Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

23 Januari 2015

Renungan - Jumat, 23 Januari 2015, Sabtu, 24 Januari 2015, Minggu, 25 Januari 2015





Jumat, 23 Januari 2015
Pekan Biasa II (H)
St. Yohanes Penderma; Sta. Martina;
B. Hendrikus Suso OP; B. Yosepha Maria
Bacaan I: Ibr. 8:6-13
Mazmur: 85:8.10.11-12.13-14; R:11a
Bacaan Injil: Mrk. 3:13-19
Pada suatu hari, naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang-orang yang dike­hendaki-Nya dan mereka pun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan. Kedua belas orang yang ditetapkan-Nya itu ialah: Simon, yang diberi-Nya nama Petrus, Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudara Yakobus, yang keduanya diberi-Nya nama Boanerges, yang berarti anak-anak guruh, selanjutnya Andreas, Filipus, Bartolomeus, Matius, Tomas, Yakobus anak Alfeus, Tadeus, Simon orang Zelot, dan Yudas Iskariot, yang mengkhianati Dia.
Renungan

Bukit adalah gunung kecil. Ini masih tergolong tempat tinggi. Dalam Kitab Suci, gunung atau tempat tinggi selalu mempunyai makna khusus dan sering disebut a stillness place, yaitu tempat perjumpaan Allah dan manusia secara personal dan intim. Kisah panggilan para rasul terjadi di tempat khusus itu. Dengan menempatkan kisah panggilan di tempat tinggi, penginjil ingin mengatakan bahwa panggilan menjadi murid Yesus adalah peristiwa penting. Di dalam proses itu terjadi relasi istimewa antara yang dipanggil dan yang memanggil. Otorita ada pada Tuhan Yesus dan manusia menanggapinya. 
 Oleh karena itu, keistimewaan seorang rasul atau utusan letaknya pada relasinya dengan Allah, bukan pada statusnya. Yesus ”menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan!” Yesus yang menjadi utama dan interior hidup mereka. Yesus menjadi pusat hidup mereka; dan mereka dipercaya untuk meneruskan karya-Nya.
Panggilan pokok orang Katolik adalah menjadi murid Yesus. Tujuan utama kita ialah memiliki kualitas seorang murid Yesus. Tujuan itu sudah dalam genggaman, sebab sumbernya ada dalam diri kita, yaitu hukum yang tertulis dalam hati kita. ”Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku!” (Ibr. 8:10) Bagaimana hukum itu menjadi norma dan sekaligus inspirasi hidup kita sehari-hari? Itu perjuangan kita setiap saat.
Tuhan Yesus yang penuh kasih, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau telah memanggilku menjadi murid-Mu. Curahkanlah rahmat-Mu agar aku mempunyai telinga dan hati seorang murid yang senantiasa taat kepada-Mu! Amin.
 * * *


Sabtu, 24 Januari 2015
Pekan Biasa II (H)
Pw St. Fransiskus dr Sales; St. Felisianus dan Primus
Bacaan I: Ibr. 9:2-3.11-14
Mazmur: 47:2-3.6-7.8-9; R: 6
Bacaan Injil: Mrk. 3:20-21
Sekali peristiwa Yesus bersama murid-murid-Nya  masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.
Renungan
Dalam bait Allah ada dua bagian, yaitu tempat kudus dan tempat yang mahakudus. Tempat yang kudus letaknya di depan tirai dimana dian dan roti sajian diletakkan. Sedangkan di balik tirai disebut tempat yang mahakudus. Tempat ini hanya boleh dimasuki oleh Imam Besar bukan imam biasa. Bila masuk ke dalam tempat yang mahakudus ini, seorang Imam Besar, harus membawa darah korban untuk upacara perdamaian umat dan Allah. Yesus adalah Imam Besar yang masuk ke tempat yang Mahakudus untuk mendamaikan umat dan Allah. Dia tidak membawa darah korban, tetapi darah-Nya sendiri untuk perdamaian itu. Persembahan diri Yesus itu membuahkan Roh yang kekal untuk menyucikan hati nurani umat manusia sehingga kita layak beribadat kepada Allah.
Santo Fransiskus de Sales yang hari ini kita peringati menghayati buah persembahan Imam Agung Yesus Kristus itu sehingga dia mempunyai hati yang murni dan sikap ”lembah-lembut dan rendah hati!” Dua keutamaan itulah yang mewarnai hidup dan karyanya sehingga dia dipakai oleh Allah untuk mempertobatkan banyak orang. Berkat dua keutamaan itu, hampir semua orang di kota Chablais, Perancis, dimana dia berkarya kembali ke jalan Tuhan.
Lemah-lembut dan rendah hati adalah buah Roh, bukan hasil prestasi. Keutamaan ini bagaikan tanah subur untuk sabda Tuhan dan tentu menghasilkan buah yang berlimpah-limpah. 
Tuhan Yesus, Engkau lemah-lembut dan rendah hati, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu! (3x). Amin.
* * *


Minggu, 25 Januari 2015
HUT. Kongregasi CM – Pekan Biasa III (H) 
Penutupan Pekan Doa Sedunia;
Pesta Pertobatan St. Paulus, Rasul
Bacaan I: Yun. 3:1-5.10
Mazmur: 25:4bc-5ab.6-7bc.8-9; R: 4a
Bacaan II: 1Kor. 7:29-31
Bacaan Injil: Mrk. 1:14-20
S esudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya, ”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka, ”Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus meneruskan perjalanan-Nya sedikit lagi, dilihat-Nya Yakobus, anak Zebedeus, dan Yohanes, saudaranya, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus segera memanggil mereka dan mereka meninggalkan ayahnya, Zebedeus, di dalam perahu bersama orang-orang upahannya lalu mengikuti Dia.
Renungan
Saulus orang Tarsus itu sangat meresahkan murid-murid Tuhan. Betapa tidak! Dia mengejar, menangkap dan membawa mereka ke majelis pengadilan agama untuk dijadikan pesakitan. Bahkan membunuh mereka! Kejahatan itu disahkan secara hukum oleh para pemimpin agama. Dia mengantongi surat perintah penangkapan dan penganiayaan dari Imam Besar bangsa Yahudi. Agama yang semestinya menjadi oase yang menyejukkan dan menyegarkan, ini terbalik! Agama menjadi ancaman yang meresahkan dan mengerikan.
Tindakan seperti itu tentu tidak benar. Allah sumber kehidupan tidak merestui tindakan jahat itu. Allah berada di pihak mereka yang menderita. Maka yang teraniaya bukan hanya para murid Yesus, tetapi juga Tuhan Yesus. Dia berseru: ”Saulus-Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku!” Saulus belum pernah berjumpa dengan Yesus. Sama sekali ia tidak bermaksud menganiaya Yesus. Yang dia kenal dan yang menjadi sasaran penangkapannya adalah murid Tuhan, tetapi yang berteriak adalah Tuhan Yesus sendiri. Maka ia bertanya: ”Siapakah, Engkau Tuhan?” Jawabnya: ”Akulah Yesus yang kauaniaya itu!”
Saulus berjumpa dengan Yesus dalam orang yang dia aniaya, menderita dan ketakutan. Peristiwa ini mengejutkan dan menjadi titik balik baginya untuk hidup baru dan berganti nama Paulus. Perjumpaan dengan Yesus itu mengubah paradigma dan etika sosialnya. Dia tidak lagi mencari dan membunuh pengikut jalan Tuhan tetapi sebaliknya, dia menjadi pewarta dan saksi-Nya menjadi penjala manusia. Dia tidak lagi menebar benih kebencian dan permusuhan, tetapi mengumpulkan banyak orang dalam kasih. Andalannya bukan lagi kepandaian atau surat sakti, tetapi Yesus Kristus. 
Allah senantiasa berada di pihak yang lemah, miskin, menderita dan teraniaya. Semakin kita mencintai mereka, semakin kita mudah ”berjumpa” dengan Allah dan perjumpaan itu membarui hidup kita.

Tuhan Yesus, Engkau adalah Hamba Allah yang menderita. Ajarilah aku untuk senan­tiasa mencintai sesama terutama mereka yang lemah dan menderita agar berjumpa dengan-Mu yang mahamulia! Amin.