Selamat Datang di Blog Patria Jaya dsk. - Santa Theresia
Wilayah 4, Paroki Lubang Buaya - Gereja Kalvari, Jakarta Timur

11 Desember 2016

Senin, 12 Desember 2016 == Hari Biasa Pekan III Adven

 Matius 21:23-27
Bacaan dari Kitab Bilangan (24:2-7.15-17a) 

Pada waktu itu Bileam memandang ke depan, dan ia melihat orang Israel berkemah menurut suku mereka. Maka Roh Allah menghinggapi dia. Lalu ia mengucapkan sanjak, katanya, “Inilah tutur kata Bileam bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya; tutur kata orang yang mendengar firman Allah, yang melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa sambil rebah, namun dengan mata tersingkap. Alangkah indahnya kemah-kemahmu, hai Yakub, dan tempat-tempat kediamanmu, hai Israel! Laksana lembah yang membentang luas, laksana taman di tepi sungai, laksana pohon gaharu yang di taman Tuhan, laksana pohon ara di tepi air. Seorang pahlawan tampil dari wangsanya memerintah bangsa yang tak terbilang banyaknya. Rajanya akan naik tinggi melebihi Agag, dan kerajaannya akan dimuliakan.” Kemudian diucapkannya lagi sanjaknya, “Inilah tutur kata Bileam bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya, tutur kata orang yang mendengar firman Allah, dan yang memperoleh pengenalan akan Yang Mahatinggi, yang melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa, sambil rebah, namun dengan mata tersingkap. Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang. Aku memandang dia, tetapi bukan dari dekat: sebuah bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel; ia meremukkan pelipis-pelipis Moab, dan menghancurkan semua anak Set.”

Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.


Mazmur Tanggapan, do = d, 4/4, PS 845
Ref. Tuhan adalah kasih setia, bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya
Ayat. (Mzm 25:4bc-5ab.6-7c.8-9)

  1. Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah lorong-lorong-Mu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan daku.
  2. Ingatlah segala rahmat dan kasih setia-Mu, ya Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku pada waktu muda, dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu.
  3. Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang bersahaja.
Bait Pengantar Injil, do = c, PS 954
Ref. Alleluya
Ayat. (Mzm 85:8)
Perlihatkanlah kepada kami kasih setia-Mu ya Tuhan, dan berilah kami keselamatan-Mu.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (21:23-27)

Pada suatu hari Yesus masuk ke bait Allah. Ketika Ia sedang mengajar, datanglah imam-imam kepala dan pemuka-pemuka bangsa Yahudi kepada-Nya; mereka bertanya, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?” Jawab Yesus kepada mereka, “Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu, dan jika kalian memberi jawabannya, Aku pun mengatakan kepada kalian dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Nah, dari manakah pembaptisan yang diberikan Yohanes? Dari surga atau dari manusia?” Mereka lalu berunding satu sama lain, “Jika kita katakan, ‘Dari surga’, Ia akan berkata kepada kita, ‘Kalau begitu, mengapa kalian tidak percaya kepadanya?’ Tetapi jika kita katakan, ‘Dari manusia’, kita takut kepada orang banyak, sebab semua orang menganggap Yohanes itu nabi.” Mereka lalu menjawab, “Kami tidak tahu.” Maka Yesus pun berkata kepada mereka, “Jika demikian, Aku pun tidak mau mengatakan kepada kalian dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.”

Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.


Renungan

Kuasa Allah atau kuasa Iblis? Kisah Bileam menunjukkan betapa kuasa Allah melampaui segala kuasa. Seorang ”tukang tenung” sakti dengan mudahnya diubah menjadi pengucap berkat bagi Israel. Menentukan dari mana sebuah kuasa datang bukan perkara mudah. Tetapi dari kisah Bileam dan Yesus, ada sebuah benang merah yang menegaskan bahwa kuasa Allah itu menghadirkan berkat, kesembuhan, dan pembebasan. Itulah karakter kuasa Allah, yang membedakan dari kuasa jahat.

Pohon dikenal dari buahnya. Buah yang muncul dari Allah adalah berkat dan keselamatan. Buah yang sama pula yang mestinya lahir dari anak-anak Allah. Kuasa dan kemampuan, apa pun itu, bukan sebuah sarana untuk kemuliaan dan kepentingan diri sendiri, bukan pula untuk mencari sensasi, melainkan karunia untuk menghadirkan berkat dan keselamatan kepada sesama.


Santa Yohanna Fransiska Fremio de Chantal, Janda

Jeanne Francoise Fremio de Chantal (Yohanna Fransiska) lahir di kota Dijon, Prancis pada tanggal 28 Januari 1527. Ayahnya Benignus Fremyot, menjadi presiden parlemen; pengadilan tinggi Burgundy dan sangat berjasa kepada gereja dan negara. Ibunya, Margaretha de Barbisy, meninggal dunia ketika Yohanna masih berumur 2 tahun.

Pada usia 20 tahun Yohanna menikah dengan Kristophorus de Rabutin, yang disebut juga Pangeran de Chantal. Mereka dikaruniai 7 orang anak; tiga orang dari ketujuh anaknya itu kemudian meninggal dunia sewaktu masih bayi. Sebagaimana biasanya kehidupan ibu-ibu rumah tangga pada zaman Pertengahan, Yohanna bekerja sebagai ibu rumah tangga, bekerja di ladang, memelihara ternak dan mengawasi pembantu-pembantunya. Sedang suaminya pergi berburu atau berperang untuk membela tanah air. Semua tugas itu dilaksanakannya dengan baik sekali. Anak-anaknya dibesarkan dan dididik dengan penuh kasih sayang. Selain tugas-tugas kerumah tanggaan, ia tidak lupa menjalankan juga tugas-tugas kerohanian bersama anak-anaknya dan para pembantunya. Lebih dari itu ia bahkan berjanji kepada Tuhan untuk memperhatikan nasib para pengemis dan orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan kedamaian dan kebahagiaan di dalam rumah tangganya.

Tetapi suasana keluarga yang bahagia itu sekonyong-konyong pupus tatkala suaminya, Pangeran de Chantal, tertembak mati oleh kawannya sendiri sewaktu mereka berburu di hutan. Peristiwa naas ini sungguh menyedihkan. Yohanna menjadi janda. Hatinya memang sedih oleh peristiwa pahit itu, namun sesungguhnya peristiwa tragis itu merupakan awal penuh rahmat bagi kehidupan Yohanna. Ia berusaha menahan diri, dan mengampuni si penembak. Yohanna kemudian terpaksa tinggal bersama mertuanya laki-laki, seorang yang berwatak bejat. Tujuh tahun lamanya ia tinggal di sana dalam suasana batin yang sungguh menyiksa. Dalam keadaan pedih itu ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk hidup sebaik mungkin dan terutama berjuang memelihara anak-anaknya. Ia rajin bekerja dan berdoa. Dan ternyata cara hidupnya itu sangat berkenan kepada Tuhan. Tuhan memberinya jalan kesempurnaan.

Ketika Uskup Geneve, Fransiskus dari Sales, datang ke Dijon untuk memberikan renungan puasa, Yohanna pergi menemuinya untuk berbicara dan memperoleh bimbingan. Pertemuan ini melahirkan dalam batinnya suatu cita-cita luhur, yakni pengabdian diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama. Inilah awal hidupnya yang baru sebagai seorang janda kudus. Fransiskus dari Sales tertarik padanya dan bersedia membimbing dia ke arah kesempurnaan hidup di dalam Allah. Kepada Yohanna, Fransiskus menekankan pentingnya cinta kasih, kerendahan hati dan kesabaran, matiraga dan puasa, doa dan perbuatan amal kepada sesama. Atas bantuan rahmat Allah, Yohanna dengan tekun mengikuti nasehat-nasehat Fransiskus dan mengamalkannya dalam hidup sehari-hari. Kepribadiannya yang baru sebagai Abdi Allah dibangun di atas dasar teladan hidup Fransiskus dari Sales. Sebaliknya bagi Fransiskus, berbagai pengalaman rohani yang timbul dari hubungan pribadi dengan Yohanna sungguh mengilhami tulisan-tulisannya.

Pada tahun 1640, lima tahun setelah pertemuannya dengan Fransiskus, Yohanna mendirikan biara pertama dari Ordo Suster-suster Visitasi di kota Anecy atas desakan Fransiskus. Tujuan ordo ini ialah memberi pertolongan kepada orang-orang yang berada di dalam kesusahan seperti sakit atau usia lanjut dan memelihara anak-anak yatim-piatu. Yohanna sendiri bertindak sebagai pemimpin biara selama 30 tahun. Dua orang puterinya telah menikah dan puteranya yang bungsu dipercayakan kepada ayah kandungnya. Ordo ini segera tersebar dan diminati banyak orang. Para uskup pun merasakan manfaat dan pengaruh ordo baru ini. Mereka mengajukan permohonan kepada Yohanna agar suster-suster dari Ordo Visitasi ini berkarya juga di keuskupannya. Sejak saat itu dibangunlah banyak biara Ordo Visitasi di setiap keuskupan. Pada tahun 1622, sepeninggal Fransiskus dari Sales, telah berdiri 13 buah biara Ordo Visitasi. Jumlah biara ini meningkat menjadi 90 buah ketika Yohanna sendiri meninggal dunia pada tanggal 13 Desember 1641. Meskipun tampaknya Yohanna sangat berhasil dalam karyanya, namun ia sendiri tidak luput dari berbagai rintangan dan kesulitan, lebih-lebih setelah kematian pembimbingnya Fransiskus dari Sales. Kesedihan besar menimpanya lagi ketika seorang anaknya dan beberapa rekan sebiara meninggal dunia.

Ketika ia wafat, Santo Vinsensius a Paulo hadir juga untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya. Tentang Yohanna, Vinsensius berkata: "Dia adalah orang yang sungguh beriman; berbagai penderitaan yang menghiasi sebagian besar hidupnya dihadapinya dengan kesabaran dan iman yang teguh. Ia tak pernah lalai dalam kesetiaannya kepada Tuhan yang memanggilnya. Maka saya anggap dia adalah orang yang paling suci yang saya jumpai di bumi ini." Dalam sebuah ekstase yang dialaminya, Vinsensius melihat sebuah bola api melayang ke udara, lalu melebur ke dalam sebuah bola api lainnya dan akhirnya menghilang dalam cahaya api ilahi. Penglihatan ini disusuli oleh suatu penerangan ilahi tentang arti kedua bola api itu: bola api pertama adalah jiwa Yohanna Fransiska yang disambut oleh jiwa Fransiskus dari Sales, bola api kedua. Mereka bersama-sama berbaur menyatu dan masuk ke dalam cahaya api surgawi. Yohanna tinggal di kota Moulins dan di sana pulalah ia wafat pada tanggal 13 Desember 1641.

Santo Hoa, Pengaku Iman

Hoa lahir di negeri Tiongkok pada tanggal 31 Desember 1775 dari sebuah keluarga kafir. Nama kecilnya ialah Simon Hoai-Hoa. Hoa sekeluarga kemudian menjadi Kristen. Ia belajar di Kolese Misi di negeri itu.

Ia cerdas sekali dan benar-benar memahami pelajaran agama dan kebajikan-kebajikan kristiani. Seusai menamatkan studinya, ia diangkat menjadi guru agama (katekis) yang pertama di daerah itu. Ternyata ia seorang katekis yang cerdas, bijaksana dan rajin sekali melaksanakan tugasnya. Setelah menikah, ia menjadi seorang suami dan ayah yang bijaksana dan beriman. Semangat pengabdiannya kepada Gereja tidak luntur. Ia rajin beribadat dan mempunyai keprihatinan besar terhadap nasib orang lain. Keluarga Hoa amat dermawan; rumahnya selalu terbuka kepada siapa saja, lebih-lebih bagi para imam yang dikejar oleh penguasa yang lalim. Segala keperluan mereka dicukupi oleh keluarga Hoa.

Hoa kemudian menjadi seorang dokter. Kepandaiannya merawat orang-orang sakit benar-benar dimanfaatkannya untuk menolong sesamanya. Lama kelamaan ia dicurigai oleh penguasa. Pada tanggal 15 April 1840 ketika berusia 65 tahun, ia ditangkap, dirantai dan kemudian digantung. Kemudian ia dibawa ke kota Hue untuk menerima hukuman lebih lanjut. Di sana Raja Minh-Meuh telah menyediakan berbagai alat siksaan yang mengerikan. Ia disesah dengan tongkat dan cambuk berduri yang mengerikan, lalu dijepit dengan besi panas. Namun Tuhan tidak membiarkan dia sendiri menanggung penderitaan itu. Berkat pertolongan Tuhan, ia tidak merasakan kesakitan; badannya pun tidak luka sedikit pun. Ia bahkan sanggup menahan penderitaannya itu dengan sabar dan perasaan gembira.

Pada tanggal 12 Desember 1840, hakim dan raja memberinya ancaman terakhir: "Patuh kepada raja dan dibebaskan; atau tetap teguh pada imannya dan dibunuh." Dalam keberanian seorang martir, Hoa dengan tegas memilih tawaran kedua, yakni tetap pada imannya kepada Yesus. Katanya: "Saya tidak akan mengkhianati Yesus Tuhanku sampai mati pun saya tidak akan pernah memungkiri iman saya kepadaNya." Keberaniannya ini menghantar dia kepada hukuman mati yang mengerikan. Di hadapannya diletakkan sebuah salib. Sambil memandang salib itu, ia berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku; janganlah menghukum mereka; kehidupan kekal bersama-Mu di surga sudah cukup bagiku daripada memiliki harta duniawi." Sesudah itu kepalanya dipenggal dengan kapak oleh seorang algojo. Selama 3 hari jenazahnya dipertunjukkan di tempat-tempat umum, lalu dimakamkan oleh umat Kristen yang ada di kota itu.