Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

08 Juni 2017

Jumat, 09 Juni 2017 == Hari Biasa Pekan IX

 MARKUS 12:35-37

Bacaan dari Kitab Tobit (11:5-17) 

Pada waktu itu duduklah Hana mengamati jalan yang bakal ditempuh Tobia, anaknya. Ia telah mendapat firasat bahwa anaknya tengah datang. Berkatalah Hana kepada ayah Tobia, "Sungguh, anakmu telah datang, dan juga orang yang menyertainya." Sebelum Tobia mendekati ayahnya berkatalah Rafael kepadanya, "Aku yakin bahwa mata ayahmu akan dibuka. Oleskanlah empedu ikan itu pada matanya. Obat itu akan meresap dahulu, lalu akan terkelupaslah bintik-bintik putih itu dari matanya. Maka ayahmu akan melihat lagi dan memandang cahaya." Adapun Hana bergegas-gegas mendekap anaknya lalu berkatalah ia, "Setelah engkau kulihat, Anakku, sekarang aku dapat mati!" Dan ia pun menangis. Tobit pun berdiri, dan meskipun kakinya tersandung-sandung, ia keluar dari pintu pelataran rumah. Tobia menghampiri ayahnya dengan membawa empedu ikan itu. Lalu ditiupinya mata Tobit, ditopangnya ayahnya dan kemudian berkatalah ia kepadanya, "Tabahkan

hatimu, Ayah!" Kemudian obat itu dioleskannya pada mata Tobit dan dibiarkannya sebentar. Lalu dengan kedua belah tangan dikelupaskannya sesuatu dari ujung-ujung matanya. Maka Tobit mendekap Tobia sambil menangis. Katanya, "Aku melihat engkau, Anakku, cahaya mataku!" Ia menyambung pula, "Terpujilah Allah! Terpujilah nama-Nya yang besar! Terpujilah para malaikat-Nya yang kudus! Hendaklah nama Tuhan yang besar berada di atas kita dan terpujilah segala malaikat untuk selama-lamanya. Sungguh, aku telah disiksa oleh Tuhan, tetapi aku melihat kembali anakku Tobia." 

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan
Ref. Pujilah Tuhan, hai jiwaku.
Ayat. (Mzm 146:2abc,7,8-9a,9bc-10)

  1. Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada. 
  2. Tuhan tetap setia untuk selama-lamanya, Dialah yang menegakkan keadilan bagi orang yang diperas, dan memberi roti kepada orang-orang yang lapar. Tuhan membebaskan orang-orang yang terkurung.
  3. Tuhan membuka mata orang buta, Tuhan menegakkan orang yang tertunduk. Tuhan mengasihi orang-orang benar, Tuhan menjaga orang-orang asing.
  4. Anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. Tuhan itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-menurun!
Bait Pengantar Injil, do = f, gregorian, PS 959
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Yoh 14:23)
Ayat.
Barangsiapa mengasihi Aku, akan mentaati sabda-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (12:35-37)


Pada suatu hari Yesus mengajar di Bait Allah, kata-Nya, "Bagaimana ahli-ahli Taurat dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah anak Daud? Daud sendiri berkata dengan ilham Roh Kudus, "Tuhan telah bersabda kepada Tuanku: Duduklah di sisi kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Jadi Daud sendiri menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia sekaligus anaknya?" Orang yang besar jumlahnya mendengarkan Yesus dengan penuh minat. 

Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!

Renungan

Sangat biasa jika orangtua, apalagi seorang ibu, sangat menanti-nantikan anaknya yang bepergian jauh dan akan pulang. Bila anak kita studi di luar negeri dan kabarnya akan pulang, kita orangtua akan menghitung-hitung hari kapan hari H dia pulang. Studi di luar kota pun, kedatangan sang anak sangat orangtua nantikan.

Itulah yang terjadi pada bacaan pertama hari ini, ketika Hana dan Tobit menunggu kembalinya anak mereka Tobia. Hana sebagai seorang ibu memiliki kepekaan yang sangat tajam, disebutkan "mendapat firasat" kalau anaknya tengah datang. Tobit, ayah Tobia, tentu sangat berbinar-binar hati serta penuh pengharapan, apalagi ia sedang sakit, matanya buta. Yang menarik apa yang dikatakan Hana setelah melihat dan mendekap anaknya: "Setelah engkau kulihat, anakku, sekarang aku dapat mati." Sedangkan Tobit setelah sembuh dari sakit butanya dan kembali melihat ia bersyukur memuji Allah: "Terpujilah Allah! Terpujilah nama-Nya yang besar." Sangat baik kita meneladan Tobit dan Hana, orangtua Tobia ini. Dari apa yang dikatakan Hana kemudian Tobit, tampaklah sebuah perkembangan iman yang mendalam: dari rasa kehidupan yang telah terpenuhi hingga akhirnya memuji dan memuliakan Tuhan! Orientasi pertama saat melihat orang yang dikasihi adalah memuji dan memuliakan Tuhan. Tuhanlah yang membuat orang yang kita kasihi tetap sehat, selamat dan bahkan berhasil dalam hidup.

Tak sedikit orang yang saat berjumpa dengan orang yang dikasihi justru sekedar memuji-muji kesehatannya, badannya yang gemuk atau wajahnya yang makin tampan atau cantik. Perjumpaan dengan orang yang dikasihi semestinya menjadi perjumpaan berbagi kasih Allah yang telah diterima. Tuhan Allahlah yang membuat semuanya berjalan baik. Tuhanlah yang membuat sehat, tambah segar atau pun berhasil dalam tugas atau studi. Ketika Tuhan yang dipuji dan dimuliakan, segala derita dan beratnya hidup ini akan menjadi lain, sebab bagi Tuhan segalanya dapat menjadi jalan berkat bagi umat-Nya.


Santo Primus dan Felicianus, Martir 


Kedua bersaudara kandung ini berasal dari keluarga kafir di kota Roma. Meskipun mereka masih kafir, namun mereka dikenal sebagai orang baik-baik yang disenangi banyak orang. Semenjak kecil, Primus dan Felicianus hidup di lingkungan kafir dan dididik oleh kafir pula. 
Pengenalannya akan iman Kristen sampai menjadi martir, berawal dari perkenalan mereka dengan Paus Feliks I (269-274). Dari bimbingannya kedua bersaudara ini mengenal iman Katolik dan dipermandikan. 

Setelah permandiannya, mereka rajin berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan amal kasih, mengunjungi orang-orang Kristen di penjara untuk menghibur dan meneguhkan hati mereka. Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada mereka dan melindungi mereka dari segala tindakan kejam para penguasa negara. Selama bertahun-tahun berkarya di tengah-tengah aksi penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh kaisar Diokletianus, Primus dan Felicianus selalu terhindar dari usaha penangkapan. 

Tetapi akhirnya mereka di tangkap juga pada tahun 297 dan dipenjarakan bersama orang-orang Kristen lainnya. Namun demikian iman mereka tidak goncang sedikitpun. Mereka saling menghibur dan dengan tekun saling meneguhkan sesamanya yang lain. Setelah beberapa waktu, mereka di bawa ke Nomentum, kota kecil yang berjarak 12 mil dar Roma. Mereka diadili oleh Promotus. Dakwaan dan berbagai ancaman dikenakan pada mereka, namun iman mereka tidak goyah. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati penggal kepala. 
Jenazah mereka dimakamkan di Nomentum. Pada tahun 649, Sri Paus Theodorus I (642-649) menyuruh memindahkan jasad mereka ke kota San Stephanus Rotondo. Inilah peristiwa pertama, dimana tulang-belulang para martir boleh dibawa keluar kota dari kota Roma. 

Santo Efrem, Pujangga Gereja 

Lahir di Nisibis tahun 306, Mesopotamia (sekarang: Nusaybin, Turki) dan meninggal tahun 373. Ia sebagai seorang penyair, guru, orator dan pembela iman, Efrem dikenal luas serta menjadi tokoh kebanggaan umat Kristen Syria. Semasa remajanya ia mengikuti pendidikan agama dari uskup Yakob dari Nasibis. Uskup Yakob-kemudian digelari ‘Kudus’ oleh Gereja-membimbing Efrem hingga di permandikan. 

Ketika orang-orang Syria menduduki kota Nasibis pada tahun 363, orang-orang Kristen di Nasibis dipaksa keluar dari Nasibis. Efrem bersama orang-orang Kristen Nasibis mengungsi ke Edessa (Urfa di Irak). Di tempat pengungsian itu, umat mengangkatnya sebagai pemimpin rohani mereka. Efrem menerima tugas ini sebagai kesempatan emas untuk membaktikan diri pada umat. Ia mengajarkan mereka ajaran iman Kristen serta membesarkan hati mereka. Sementara itu ia sendiri menjalani suatu corak hidup yang keras sampai saat ajalnya. Ia rajin menulis buku-buku pembelaan iman. Buku-buku apologetisnya, homili-homilinya dalam bentuk puisi, berbagai nyanyian dan kidung Gereja ciptaannya, membuat dia dikenal luas dan berpengaruh besar di kalangan umatnya di Edessa, bahkan diseluruh Gereja. Di Gereja Timur ia dijuluki ‘Cahaya bangsa Syria’, ‘Rasul Bangsa Syria’, ‘Pujangga Gereja’, dan ‘Kecapi Roh Kudus’. Dua puluh tahun setelah kematiannya, Santo Yerome memasukkan namanya dalam daftar orang-orang Kristen yang masyur namanya.

Efrem dikenal karena ajaran-ajaran dogmatis dan pengetahuannya yang luas. Ia rajin membaca Kitab Suci dan merefleksikan misteri-misteri Allah. Komentar-komentarnya tentang Kitab Suci sangat bermanfaat pula waktu itu. Sebagai seorang komentator, ia lebih suka akan arti harafiah Kitab Suci dan enggan menafsirkannya secara alegoris. Ia ramah kepada orang-orang miskin dan yang menderita. Tatkala umat Edessa tertimpa kelaparan hebat pada tahun 378, ia berjuang keras untuk menyelamatkan mereka dari kematian. Kunci sukses hidupnya ialah kerendahan hatinya: ia tidak pernah menaruh kepercayaan pada diri sendiri melainkan pada Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan senantiasa membimbingnya. Ia menolak di tabhiskan menjadi imam dan memilih tetap sebagai diakon sampai akhir hidupnya. Kepada Santo Basilius yang ditemuinya, ia berkata: “Sayalah Efrem, orang yang tersesat dari jalan ke surga. Karena itu kasihanilah saya orang berdosa ini. Bimbinglah saya melalui jalan yang sempit.” 

Beata Diana, Sesilia dan Amata, Perawan 

Santo Dominikus memperluas karyanya ke Italia dan memilih kota Bologna sebagai pusat karyanya, karena buah-buah pikirannya diterima baik di Universitas Bologna. 
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada agama Kristen. Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. lewat Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus, dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayahnya dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.

Tetapi apa yang diyakininya tidak terjadi dengan mulus. Tatkala ia memberitahukan dan seluruh anggota keluarganya tentang niat sucinya untuk menjadi seorang biarawati, ia dimarahi dan cita-citanya ditolak mentah-mentah. Menghadapi kemarahan dan penolakan keluarganya itu, Diana segera mengambil keputusan berani untuk meninggalkan rumah dan lari mencari perlindungan pada para imam Agustinian di Roxana. Keputusan ini dilaksanakannya secara diam-diam. Hal ini sangat mengejutkan keluarganya. Mereka segera mencari Diana. Akhirnya mereka menemukan dia di Biara Roxana dan membawanya pulang ke rumah. Disana ia dipukul dan dikurung dalam sel. Tetapi beberapa hari kemudian, Diana berhasil meloloskan diri dan kembali ke Roxana. Keluarganya tidak berusaha mencarinya lagi.

Beato Yordan dari Saxon turut berusaha menenangkan keluarganya dan melembutkan hati tuan Andalo bersama anak-anaknya yang lain. Usaha Yordan ini disambut dengan baik dan berhasil. Tuan Andalo bersama anak-anaknya dapat menerima panggilan Diana dan membantu mendirikan sebuah biara kecil bagi biara Dominikan. Biara kecil ini kemudian dihuni Diana bersama empat orang kawannya. Cara hidup mereka menarik banyak orang sehingga dalam waktu relatif singkat merka mendapat tambahan anggota baru. Dua orang dari anggota baru adalah Sisilia dan Amata, sahabat karib Diana. Bersama Diana, Sisilia dan Amata berkembang dalam hidup rohani dan dalam pengabdian tulus kepada Allah. Kemudian mereka digelari ‘beata’(yang berbahagia) oleh Gereja pada tahun 1891. 

Beata Anna Maria Taigi, Pengaku Iman

“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh bahagia”, demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan beata atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama meliputi anak-anaknya serta pembantu yang melayaninya. Mereka semua kagum akan kesucian hidup Anna Maria yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan kebaikannya yang luar biasa.

Anna Maria Taigi hidup antara 1769-1837 dan terlahir di Siena.Ketika berumur enam tahun, ia berada di Roma untuk mengikuti pendidikan disana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahkan kepadanya tujuh orang anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga, ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya, namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anak bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah berat ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain. 

Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya Ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasih orang lain.

Terdorong akan pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah sebagai kurban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja ditengah banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. Kesucian hidupnya ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan disekitarnya. Meski banyak kali disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tidak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya dilayani dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang susah dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran. 
Anna Taigi diberi gelar ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib yang dilihatnya tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa.