untuk bersahabat intim dengan lawan jenis untuk menghormati perasaan dan keinginan suaminya. Di ujung persimpangan ini, ia pun berefleksi. Apa yang menyebabkan ia gundah saat ini? Hasrat menjadi yang utama, ia tolak, dan kini ia menyesal saat tidak lagi diutamakan. Rasanya serupa dengan pejabat pensiun, karyawan turun pangkat, istri dimadu, kekasih menjadi teman, dan situasi lain yang melahirkan rasa downgrade. Bagaimana mengatasinya? Bukan dengan menghilangkan rasa, tapi menerima. 

Santo Petrus Klever, Pengaku Iman

Imam Yesuit dari Spanyol ini lahir di Verdu, Katalonia pada tahun 1581. Selama 40 tahun ia berkarya sebagai misionaris di antara pada budak belian Negro di Kartagena, Kolumbia. Semasa mudanya, ia belajar di Universitas Barcelona. Disini ia berkenalan dengan imam – imam Serikat Yesus dan mulai tertarik dengan cara hidup mereka. Setelah menyelesaikan studinya di Barcelona, ia masuk novisiat Serikat Yesus di Tarragona pada tahun 1601. Dari sana ia dikirim pembesarnya ke kolose Montesione di Palma Mayorca. Di kolose ini ia bertemu dan bersahabat dengan bruder Alphonsus Rodriquez, penjaga pintu kolose. Bruder inilah yang membimbing dia tentang cara hidup penyangkalan dan penyerahan diri semata – mata kepada Tuhan. Alphonsus jugalah yang mendorong dan menyemangati dia untuk menjadi rasul bagi para budak Negro di Amerika Selatan.

Pada tahun 1610 selagi masih belajar di Seminari, atas permintaannya sendiri Petrus Klever dikirim ke Kartagena, Kolumbia, pantai Utara Amerika Selatan. Kartagena adalah kota pelabuhan yang sangat ramai dan merupakan pintu gerbang masuknya para budak Negro yang didatangkan dari Afrika. Di kota inilah Petrus mengabdikan seluruh hidupnya demi keselamatan para budak Negro yang malang itu.

Di kota Kartagena, Petrus ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1616, disusul kemudian dengan pengikraran kaul kekalnya. Ketika mengucapkan kaul kekalnya, ia menambahkan sebagai kaul keempat suatu janji untuk bekerja semata – mata bagi orang – orang Negro yang dipekerjakan di tambang – tambang emas Kartagena. Dia minta dengan sangat agar tidak dipindahkan ke tempat lain. Sejak saat itu Petrus menjadi “budak para budak” demi keselamatan mereka. Petrus mengabdikan dirinya baik di bidang perawatan kesehatan jasmani maupun jiwanya.

Ia mewartakan Injil dan mengajar mereka tetang kasih Kristus. Dalam 40 tahun karyanya, ia berhasil mempermandikan 300.000, tidak hanya orang – orang Negro tetapi juga para pelaut, pedagang dan para pemimpin – pemimpin kota itu.

Bagi orang – orang yang sakit dan miskin, ia menyediakan obat – obat, makanan dan pakaian. Banyak mukzijat dilakukannya terutama untuk menyembuhkan orang – orang sakit. Mantelnya yang dikenakannya pada sisakit selalu menyemburkan bau harum semerbak dan dapat menyembuhkan mereka.

Tuhan menyertai dan memberkati Petrus dan karyanya. Kesuciannya lambat laun diketahui seluruh penduduk kota. Para pemimpin masyarakat yang semula tidak senang padanya karena usahanya membela para budak itu, mulai tertarik dan mengaguminya. Petrus kemudian jatuh sakit keras selama 4 tahun dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 8 September 1654, tepat dengan pesta kelahiran Santa Perawan Maria. Para pemimpin kota memerintahkan agar Petrus Klaver dimakamkan secara meriah atas biaya mereka sendiri.Oleh Paus Leo XIII, Klaver dinyatakan sebagai kudus pada tahun 1888, dan diangkat sebagai pelindung karya misi ditengah dunia Negro.